Masuk Daftar
My Getplus

Kisah Jenderal yang Berniaga

Para jenderal senior merambah dunia bisnis saat usia menjelang senja.

Oleh: Martin Sitompul | 08 Jan 2019
Herman Sarens Sudiro, jenderal yang menggeluti bisnis hiburan, perternakan, dan olahraga selepas pensiun. (Matra, Oktober 1986).

USAI melepas seragam tentara, Herman Sarens Sudiro ditugaskan ke Madagaskar sebagai duta besar. Di sana, Herman tak sekadar mengurusi lobi-lobi diplomatis. Di waktu senggang, dia doyan berburu babi hutan. Jenderal bintang satu yang gemar tampil necis ini juga nyambi berdagang.

“Saya bawa cengkeh Zanzibar dari Madagaskar ke Indonesia sebanyak 30-40 ton setahunnya. Dan keuntungannya lumayan. Lalu apakah salah seorang duta besar berdagang?” ujar Herman Sarens dalam otobiografinya Ancemon Gula Pasir: Budak Angon Jadi Opsir.

Baca juga: Herman Sarens, perwira yang nyaris ditembak Soeharto

Advertising
Advertising

Pengalaman di Madagaskar jadi bekal Herman Sarens ketika meninggakan dinas aktif kemiliteran. Memasuki masa pensiun pada awal dekade 1980-an, Herman mantap menekuni dunia bisnis. Ketimbang bertumpu pada uang pensiun yang tidak seberapa, Herman lebih memilih berwirausaha. Bidang usaha yang dilakoninya pun cukup unik dan belum lazim saat itu. Herman merambah bisnis hiburan.

“Meskipun saya haji, saya juga punya usaha diskotik,” kata Herman. “Maklumlah, zaman saya kecil belum ada hiburan semacam itu. Jadi apa saya salah kalau sekali waktu saya berdisko dengan teman-teman? Terkadang sambil berdisko itulah saya berbisnis sambil mencari kawan.”

Dari bisnis diskotik itulah grup usaha Herman melebar ke mana-mana. Mulai dari usaha perhotelan, pacuan kuda, hingga sasana tinju. Namanya pun kian beken sebagai jenderal pebisnis.  

Uang pensiun kecil

Herman Sarens harnyalah segelintir jenderal yang menggeluti arena niaga setelah purnabakti. Ketika telah menjadi orang sipil, sejumlah “serdadu tua” TNI angkatan 45 memilih menjajal peruntungan baru untuk mendulang uang. Majalah Tiara No. 48, 15-28 Maret 1992, mencatat beberapa nama jenderal yang mengeluti bisnis pascapensiun.

Baca juga: Lakon para jenderal pensiunan

Mereka antara lain Pangkopkamtib Jenderal TNI Soemitro (1971-74), Gubernur Jakarta Letjen KKO AL Ali Sadikin (1966-77), Panglima Kostrad Letjen TNI Kemal Idris (1967-1969), Panglima Kodam Cenderawasih Brigjen Acub Zaenal (1970-73), Gubernur Jakarta Letjen TNI Tjokropranolo (1977-82), dan KSAD Jenderal TNI Widodo (1978-80).

Para purnawirawan ini menyadari gaji pensiun mereka kurang memadai. Kecilnya uang pensiunan mengharuskan mereka untuk tidak bertumpu dari dana pensiun belaka. Faktor inilah yang menjadi alasan mereka untuk terjun berbisnis atau bekerja sama dengan pihak swasta.

“Saya memang harus hidup. Kalau hanya dari uang pensiun yang besarnya Rp. 255 ribu, dari mana saya bisa hidup?” kata Kemal Idris dikutip Tiara.

Baca juga: Kemal Idris, jenderal gusar pengirim pasukan liar

Pernyataan senada juga dilontarkan Acub Zaenal. Mengandalkan hidup pada uang pensiun pun rupanya tidak memadai bagi Acub yang juga pernah menjadi gubernur Irian Jaya ini. “Uang pensiun saya hanya cukup untuk membayar rekening air dan listrik,” kata Acub Zaenal dalam Matra No.3, Oktober 1986.

“Kalau digunakan juga untuk kebutuhan sehari-hari, paling kuat bisa bertahan seminggu,” kata Acub.  

Purnwirawan dan Bisnisnya

Meski bergaji pensiun kecil, purnawirawan berbintang ini boleh dibilang beruntung. Para konglomerat maupun taipan industri kerap menggandeng jenderal gaek yang baru pensiun ke dalam perusahannya. Paling banter mereka diplot jadi presiden komisaris tanpa portofolio atau pemegang saham kosong di akta.

Kemal Idris misalnya. Pada 1976, Kemal terjun ke dunia bisnis setelah menyelesaikan tugas terakhirnya sebagai duta besar untuk Yugoslavia dan Yunani. Dua bulan menjalani masa pensiun, tawaran untuk duduk di perusahaan datang. Dalam suatu rapat pemegang saham, Kemal dipercaya untuk memegang PT Griya Wisata Hotel Corporation yang bergerak dalam perhotelan dan wisata. Modal awal Kemal hanyalah saham lima persen dalam bentuk utang yang baru dilunasi dua tahun kemudian.  

“Sejak ditunjuk sebagai direktur utama perusahaan itu, saya mulai berkecimpung dalam perhotelan pariwisata. Ini pengalaman pertama yang membawa saya ke bidang bisnis. Selanjutnya saya terlibat dengan kegiatan menangani perusahaan,” kata Kemal dalam otobiografinya Kemal Idris: Bertarung dalam Revolusi yang disusun Rosihan Anwar dkk.   

Jenderal Soemitro juga nama beken yang digandeng pengusaha. Setelah enam tahun menjalani masa pensiun dini sejak Peristiwa Malari 1974, Soemitro kemudian bermain bisnis. Soemitro tercatat sebagai Presiden Komisaris PT Suma Corporation dan PT Cakra Sudarma yang mengelola konsesi lahan perhutanan.

Baca juga: Nasib jenderal pembangkang di era Soeharto

Sementara Tjokropranolo yang akrab disapa Bang Nolly, melakoni bisnis ekspor kayu. Selepas pensiun sebagai gubernur Jakarta, Bang Nolly menjabat Direktur Utama PT Agodha Wayhitam, yang mengeskpor lebih dari lima puluh ribu meter kubik kayu lapis yang dirambah dari hutan di Kalimantan Selatan ke Jepang setiap bulan.  

Beberapa jenderal ada yang merintis usaha dari koceknya sendiri. Acub Zaenal mendirikan PT Alpha-Zenit - sebagaimana inisial namanya - di Jakarta. Bidang usahanya meliputi kegiatan ekspor-impor, perfilman (PT Dewi Sendang Film), pertokoan (Tunjungan Plaza, Surabaya), dan berbagai bisnis jasa.

Letjen Suhardiman, perwira AD yang mendirikan Serikat Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia (SOKSI) yang menjadi cikal bakal Golkar, menjadi pengusaha jasa rekreasi. Suhardiman membangun PT Evergreen Hotel, kompleks peristirahatan di kawanan Puncak, Bogor untuk mengisi masa pensiunnya. Suhardiman memodali sendiri bisnisnya meski tidak menampik memperoleh kemudahan karena latar belakangnya sebagai mantan perwira tentara.

“Ya, untuk memulai bisnis, saya menjual arloji, mobil, rumah, bahkan bangunan yang pernah digunakan sebagai kantor Dewan Nasional SOKSI di Tanah Abang,” tutur Suhardiman dikutip Matra.

Baca juga: Asal usul istilah karyawan

Di kalangan Angkatan Udara terdapat nama Sri Mulyono Herlambang. Marsekal Muda yang pernah menjadi pilot pesawat kepresidenan dan Menteri Panglima AU ini pensiun dini pada 1966. Sri Mulyono kemudian merintis usahanya lewat PT Daria Poultry, peternakan ayam bibit dari Amerika dan Jepang. Dari sepuluh ribu ekor ayam ternaknya, Sri Mulyono mengembangkan sayap bisnisnya ke bidang dirgantara. Beberapa usaha penerbangan yang dimilikinya antara lain PT Konavi Aviation Consultan, PT Desa Air Cargo, dan Biro Perjalanan Umum Desa Tour Royal Travel.

Menurut pengamat politik militer Salim Said dalam laporan Tiara, kebanyakan dari para jenderal ini sudah diincar pengusaha swasta dan dipesan dari jauh-jauh hari sebelum mereka pensiun. Meski tidak lagi punya wewenang di ketentaraan, mantan jenderal dianggap tetap punya wibawa dalam memimpin organisasi, apalagi yang punya pengalaman memimpin komando pasukan dan teritorial. Membubuhkan embel-embel nama jenderal dalam jajaran direksi pun kerap dijadikan jaminan untuk keamanan dan kelancaran usaha.

Power inilah yang seringkali menjadi incaran banyak pihak, khususnya non-militer,” kata Salim Said.

Baca juga: Persekutuan jenderal dan pengusaha

TAG

TNI Ekonomi herman sarens

ARTIKEL TERKAIT

Bambang Utoyo, KSAD Bertangan Satu Evolusi Angkatan Perang Indonesia Saat Baret Merah Dilatih Pasukan Katak Kisah Perwira TNI Sekolah di Luar Negeri Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian II – Habis) Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian I) Penerbangan Terakhir Kapten Mulyono Kapten Mulyono, Penerbang Tempur Pertama Indonesia Suka Duka Pasukan Perdamaian Indonesia di Gaza Pratu Misdi, Pasukan Perdamaian Indonesia yang Gugur di Gaza