Perwira TNI Dinaturalisasi ke Belanda

Sekarang ramai naturalisasi pemain Eropa, termasuk Belanda, ke Timnas Indonesia. Dulu, perwira TNI dinaturalisasi menjadi warga Belanda.

Oleh: Petrik Matanasi | 16 Jan 2025
Perwira TNI Dinaturalisasi ke Belanda
Kapten Kaihatu. (Malang Post/Perspusnas RI)

NATURALISASI masih jadi prioritas PSSI untuk mendongkrak prestasi sepakbola Indonesia di kancah regional maupun internasional. Para pesepakbola Eropa, terutama Belanda, yang punya leluhur berdarah Indonesia jadi sasaran proyek tersebut hingga muncul julukan Timnas Indonesia sebagai “timnas cabang” sedangkan Timnas Belanda sebagai “timnas pusat”. Di bawah kepemimpinan Patrick Kluivert, yang baru melatih beberapa hari, naturalisasi tetap dijalankan.

Jika sekarang naturalisasi menyasar orang-orang kulit putih, terutama Belanda, di masa lalu kebalikannya. Orang Indonesia pun pernah “dinaturalisasi” oleh Belanda. Tapi bukan pemain sepakbola.

Adalah Petrus Alexander Kaihatu, Nyong Ambon kelahiran Palembang, 31 Desember 1910, yang menjadi salah satu orang yang dinaturalisasi itu. Petrus bukanlah pesepakbola ataupun olahrgawan, tapi seorang serdadu.

Advertising
Advertising

Menurut stamboek-nya, Petrus merupakan putra dari pasangan Hermanus Kaihatu dan Leonora Pattinama. Keduanya tinggal di Weltevreden (kini sekitar Gambir-Harmoni, Jakarta).

Pada 27 Mei 1930, Petrus mendaftar jadi serdadu milisi pada tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL). Ia diterima. Nomor stamboek-nya adalah 89285. Petrus sudah mengikuti pelatihan di bagian artileri medan (armed) pada 27 November 1930.  

Setelah cuti panjang, 9 Mei-25 Juni 1931, Petrus memulai kontraknya untuk kemudian dinas tiga tahun. Dia mendapat pangkat fuselier (prajurit infanteri rendahan). Namun karena prestasinya baik, dia bisa naik pangkat hingga Infanteris kelas satu dan ditempatkan di Kaderschool. Pada 10 Oktober 1935, pangkatnya dipromosikan menjadi brigadir tituler (semacam kopral sementara dengan gaji prajurit). Baru pada 2 Juni 1936 pangkat brigadir penuhnya resmi dia terima.

Lagi-lagi, prestasi baiknya membuatnya cepat naik menjadi bintara. Setelah mendapat promosi sersan pada 7 Agustus 1937, dia naik menjadi sersan penuh pada 28 Februari 1938. Lalu, pangkatnya naik lagi menjadi sersan mayor instruktur menjelang masuknya tentara Jepang. Dia ditugaskan di Depot Batalyon Infanteri ke-7.

Sebagaimana umumnya prajurit KNIL dan juga orang-orang sipil Belanda, Petrus juga ditawan begitu Jepang berkuasa pada 1942. Kartu tawanan perangnya menginformasikan, Petrus mengaku berasal dari Kebumen, Jawa Tengah. Alamat referensi yang diberikannya, menurut kartu tersebut, adalah keluarga L. Pondaag di Kebumen. Tidak jelas siapa Pondaag yang dimaksud.

Orang Ambon tampaknya tak bisa bebas berkeliaran di Jawa. Tentara Jepang mencurigai orang seperti Petrus sebagai mata-mata Belanda yang membahayakan pihak Jepang.

Setelah tentara Jepang dikalahkan Sekutu, Petrus bisa kembali bebas. Dia kembali berdinas di KNIL. Namun itu tak lama karena pada 30 September 1946 dia naik pesawat ke Belanda. Sejak 4 Oktober 1946, dia menjadi pelatih untuk batalyon tentara Belanda (Koninklijk Landmacht) di Kijkduin.

Beberapa bulan di Belanda, pada 21 Oktober  1946 Petrus kembali ke Indonesia. Dia terus berdinas di KNIL hingga 1950, dengan pangkat mencapai Onderluitenant (letnan muda). Saat itu dirinya sudah dua dekade menjadi tentara KNIL. Petrus memilih tetap di Indonesia. Petrus lalu menikah dengan Frederika Kramer –perempuan kelahiran Magelang, 21 Juni 1931–  di Malang pada 22 Juni 1949.

Selain Petrus Kaihatu, ada Letnan Muda KNIL lain bermarga sama, yakni Dominggus Jacob Kaihatu, yang dikenal sebagai Pace Kaihatu. Pada 1950, dia sudah 32 tahun berdinas di KNIL. Koran Trouw tanggal 28 Oktober 1950 memberitakan, Pace Kaihatu dituduh ikut serta dalam Angkatan  Perang Ratu Adil (APRA) pimpinan Kapten Raymond Westerling sehingga dihukum lima bulan penjara. APRA merupakan penentang Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelahnya, pria berumur 51 tahun itu ikut pergi ke Negeri Belanda.

Berbeda dari Pace Kaihatu, Petrus Kaihatu memilih jalan berbeda usai pengakuan kedaulatan RI. Dirinya masuk Angkatan Perang daripada RIS (APRIS) dan dijadikan sebagai kapten. Bersama pasukannya, dia bergabung di Malang pada April 1950. Koran Malang Post edisi 8 April 1950 menyebut pasukan bekas KNIL yang bersama Kaihatu dan disebut Batalyon 52 itu telat bergabung karena adanya pengacauan dari beberapa pihak yang tak ingin bergabung dengan RI. Menurut Kapten Kaihatu, bekas KNIL itu dengan sadar bergabung ke APRIS bukan karena kenaikan pangkat. Mereka bahkan rela dengan gaji yang turun banyak dibandingkan sewaktu di KNIL.

Menurut Malang Post tanggal 11 April 1950, di dalam Batalyon 52 itu terdapat lima serdadu Indo dan tiga serdadu berdarah Tionghoa. Mereka berasrama di Rampal, Malang.

“Maka batalyon 52 ini sementara waktu masih menggunakan komando-komando dalam bahasa Belanda, sebab hal ini tidak bisa diganti sekaligus,” kata Kapten Kaihatu dikutip Malang Post, 11 April 1950.

Batalyon 52 berada di bawah Brigade 18 yang dipimpin Letnan Kolonel Abimanjoe. Nomor batalyon itu lalu diganti menjadi Batalyon Infanteri  528. Petrus sendiri, menurut Malang Post, dikabarkan akan naik pangkat menjadi mayor pada Agustus 1950.

Namun, tidak diketahui apakah dia benar-benar jadi naik pangkat atau tidak. Sebab, hanya sedikit eks perwira KNIL yang kemudian bagus kariernya di TNI. Yang pasti, seiring perjalanan waktu nama Petrus Alexander Kaihatu kemudian menghilang. Nama yang sama justru muncul dalam Dokumen Naturalisasi 1964 Kerajaan Belanda. Selain nama sama, dokumen tersebut juga menginformasikan bahwa yang bersangkutan juga dilahirkan di Palembang pada 31 Desember 1910, sementara tinggalnya di Apeldoorn, Belanda. Menurut koran De Telegraaf tanggal 12 Januari 1993, Petrus yang duda ditinggal mati oleh Frederika Kramer pada 1982, akhirnya meninggal dunia pada 9 Januari 1993 pada usia 82 tahun.

TAG

knil tni raymond-westerling maluku

ARTIKEL TERKAIT

Kopral Cohen Dua Kali dapat Bintang Penghargaan Militer Kisah Kapten Konig Senior I Gusti Ngurah Rai Berhenti Jadi Polisi, Mattulada Jadi Ilmuwan Raden Mattaher dan Durian di Muaro Jambi Bambang Utoyo, KSAD Bertangan Satu Kapten KNIL Jadi Tuan Tanah Citeureup Belanda Tuan Tanah Cisarua Jenderal Belanda Tewas di Lombok Bos Sawit Tewas di Siantar Pelatih Galak dari Lembah Tidar