Bung Karno Pahlawan Islam

Dalam Konferensi Islam Asia Afrika 1965, Presiden Sukarno dianugerahi gelar Pahlawan Islam dan Kemerdekaan. Meski tersanjung, Bung Karno lebih senang dirinya disebut sebagai Hamba Allah saja.

Oleh: Martin Sitompul | 08 Mar 2025
Bung Karno Pahlawan Islam
Presiden Sukarno menerima laporan pelaksanaan Konferensi Islam Asia Afrika dari Sekjen Ahmad Syaikhu di Stadion Gelora Bung Karno, 14 Maret 1965. (Perpusnas RI.)

SEDERET gelar kehormatan tersemat kepada Presiden RI ke-1 Sukarno. Mulai dari Bapak Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Pemimpin Besar Revolusi, hingga Penyambung Lidah Rakyat. Dari sekian banyak gelar kehormatan, tak semua berkenan bagi Bung Karno. Seperti misalnya gelar Rimbawan Agung dari Departemen Kehutanan, yang mengingatkan orang kepada tarzan si manusia hutan. Atau gelar “nabi” pemberian kelompok Agama Djawa Asli Republik Indonesia (ADARI), yang tentu saja ditolak Bung Karno karena menjurus bid'ah.

Pada 1965, Presiden Sukarno mendapat gelar kehormatan lagi di bidang keagamaan: Pahlawan Islam dan Kemerdekaan. Penobatan gelar itu bertepatan dengan penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) di Bandung pada 6—14 Maret 1965. Pengusulan gelar kehormatan itu diajukan Ketua Delegasi Sri Lanka Abdul Rasjid dalam sidang pleno pertama pada hari kedua KIAA.

“Presiden Sukarno bukan hanya Presiden Indonesia, melainkan juga pemimpin dari seluruh dunia Islam. Presiden Sukarno juga adalah pemimpin kami,” kata Rasjid seperti dikutip Berita Yudha, 9 Maret 1965.

Advertising
Advertising

Baca juga: Menyatukan Umat Muslim Dunia Lewat Konferensi Islam Asia Afrika

Rasjid tidak setuju kalau dikatakan Presiden Sukarno hanyalah pemimpin Indonesia. Ditegaskannya bahwa Bung Karno juga pemimpin dari seluruh dunia Islam. Untuk melawan imperialisme, sambung Rasjid, perlu adanya persatuan diantara umat Islam Asia Afrika. Dia menyarankan agar Konferensi Islam Asia Afrika I sebaiknya dinamakan Konferensi Islam sedunia, karena umat Islam terbesar di dunia berada di Asia dan Afrika.

Seperti Rasjid, Delegasi India Muftiatiqurrahman dalam pandangannya menyatakan bahwa Bung Karno adalah pemimpin besar. Dia juga menyinggung hubungan kultur antara India dan Indonesia amat rapat sekali. Sebagai agama yang universal, menurut Mufti, umat Islam mempunyai tanggung jawab terhadap kemakmuran dan keadilan manusia.

Sambutan hangat juga disampaikan Delegasi Lebanon. Dalam Duta Masjarakat, 9 Maret 1965, Delegasi Lebanon menyebut Presiden Sukarno adalah seorang pejuang yang teguh. Dia sekaligus mendoakan agar Bung Karno panjang umur dan terus berjuang. Begitu pula Delegasi Kenya yang mengatakan bahwa Kenya patut mencontoh revolusi Indonesia, sejauh kesanggupan yang ada padanya.

“Semoga Allah membantu Presiden Sukarno didalam perlawanan menghadapi musuh-musuhnya,” disampaikan Delegasi Kenya diwartakan Duta Masjarakat, 9 Maret 1965.

Baca juga: Konferensi Islam Asia Afrika Bikin Malaysia Senewen

Pada hari ke-4 konferensi, 9 Maret 1965, seturut Pudjiastuti Sudewo dalam skripsinya “Konferensi Islam Asia Afrika I” di Universitas Indonesia (1989), adalah sidang untuk membahas makalah-makalah yang telah ditetapkan dalam Konferensi Pendahuluan KIAA setahun sebelumnya. Ketua Delegasi Sri Lanka Abdul Rasjid dalam pidatonya mengusulkan agar Presiden Sukarno oleh sidang KIAA diberi gelar “Pahlawan Islam dan Kemerdekaan” (Champion of Islam and Freedom). Usul tersebut mendapatkan sambutan tepuk tangan dari para peserta sidang. Dalam sidang hari itu, Abdul Rasjid kembali memprotes sebutan Bung Karno sebagai pemimpin Indonesia saja.

“Tidak,” katanya, “Kami pun merasai mempunyai Bung Karno.”

Segera sesudah Abdul Rasjid dari Srilanka mengemukakan usulnya, semua delegasi yang ada telah menyatanyakan persetujuan secara aklamasi. Wakil-wakil delegasi negara lain pun setuju bahwa Presiden Sukarno sebagai pemimpin besar kaum Muslimin. Sebagian dari mereka bahkan mengharapkan agar Presiden Sukarno dapat menerima gelar kehormatan itu sendiri ditengah-tengah konferensi di Bandung. Atas gelar tersebut, Ketua Delegasi Indonesia Arudji Kartawinata menyampaikan rasa terimakasihnya kepada pimpinan sidang dan peserta konferensi.

“Seluruh Konferensi Bersepakat: Bung Karno Seorang Pendekar Islam dan Kemerdekaan,” demikian diberitakan Duta Masjarakat, 10 Maret 1965.

Dalam Majalah Mimbar Indonesia, Edisi Februari-Maret 1965, gelar Pahlawan Islam dan Kemerdekaan untuk Bung Karno diberikan atas jasanya dalam mengembangkan agama Islam dan membela bangsa-bangsa terjajah dari penindasan imperialisme.

Baca juga: Jaringan Kosmopolitan Islam dan Komunis dalam Arus Revolusi

Ketika KIAA ditutup pada 14 Maret 1965 di Stadion Gelora Bung Karno, Presiden Sukarno menyatakan rasa haru atas gelar kehormatan yang disematkan padanya. “Saya sebenarnya merasa belum pantas dapat gelar yang demikian itu,” kata Bung Karno dalam pidatonya disiarkan Duta Masjarakat, 15 Maret 1965. Pada jamuan makan malam di Istana Bogor, Bung Karno berramah-tamah dengan para delegasi KIAA. Diterangkannya kepada para delegasi itu, bahwa dirinya acap kali mendapat sebutan-sebutan kehormatan dan berbagai julukan agung.

“Akan tetapi,” kata Bung Karno, “Saya sebenarnya adalah hamba Allah yang sederhana.”

Meski demikian, Bung Karno tampaknya berkenan pula dengan gelar kehormatan hadiah dari sidang KIAA itu. Setelah menerima gelar itu, nama Presiden Sukarno selalu dituliskan lengkap dengan gelar berderet pada berbagai kesempatan, seperti dalam melantik pejabat di Istana atau ketika menyampaikan amanat. Demikian tertera: P.J.M Presiden Sukarno, Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi Indonesia/Pahlawan Islam dan Kemerdekan.

Baca juga: Riwayat Panggilan Hormat Pada Pejabat

TAG

konferensi islam asia afrika sukarno

ARTIKEL TERKAIT

Titiek Puspa di Antara Sukarno dan Soeharto Anjangsana Sukarno ke Negerinya Kemal Pasha Operasi Pemberantasan Buta Gizi Masa Sukarno Operasi Pelikaan Ditolak, Gagak Bertindak di Ibukota Republik ADARI Klaim Bung Karno Nabi Diangkat Jadi Nabi, Bung Karno Tak Sudi Warisan Persahabatan Indonesia-Uni Soviet di Rawamangun Saat Pelantikan KSAD Diboikot Ketika Media Amerika Memberitakan Sukarno dan Dukun Protes Sukarno soal Kemelut Surabaya Diabaikan Presiden Amerika