Masuk Daftar
My Getplus

Evolusi Angkatan Perang Indonesia

Seberapa kuat tentara kita di masa Sukarno? Menggali informasi mengenai pertahanan dan keamanan negara melalui arsip.

Oleh: Zalfaa Rizqi Nuraulia | 05 Okt 2024
Pengangkatan Jenderal Soedirman. (IPPHOS/ANRI)

“ANEH, negara zonder tentara.” Itulah pernyataan terkenal dari Oerip Soemohardjo, mantan perwira Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL), tak lama setelah Indonesia merdeka. Atas dorongan Oerip dan sejumlah rekannya, terbitlah Dekrit Presiden 5 Oktober 1945 tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang kini dikenal dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

“Sejarah lahirnya TNI itu unik sekali. Kenapa unik? Indonesia merdeka bulan Agustus, sementara TKR baru dibentuk dua bulan setelahnya (bulan Oktober). Dalam dua bulan lebih, negara ada, tetapi zonder tentara,” ujar sejarawan militer Genoveva Ambar Wulan Tulistyowati.

Pernyataan Ambar disampaikan pada acara “Ekspose Guide Arsip Pertahanan dan Keamanan Negara Era Presiden Sukarno 1945-1967” yang digelar oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Hotel Aston Priority Simatupang & Conference Center Jakarta, 26 September 2024.

Advertising
Advertising

Menurut Wulan, ada beberapa alasan kenapa saat itu negara zonder tentara. Pertama, Indonesia yang baru merdeka ingin menunjukkan citra sebagai negara “cinta damai”. Anggapan Indonesia sebagai negara fasis sangat dihindari. Kedua, masih ada tentara Jepang yang diminta oleh Sekutu untuk menjaga status quo.

“Mungkin pemimpin nasional waktu itu belum pede membuat organisasi tentara yang terlatih, senjata memadai, komando, dan disiplin,” ujar Ambar.

TKR merupakan peningkatan fungsi Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk sesuai hasil sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 19 Agustus 1945. BKR sendiri bukanlah angkatan perang tapi korps rehabilitasi perang. BKR merupakan bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang.

Untuk memperluas fungsi ketentaraan, TKR berevolusi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dan kemudian Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

Sementara itu, Praditya Mer Hananto, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memaparkan mengenai strategi pertahanan yang mengimplementasikan smart defence. Strategi yang menggabungkan antara teknologi modern dan prinsip-prinsip pertahanan semesta sudah diterapkan sejak era Sukarno.

Foto kiri: Penetapan Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tentang penyatuan tentara RI dan laskar-laskar yang ada menjadi satu organisasi Tentara Nasional Indonesia tanggal 5 Mei 1947 (nomor arsip 1261). Foto kanan: Surat penetapan Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkata Perang RI tanggal 3 Juni 1947 tentang Pengesahan berdirinya TNI (nomor arsip 816). (Zalfa/Histori.ID)

 

Arti Penting

Pengakuan kedaulatan Indonesia yang dicapai melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949 menjadi titik penting dalam membangun Angkatan Perang. Tak heran jika Presiden Sukarno memberi judul amanatnya pada perayaan Hari Angkatan Perang di Jakarta, 5 Oktober 1950: “Angkatan Perang, Bersiap!”.

Bagi Presiden Sukarno, pembentukan Angkatan Perang dengan jumlah anggota begitu besar dan dalam waktu yang pendek merupakan hasil terbesar dari Revolusi Indonesia. “5 Oktober adalah hari yang maha-maha penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan kita!.”

Bahkan, untuk menggambarkan arti penting 5 Oktober, Sukarno berkata: “Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak dapat ditulis, apabila tidak boleh ditulis pula di dalamnya sejarah Angkatan Perang Indonesia.”

Menurut Sukarno, 5 Oktober bukanlah hari perayaan bagi anggota-anggota Angkatan Perang saja tapi juga seluruh rakyat Indonesia. Sayangnya, ada yang kosong dalam perayaan kali ini karena ketidakhadiran Jenderal Sudirman yang belum genap setahun wafat.

“Jenderal Soedirman telah mati, tetapi tidak mati bahkan Insya Allah akan hidup terus semangat yang oleh beliau tanamkan di dalam dada anak-anaknya,” ujar Sukarno.

Setelah pengakuan kedaulatan, Angkatan Perang menghadapi soal lain yang amat penting. Salah satunya menyesuaikan diri dengan konstelasi baru, baik mengenai susunan, kekuatan, maupun tingkatannya.

“Tingkatan dari Angkatan Darat kita, Angkatan Laut kita, Angkatan Udara kita, belum ada 10% dari yang seharusnya ada di sini, melihat luasnya Indonesia, pentingnya letak Indonesia, besarnya kekayaan-kekayaan Indonesia!”

Namun, membangun Angkatan Perang yang kuat bukanlah perkara mudah. Ada beragam tantangan yang harus dihadapi. Dari bagaimana membenahi kelembagaan hingga sumber daya maupun menghadapi ancaman internal dan eksternal.

Demi memahami kondisi dan kebijakan yang diterapkan pemerintahan Sukarno di bidang pertahanan dan keamanan negara inilah ANRI menyusun Guide Arsip Pertahahan dan Keamanan Negara Era Presiden Sukarno 1945-1967.

 

Guide

Selama ini masyarakat cenderung mempersempit pemahaman mengenai pertahanan dan keamanan. Padahal keamanan mencakup dimensi yang lebih luas. Bukan hanya berkaitan dengan aspek militer tapi juga keamanan ekonomi, pangan, dan energi. Sedangkan pertahanan dan keamanan negara berfokus pada kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial.

Selain itu, terdapat pandangan umum yang menyederhanakan pertahanan sebagai tanggung jawab TNI (TNI) dan keamanan sebagai domain Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Hal ini juga terlihat dalam Pasal 30 UUD 1945 setelah amandemen.

“Agak membingungkan,” ujar Muhammad Tama Bara Sakti, arsiparis ahli pertama yang juga koordinator Tim Akuisisi dan Pengolahan Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan ANRI. “Harusnya itu adalah satu gabungan. Maka dari itu kita membatasi menjadi pertahanan dan keamanan negara.”

Alhasil, dengan adanya Guide Arsip Pertahanan dan Keamanan Negara Era Presiden Sukarno 1945-1967, Tama berharap para peneliti dapat memberikan konteks dan makna terhadap arsip-arsip mengenai pertahanan dan keamanan di era Presiden Sukarno.

Guide ini bersumber dari himpunan khazanah arsip statis ANRI dengan total 409 nomor arsip, yang terdiri dari arsip tekstual, arsip foto, dan arsip film. Isi Guide ini dibagi atas empat aspek pertahanan dan keamanan negara.

Pertama, aspek kelembagaan dengan 35 nomor arsip tekstual. Meliputi antara lain pembentukan dan penguatan Angkatan Perang Republik Indonesia. Misalnya, arsip Penetapan No. 2/SD tanggal 7 Januari 1946 tentang Penggantian Nama Tentara Keamanan Rakyat Menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Penggantian Nama Kementerian Keamanan Menjadi Kementerian Pertahanan. Ada juga Surat Penetapan Presiden RI Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI tanggal 3 Juni 1947 tentang Pengesahan Secara Resmi Berdirinya TNI.

Terdapat pula integrasi Kepolisian Negara ke dalam struktur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia serta pembentukan lembaga-lembaga strategis nonkementerian seperti Lembaga Pertahanan Nasional dan Dewan Keamanan Nasional.

Kedua, aspek sumber daya yang terdiri dari 56 arsip tekstual, 98 arsip foto, dan 18 arsip film. Di sini antara lain terdapat Keputusan Presiden RI Sukarno tanggal 26 Juni 1946 tentang Pengangkatan Panglima Besar R. Soedirman Menjadi Pemimpin Tentara Darat, Laut Dan Udara.

Arsip mengenai sumber daya pertahanan dan keamanan negara juga tergambarkan dalam perayaan Hari Ulang Tahun Angkatan Perang Republik Indonesia, yang sering kali ditandai dengan parade alutsista dan kekuatan tentara. Selain itu, doktrinisasi pertahanan dan keamanan negara yang dilakukan oleh Presiden Sukarno serta kebijakan merekrut anggota laskar untuk menjadi tentara reguler.

Ketiga, aspek ancaman eksternal yang terdiri dari 50 arsip tekstual, 39 arsip foto, dan 8 arsip film. Ancaman eksternal terjadi pada masa Perang Kemerdekaan dan Demokrasi Terpimpin. Pada masa perang kemerdekaan, pemerintah menghadapi upaya Belanda untuk menguasai kembali bekas koloninya. Sedangkan masa Demokrasi Terpimpin, pemerintahan Sukarno berupaya membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda melalui Operasi Trikora (1961-1962) dan melawan pembentukan Federasi Malaysia lewat Operasi Dwikora (1963-1966).

Dalam guide, arsip-arsip yang berkaitan dengan Operasi Trikora dan Dwikora berupa arsip foto dan film. Misalnya, arsip film Pusat Produksi Film Negara (PPFN) No. SK 33 RI berjudul Komando Rakyat untuk Pembebasan Irian Barat (Bagian 1). Arsip tersebut menampilkan Presiden Sukarno mengumandangkan Trikora untuk kali pertama di Alun-Alun Utara Yogyakarta pada 19 Desember 1961. Lalu arsip Dwikora ada pada Inventaris Arsip KOTI 1963-1967 No. 754 berisikan laporan Presiden Sukarno mengenai pemanfaatan gerakan sukarelawan dalam melaksanakan Dwikora pada tanggal 24 Juni 1965.  

Keempat, aspek ancaman internal yang terdiri dari 77 arsip tekstual, 22 arsip foto, dan 5 arsip film. Terdapat arsip-arsip upaya pemerintahan Sukarno menghadapi pemberontakan dan gerakan separatis: pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Muso di Madiun, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin oleh Kartosuwiryo di Jawa Barat, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)/Perjuangan Semesta (Permesta) yang terjadi di Sumatra Barat dan Sulawesi Utara, Andi Aziz di Sulawesi Selatan, gerakan WF Nainggolan di Sumatra, hingga Gerakan 30 September 1965 (G30S).

Misalnya, dalam guide terdapat informasi arsip dari Inventaris Arsip Sekretariat Negara Kabinet Perdana Menteri 1950-1959 No. 951 yang berkaitan proklamasi Negara Islam Indonesia (NII) dan perintah penyerangan. Isi arsipnya berupa surat-menyurat dari Perdana Menteri mengenai perundingan gerombolan DI/TII di Gunung Tjakrabuwana dan aktivitas kegiatan mereka di Jawa Barat kepada Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) pada 5 Desember 1950-10 April 1951. 

Guide Arsip Pertahanan dan Keamanan Negara Era Presiden Sukarno 1945-1967 ini diharapkan bisa membantu para pengguna dalam menggali informasi sekaligus memahami dengan lebih baik kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh pemerintahan Sukarno dalam bidang pertahanan dan keamanan.*

TAG

sejarah tni knil oeripsoemohardjo jenderal soedirman sukarno

ARTIKEL TERKAIT

KNIL Jerman Ikut Kempeitai Gara-gara Batang Pohon, Kapten KNIL Quant Tewas Komandan Belanda Tewas di Korea Salib Lombok dari Belanda Pun Dirampas Juga Kisah Perwira Luksemburg di Jawa Petualangan Said Abdullah di Lombok Bung Karno dan Jenderal S. Parman Penggila Wayang Kisah Letnan Nicolaas Silanoe Jenderal "Jago Perang" Belanda Meregang Nyawa di Pulau Dewata Jenderal-Jenderal Belanda yang Kehilangan Nyawa di Aceh