Hari Minggu pagi, 29 September 1957, Kapal Talise bersandar di Pelabuhan II Tanjung Priok. Kapal itu mengangkut pasukan perdamaian Indonesia “Batalion Garuda I” setelah delapan bulan bertugas untuk misi perdamaian di Mesir. Seperti pahlawan yang baru pulang dari medan perang, kedatangan mereka disambut ribuan handai tolan. Mulai dari Wakil Perdana Menteri III Hardi, pembesar militer dan sipil, perwakilan negara asing, hingga atase-atase militer. Selain para pembesar, rakyat biasa termasuk keluarga prajurit turut menyongsong para pasukan.
“Pada umumnya anggota-anggota Batalion Garuda yang baru tiba kembali di tanah air itu, tampak segar-segar dan sehat walaupun tampak agak letih; mereka berpakaian uniform TNI lengkap dengan senjata-senjatanya memakai pet baret berwarna biru muda yang ditempeli dengan lencana PBB,” demikian diberitakan Harian Nasional, 1 Oktober 1957.
Di balik sambutan meriah pasukan Batalion Garuda I itu, terselip kabar duka. Harian Nasional menyebut seorang dari pasukan itu, yaitu Prajurit I (Pratu) Misdi, meninggal dalam tugas. Misdi tewas akibat letusan senjatanya sendiri sewaktu menjalankan tugas di daerah Gaza. Lain itu tidak ada keterangan lebih lanjut sehubungan dengan kematian Pratu Misdi.
Baca juga: Pasukan Perdamaian Indonesia di Gaza
Kolonel Suadi Suromihardjo dalam keterangan persnya mengatakan anggota Batalion Garuda I di Mesir bertugas di medan yang berat. Selama menjalankan misi sebagai pasukan polisi PBB, Batalion Garuda menempati daerah-daerah padang pasir di Semenanjung Sinai, serta daerah-daerah perbatasan Gaza, antara lain di El Sendura, El Nadep, Telul Akaba, El Balag, dan daerah Suez. Titik basis mereka ditempatkan secara terpencar bersama pasukan dari negara-negara lain.
“Tugas bagi pasukan-pasukan PBB pada umumnya dan juga pasukan Garuda ialah yang pertama menjaga agar jangan sampai ada orang-orang tidak bertanggung jawab menyelundup melalui perbatasan Mesir-Israel dan kedua membersihkan ranjau-ranjau,” terang Kolonel Suadi dikutip Nasional.
Menurut Suadi, ranjau-ranjau tersembunyi berserakan di gurun perbatasan Mesir-Israel. Ranjau-ranjau itu dipasang sejak 1947 ketika berkecamuk perang Arab-Israel pertama sehingga sukar untuk dikontrol. Persoalan ranjau itu turut dibenarkan Sersan Mayor Muksin, anggota Batalion Garuda yang bertugas di Teluk Akaba.
“Kami harus berhati-hati terhadap ranjau-ranjau, karena di daerah ini memang masih terdapat ranjau-ranjau yang tersembunyi,” tutur Muksin dalam Star Weekly, 1 Juni 1957.
Baca juga: Pak Oerip Nyaris Terkena Ranjau
Meski sangat berbahaya, menurut sumber militer Indonesia, penyebab gugurnya Pratu Misdi bukanlah akibat ledakan ranjau. Menurut buku “Sam Karya Bhirawa Anoraga”: Sedjarah Militer Kodam VII/Brawidjaja, Prajurit I Misdi merupakan anggota Batalion Garuda I yang berasal dari Resimen XIII Tentara Teritorium (TT) IV/Diponegoro. Menyangkut kematian Pratu Misdi, keterangan dalam buku terbitan Kodam Brawijaya pada 1968 tersebut agak berbeda dengan Harian Nasional. Misdi memang disebutkan meninggal di Gaza atau lebih tepatnya di Rafah. Tapi, penyebabnya bukan karena letusan tembakan, melainkan kecelakaan.
“Batalion ini telah kembali ke tanah air dengan kehilangan seorang anak buahnya bernama Misdi, Prajurit I, meninggal dunia dalam menjalankan tugasnya dari akibat kecelakaan di Rafah suatu daerah diujung selatan Gaza tempat kesatuan-kesatuan Garuda berkemah,” ulas Semdam VIII/Brawidjaja.
Sementara itu, buku Sedjarah TNI-AD Kodam VII/Diponegoro terbitan Yayasan Penerbit Diponegoro (1968), sama sekali tidak menyebut nama Pratu Misdi. Versi lain tentang gugurnya Pratu Misdi diberitakan oleh suratkabar Belanda de Preangerbode, 20 Agustus 1957. Pratu Misdi dalam de Preangerbode disebutkan bernama Mahdi, berusia 25 tahun dan berasal dari Magelang. Dia tewas dalam insiden penembakan di wilayah Gaza saat sedang bertugas patroli.
“Berdasarkan laporan medis yang ditandatangani kapten asal Kanada, J.F. Haley, ditemukan luka bakar mesiu di dahi, sehingga dapat diasumsikan bahwa Mahdi ditembak di kepala dari jarak dekat dengan pistol,” lansir de Preangerbode.
Baca juga: Herman Sarens, Perwira yang Nyaris Ditembak Soeharto
Misdi (atau Mahdi dalam de Preangerbode), merupakan korban kedua di antara anggota Batalion Garuda dalam insiden penembakan di wilayah Gaza. Sementara yang lain berhasil selamat, nasib Misdi berakhir nahas. Jenazahnya diterbangkan dari Mesir dengan pesawat Air Ceylon ke Singapura untuk kemudian diterbangkan lagi ke Jakarta. Jenazah Misdi didampingi Kapten Harsono dari pasukan Batalion Garuda. Dalam persiapan penerbangan ke Indonesia, jenazah Misdi sempat tertahan di Singapura.
“Jenazah salah satu anggota pasukan Garuda Indonesia yang tewas dalam kecelakaan di kawasan Gaza tertahan di Singapura karena pintu pesawat GIA yang akan membawa mereka ke Jakarta ternyata terlalu kecil untuk menampung peti mati,” lansir de Preangerbode.