Suami Mata Hari Lawan Sisingamangaradja XII

Keturunan perwira Belanda berdarah Skotlandia, Rudolf MacLeod sejak muda jadi tentara dan dikirim ke Hindia Belanda.

Oleh: Petrik Matanasi | 11 Apr 2025
Suami Mata Hari Lawan Sisingamangaradja XII
Rudolf MacLeod semasa kecil bersama ayahnya. (Wikipedia.org)

MARGARETHA Geertruida Zelle yang dikenal sebagai Mata Hari mencatatkan dirinya menjadi perempuan yang mempunyai pengaruh, khususnya di dunia intelijen. Perempuan yang pernah tinggal di Jawa dan punya skill menari Jawa itu ke Hindia Belanda berkat perkawinannya dengan serdadu Belanda bernama Rudolf John MacLeod.

Macleod, yang merupakan marga asal Skotlandia, leluhurnya sudah ada di Belanda sejak abad ke-18. Rudolph sudah lahir di Belanda dari keluarga tentara. Dia lahir di Heuklom pada 1 Maret 1856. Ayahnya seorang perwira, Kapten John Brienen McLeod. Sementara ibunya, Barones Dina Louisa Sweerts de Landas, berasal dari golongan ningrat. Menurut Letnan Kolonel John Macinnes dalam The Brave Sons of Skye, ayah Rudolf merupakan anggota Angkatan Laut Belanda. Dia anak dari Jenderal Mayor Norman McLeod dan Sarah Evens.

Profesi ayahnya yang tentara berpengaruh besar pada pribadi Rudolf. Maka dia kemudian masuk dinas ketentaraan Belanda.

Advertising
Advertising

“Saat masih belia, Rudolph bergabung dengan tentara Belanda, tempat ia meniti karier dengan cepat,” Marijke Huisman dalam Rudolph MacLeod: het Zwarte Schaap in de Levensgeschiedenis van Mata Hari (2011).

Sejak 15 Agustus 1872, Rudolf bergabung dalam batalyon pelatihan. Pada 1 Januari 1873, dia sudah dijadikan kopral kehormatan dan pada 6 Maret 1874 menjadi sersan kehormatan. Ketika usianya baru 20 tahun dia menjadi sersan secara penuh. Setahun kemudian, usia 21 tahun, dia sudah berpangkat letnan dua, lalu pada 22 Juli 1877 dia naik pangkat jadi letnan dua untuk tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL).

Rudolf lalu ditugaskan ke Hindia Belanda. Dia tiba di Batavia pada 27 Desember 1877. Koran Bataviaasch Handelsblad tanggal 10 Januari 1878 menyebut dirinya ditempatkan dalam Batalyon Infanteri ke-15 ketika baru saja tiba dari negerinya.

Saat Rudolf tiba di Hindia Belanda, Perang Aceh sudah berkecamuk. Rudolf muda pun dikirim ke perang yang amat merepotkan pemerintah Hindia Belanda itu.

“Pada 1878, Macleod ambil bagian dalam operasi militer di Toba, di Pantai Barat Sumatra, dan operasi militer melawan orang Aceh, atau Atcheen, pada 1878-1883 dan 1890-1892. Dia dianugrahi bintang penghargaan untuk jasa pentingnya pada 1878-1880 di Aceh, dan bintang penghargaan menonjol selama masa pengabdiannya sebagai perwira,” kata John Macinnes.

Dalam perang di Toba itu KNIL menghadapi pasukan Raja Batak Sisingamangaradja XII. Performa Rudolf terbilang baik dalam perang tersebut sehingga, menurut Java Bode tanggal 16 Desember 1881, pangkatnya naik menjadi letnan satu (lettu) pada akhir 1881.

Lettu Rudolf kemudian ditempatkan di Batalyon Infanteri ke-14 yang sedang berada di Aceh. Di sana dia sempat dia dipindahkan ke Batalyon ke-3 sebelum ke Batalyon ke-6 sebagai ajudan pada 11 November 1889.

Lettu Rudolf lama tinggal di Hindia Belanda. Setidaknya selama 12 tahun dia tidak pernah pulang ke negeri Belanda meskipun ada jatah cuti tahunan bagi perwira yang telah beberapa tahun berdinas. Lantaran itulah dia kemudian mengambil cuti. Koran Bataviaasch Handelsblad tanggal 23 Juni 1890 menyebut Rudolf mendapat izin cuti dua tahun ke Eropa pada pertengahan 1890.

Pada tahun di mana cutinya berakhir, 1892, pangkat Rudolf naik lagi menjadi kapten. Setelah kembali bertugas, dia ambil cuti lagi untuk pulang ke kampung halamannya pada 1895.

Di Negeri Belanda, Kapten Rudolf disambut hangat oleh kawannya, Balbian Verster. Sang kawan memasang iklan di koran yang bunyinya: Seorang perwira yang sedang cuti dari Hindia Belanda mencari kenalan seorang wanita muda yang berkarakter menyenangkan; tujuan: pernikahan.

Iklan itu disambut Margaretha Geertruida Zelle, putri pembuat topi. Geertruida masih 18 tahun umurnya.

Pernikahan antara Kapten Rudolf dan Geertruida pun berlangsung di Amsterdam pada 11 Juli 1895. Balbian Verster dan penerbit HJW Becht sebagai saksinya. Usia Kapten Rudolph kala itu dan 39 tahun. Mereka kemudian berbulan madu sebentar ke Jerman.

Keluarga baru itu kemudian pindah ke sebuah rumah di Leidsekade 79. Mereka tinggal di sana hingga pasangan itu harus ke Hindia Belanda karena Kapten Rudolph harus kembali bertugas.

Di Hindia Belanda, mereka kemudian tinggal di Medan dan Malang. Mereka dikaruniai dua anak: Louise Jeanne MacLeod dan Norman John Macleod.

Namun, perkawinan itu berumur singkat. Rudolf yang sudah berpangkat mayor dan Geertruida bercerai setelah kematian anak laki-laki mereka Norman. Setelah bercerai, Mayor Rudolf menikah dua kali, dengan Elizabeth Martina Christina van der Mast dan kemudian Grietjie Meijer. Sementara, Geertruida mantan istrinya belakangan menjadi penari dan mata-mata dengan nama Mata Hari hingga akhirnya dihukum Perancis pada 1917.

TAG

knil mata mata sisingamangaraja xii

ARTIKEL TERKAIT

Jasa Letnan Joseph Rakarias Tak Dihargai Belanda Gaji Letnan Pribumi Setengah Letnan Belanda Bandara Manggar yang Hilang Orang Madura dalam Perang Aceh Terjajahnya Kerajaan Letta Kopral Cohen Dua Kali dapat Bintang Penghargaan Militer Kisah Kapten Konig Senior I Gusti Ngurah Rai Perwira TNI Dinaturalisasi ke Belanda Raden Mattaher dan Durian di Muaro Jambi Kapten KNIL Jadi Tuan Tanah Citeureup