Masuk Daftar
My Getplus

Penerbangan Terakhir Kapten Mulyono

Penerbang tempur pertama AURI ini dikenal karena pribadinya yang hangat. Di atas udara, dia punya ciri khas menerbangkan pesawat tempur dengan manuver akrobatik.

Oleh: Martin Sitompul | 06 Sep 2024
Kapten Udara Mulyono (1913--1951). Sumber: Dinas Penerangan TNI-AU dalam "Sejarah Angkatan Udara Indonesia (1950--1959)".

DI antara para kadet Sekolah Penerbang Maguwo, Mulyono terbilang yang menonjol dari kawan-kawan seangkatannya. Dia gigih berlatih untuk bisa menerbangkan pesawat. Pemuda Mulyono juga dikenal mempunyai pembawaan tenang, baik hati, terampil, dan ramah terhadap orang lain. Sebelum masuk sekolah penerbang, Mulyono merupakan masinis keretaapi di Madiun. Karena kebaikan hatinya, kawan-kawan kadet suka berkelakar terhadap Mulyono.

“Mukanya yang hitam itu hangus akibat selalu mencium asap batubara kereta api,” demikian kawan-kawan Mulyono meledeknya seperti terkisah dalam Sejarah Angkatan Udara Indonesia 1950--1959.

Meski masih kadet dengan nol jam terbang, Mulyono siap tempur kala melancarkan serangan udara balasan ke basis militer Belanda setelah agresi pertama. Pimpinan pelaksana serangan Komodor Muda Halim Perdanakusuma memerintahkan beberapa kadet menyerang Belanda di beberapa kota di Jawa Tengah. Kadet Sutardjo Sigit mendapat tugas menyerang Salatiga, Mulyono menyerang Semarang, dan Suharnoko Harbani menyerang Ambarawa.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kapten Mulyono, Penerbang Tempur Pertama Indonesia

Dalam misi penyerangan basis Belanda di Semarang, Mulyono menunggangi pesawat tukik (dive bomber) tipe Guntei. Pesawat itu membawa bom seberat 400 kg. Mulyono sukses menjalankan misinya. Basis Belanda di Semarang dibombardir pagi-pagi buta pada 29 Juli 1947.

“Kadet Mulyono yang mendapat tugas membom Semarang dan Suharnoko Harbai yang mencari sasaran Kota Ambarawa dapat melakukan pemboman tanpa ada gangguan teknis seperti yang dialami kadet Sutardjo Sigit,” demikian dituturkan dalam Kisah-Kisah Kepahlawanan Perang Kemerdekaan 1945--1949 dan Perang Merebut Kembali Irian Barat.

Selain terlibat dalam serangan udara AURI pertama itu, Mulyono juga ikut berjuang membawa obat-obatan kepada pejuang Republik di Yogyakarta dan Banten. Mulyono terbang pulang-pergi menggunakan pesawat latih Cureng untuk membantu pejuang-pejuang yang bergerilya di sana. Setelah menyelesaikan pendidikan kadetnya, Mulyono mendapatkan pangkat perwira Opsir Udara III. Selain itu, Mulyono juga memperoleh pendidikan lanjutan penerbang di Sekolah Penerbang Manila di Filipina.

Baca juga: Merekam Sejarah Penerbangan

Pada 1 Juni 1948, Opsir Udara III Mulyono mendarat di Kutaraja (kini Banda Aceh), Aceh. Rakyat setempat begitu antusias ketika pesawat angkut Avro Anson “RI-003” yang dipiloti Mulyono melayang-layang di atas Kota Blangbintang. Rakyat berseru-seru, “Selamat datang, selamat datang pesawat kita!” Pesawat itu pula yang berhasil menembus blokade Belanda terbang menuju Bukittinggi, Bengkulu, Tanjungkarang, Yogyakarta, dan Madiun dalam rangka konsolidasi perjuangan dan perhubungan dengan luar negeri.

Di masa revolusi, Mulyono mengalami berbagai penempatan tugas. Pada Juli 1948, dia dipindahkan ke Staf AURI Komando Sumatra yang bermarkas di Bukittinggi, Sumatra Barat. Desember 1949, Mulyono dipercaya sebagai komandan Pangkalan Udara (Lanud) Kutaraja, Aceh.

Setelah pengakuan kedaulatan, Mulyono jadi komandan Lanud Medan sekaligus memimpin serah terima pangkalan itu dari Belanda. Dari Medan, pada 1 April 1951, Mulyono ditempatkan di Lanud Cililitan (kini Halim Perdanakusuma). Selang beberapa hari kemudian, tepatnya pada 4 Aril 1951, Kapten Udara Mulyono diangkat menjadi komandan Skadron Pemburu Mustang di Komando Lanud Cililitan.

Baca juga: Jajan Tahu Pakai Pesawat Mustang

Mulyono dikenal sebagai penerbang pesawat tempur Mustang pertama yang dimiliki AURI. Ketika menerbangkan pesawat tempur itu, Mulyono dikenal dengan ciri khasnya dalam bermanuver. Mulyono berkali-kali berhasil melakukan terbang dengan aksi jatuh menukik tajam (dive) kemudian mendaki lagi dengan berputar (slowroll).

Namun, fatal terjadi waktu Mulyono demo terbang keliling Jawa dalam perayaan Lima Tahun AURI pada 12 April 1951. Pukul 17.00, Mulyono terbang dalam formasi tiga pesawat Mustang yang mengudara beriringan. Mulyono berada di posisi terdepan sebagai pemimpin skadron. Seperti biasa, Mulyono sehabis melakukan dive kemudian slowroll. Tiba-tiba terdengar suara ledakan tertahan. Sejurus kemudian asap mengebul di udara. Penonton yang berada di bawah menyaksikan api keluar dari pesawat. Semula mereka mengira itu bagian dari atraksi namun kemudian menyadari yang baru terjadi adalah kecelakaan.

“Pesawat Mustang menunjap ke tanah hingga motor dan kokpit masuk ke tanah sekira semeter. Berkat kegiatan penduduk di kampung itu (Kedung Klinter Gang 4), Kapten Mulyono dapat diangkat dari kokpitnya, tiga jam sesudah kecelakaan serta sesudah orang-orang menggali terus-menerus,” demikian dilansir Sin Po, 14 April 1951.

Baca juga: Penerbangan Terakhir Leo Wattimena

Mulyono gugur dalam insiden yang menjadi penerbangan terakhirnya itu. Jenazahnya dimakamkan keesokan harinya di pemakaman Taman Kusuma Bangsa, Surabaya. Nama Mulyono kemudian diabadikan di sejumlah tempat lingkungan Angkatan Udara untuk mengenang penerbang tempur pertama TNI AU ini. Beberapa di antaranya seperti Lapangan Olahraga Mulyono di Pangkalan AU Medan, Mess Mulyono di Lanud Iswahyudi, dan terkini Lanud Mulyono di Surabaya.

TAG

kapten mulyono tni au surabaya

ARTIKEL TERKAIT

Kapten Mulyono, Penerbang Tempur Pertama Indonesia Dari Kamp Nazi Lalu Desersi di Surabaya Dukung Kemerdekaan Indonesia Goresan Tinta Seniman Australia Merekam Revolusi Kemerdekaan Abdullah Mengayuh Becak dan Sejarah Bangsa Awak Artileri dalam Pertempuran 10 November "Tak Diakui" Kolonel Latief dalam Pertempuran 10 November di Surabaya Alibi Kapal Bocor Ala Inggris Menjaga Kebersihan Kota pada Zaman Belanda Awal Mula Lampu Penerangan Jalan di Surabaya Lapor Kebakaran Berhadiah Uang