Anjangsana Sukarno ke Negerinya Kemal Pasha

Prabowo jadi presiden Indonesia kelima yang bertandang ke Turkiye setelah Sukarno yang pertama. Memperkuat relasi kedua bangsa yang sudah terjalin sejak abad ke-16.

Oleh: Randy Wirayudha | 11 Apr 2025
Anjangsana Sukarno ke Negerinya Kemal Pasha
Presiden RI Sukarno menerima upacara kehormatan di Istana Dolmabahçe di Istanbul, Turkiye medio April 1959 (istanbultarihi.ist)

ALUNAN lagu “Hari Merdeka” yang dimainkan barisan band militer langsung bergema di Bandara Internasional Esenboğa, Ankara, seiring Presiden Prabowo Subianto menuruni tangga pesawat setibanya pada Rabu (9/4/2025) malam. Presiden Prabowo langsung disambut Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdoğan dengan jabat tangan dan pelukan erat yang menandakan lekatnya persabahatan kedua negara. 

Turkiye jadi negara kedua yang disambangi Prabowo yang sebelumnya bertandang ke Uni Emirat Arab. Setelah Turkiye, Prabowo dijadwalkan melanjutkan kunjungan kenegaraan ke Mesir, Qatar, dan Yordania. Mengutip laman Sekretariat Kabinet, Kamis (10/4/2025), Prabowo membawa agenda pidato di Parlemen Turkiye dan pertemuan bilateral dengan Presiden Erdoğan pada 10 April. Dari Ankara, Prabowo selanjutnya bertolak ke Antalya untuk menghadiri konferensi tahunan ADF (Forum Diplomasi Antalya) yang berlangsung 11-13 April 2025. 

Lawatan ini jadi kunjungan balasan atas kedatangan Presiden Erdoğan ke Indonesia pada 11-12 Februari 2025 lalu. Dalam pertemuan dengan Presiden Erdoğan pada 10 April 2025 yang turut didampingi Menteri Luar Negeri Sugiono ini, Prabowo membawa agenda penting mempererat hubungan diplomatik dan kerjasama ketahanan ekonomi dan kemitraan strategis di kawasan Asia Tenggara. 

Advertising
Advertising

“Pertemuan tête-à-tête antara Bapak Presiden Prabowo dengan Presiden Erdoğan dilanjutkan dengan bilateral meeting dan juga akan ada penandatanganan beberapa MoU (memorandum of understanding) yang sedang dipersiapkan,” ujar Yusuf Permana, deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, disitat laman Setkab. 

Prabowo tercatat jadi presiden Indonesia kelima yang menyambangi Turkiye meski hubungan diplomatik RI-Turkiye sudah terjalin sejak 1950. Pada 1959, Presiden Sukarno jadi yang pertama berkunjung ke Turkiye. Saking berkesannya lawatan Sukarno, pemerintah Turkiye mengabadikan namanya untuk sebuah jalan di depan Kedutaan Besar RI untuk Turkiye yang sebelumnya bernama Hollanda Caddesi menjadi Sukarno Caddesi atau Jalan Sukarno pada Oktober 2021. 

Baca juga: Ada Jalan Sukarno di Tunisia

Presiden RI Prabowo Subianto disambut barisan kehormatna militer Turkiye di Bandara Internasional Esenboğa (BPMI Setpres/setkab.go.id) 

Sukarno Menziarahi Kemal Pasha 

Hubungan orang-orang di wilayah yang kini bernama Indonesia dengan orang-orang Turkiye sudah terjalin sejak era Kesultanan Utsmaniyah di abad ke-16. Dalam artikel “The Ottomans in Southeast Asia” yang terdapat dalam jurnal Asia Research Institute, Working Paper Series No. 36 terbitan Februari 2005, Sejarawan Selandia Baru Anthony Reid menulis catatan paling awal kontak yang terjadi antara orang-orang Nusantara dengan Kesultanan Utsmaniyah ketika utusan-utusan Kesultanan Aceh berlayar ke Istanbul via Laut Merah antara tahun 1561-1562. 

Kedatangan para utusan Aceh itu disambut Wazir Agung Koca Sinan Pasha. Para utusan Aceh itu membawa misi diplomatik bahwa Kesultanan Aceh mengakui supremasi dan kewenangan penguasa Utsmaniyah, Sultan Selim II, dengan gelar khalifah. Mereka pun meminta bantuan dan perlindungan yang disambut hangat Selim II.

“Atas perintahnya (Selim II), Wazir Sinan Pasha mengirimkan sejumlah meriam dan pedang-pedang kehormatan yang sampai sekarang masih ada di Aceh. Setidaknya bantuan meriam-meriam itu baru tiba di Aceh pada 1564,” tulis Reid. 

Baca juga: Aceh Dibantu Turki Menaklukkan Aru dan Johor

Simbiosis mutualisme pun terjadi. Aceh mendapatkan bantuan persenjataan untuk melawan Portugis yang bercokol di Selat Malaka, sedangkan Kesultanan Utsmaniyah mendapatkan kemitraan perdagangan lada dari Aceh. Meski dari kedatangan utusan-utusan Aceh di kemudian hari yang meminta Aceh dijadikan vassal dari Kesultanan Utsmaniyah ditolak, hubungan strategis kemiliteran dan perdagangan terus terjalin setidaknya hingga pertengahan abad ke-17. 

“Hubungan erat antara Turkiye dengan Aceh bertahan tidak lebih dari satu abad. Kapal-kapal Belanda dan Inggris yang mulai berlayar mengitari Afrika dengan kekuatan yang lebih banyak dan efisiensi (militer) yang lebih baik dari Portugis sehingga mulai 1630 rute (perdagangan) dari Aceh ke Mediterania tak lagi memungkinkan. Bahkan setelah itu Istanbul hanya bisa mendapatkan komoditas lada dari Belanda dan Inggris,” tambahnya. 

Kendati relasi perdagangan antara Nusantara dan Utsmaniyah perlahan pulih pada pertengahan abad ke-19, keadaannya tak pernah lagi seperti sebelumnya. Utsmaniyah pun runtuh di awal abad ke-20 dan berubah menjadi republik mulai 1923, di bawah pimpinan presiden pertamanya, Mustafa Kemal Atatürk alias Kemal Pasha. 

Baca juga: Kesultanan Aceh Pernah Minta Jadi Vasal Turki Usmani

Tokoh sekuler Turkiye itu merupakan satu dari sekian sosok yang dikagumi Sukarno – ketika masih dalam pengasingan di Bengkulu, perihal Islam dan percaturan global. Apalagi sejak 1930-an Sukarno sempat bertukar pikiran dan beradu pendapat lewat sejumlah tulisan dengan pemimpin Persis Ahmad Hassan dan aktivis Partai Islam Indonesia Mohammad Natsir. 

“Melalui surat-suratnya kepada Hassan antara Desember 1934 dan Oktober 1936 Soekarno menganalisas posisi Islam dalam dunia modern. Secara implisit ia menyalahkan orang-orang muslim itu sendiri atas kurangnya pengaruh pada sosial dan politik, meratapi fakta bahwa kelompok-kelompok muslim konservatif menutup mata terhadap kemajuan teknologi modern,” tulis Audrey Kahin dalam Islam, Nationalism and Democracy: A Political Biography of Mohammad Natsir. 

Sukarno juga mempelajari sekularisme yang diadopsi Ataturk dalam memulai era baru pasca-keruntuhan Kesultanan Ustmaniyah. Itu digaungkannya pada 1940 ketika sudah pindah pengasingan di Bengkulu. Tepatnya lewat dua artikel yang kemudian diterbitkan di mingguan Pandji Islam: artikel bertajuk “Apa Sebab Turki Memisahkan Agama dari Negara” dan “Masjarakat Onta dan Masjarakat Kapal-Udara”. 

“Soekarno berulang-kali menyebut Turki-nya Mustafa Kemal sebagai contoh sebuah negara di mana agama mesti diletakkan di tempat yang semestinya dalam argumen terkait pemisahan agama dari pemerintahan (negara). Ia mengusulkan bahwa kelak Indonesia yang merdeka akan dihadapkan pada dua kemungkinan: ‘penyatuan agama dan negara tapi tanpa demokrasi atau demokrasi tapi dengan negara yang dipisahkan dari agama’. Bahwa ia juga berargumen, ‘aku (ingin) Islam yang bebas dari negara sehingga Islam bisa menjadi kuat dan aku (ingin) negara yang bebas dari agama sehingga negara menjadi kuat’” lanjutnya. 

Baca juga: Mustafa Kemal Ataturk dan Pergerakan Indonesia

Setelah Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Republik Turkiye baru memberi pengakuannya kepada RI pada 29 Desember 1949 dilanjutkan dengain jalinan hubungan diplomatik sebagai dua entitas nation-state pada 1950. Sukarno yang mengagumi Kemal Pasha pada akhirnya berkesempatan melawat ke Turkiye dalam kunjungan kenegaraan pada 1959. 

Sukarno beranjangsana ke negeri dua benua tersebut selama hampir sepekan (24-29 April 1959) atas undangan pemerintah Turkiye. Setibanya di Bandara Esenboğa, Ankara, ia langsung disapa Perdana Menteri Turkiye Adnan Menderes dan disambut meriah oleh ribuan masyarakat dari segala usia yang menantinya baik di bandara maupun di jalan-jalan ibukota Ankara. 

“Bagi saya yang ketika itu berusia 13 tahun, suasananya seperti hari raya. Masyarakat sempat menunggu sekitar tiga jam untuk melihat Presiden Indonesia. Dari mobil beratap terbuka, Soekarno menyapa masyarakat yang menyambutnya di jalan-jalan. Saya pun antusias ikut bertepuk tangan pada mereka (Soekarno dan Menderes). Bendera-bendera Indonesia dan Turkiye dikibarkan di sisi-sisi jalan, juga dipasang foto-foto Menderes dan Soekarno,” kenang Omer Faruk Kose, warga Ankara, kepada Anadolu Ajansı, 19 Agustus 2020. 

Baca juga: Bung Karno, Presiden Asia Pertama ke Amerika Latin

Salah satu agenda yang paling ditunggu Sukarno dalam kunjungannya ke Turkiye itu adalah menziarahi “Bapak Republik Turkiye” Kemal Pasha. Dengan ditemani Presiden Turkiye Celâl Bayar, Sukarno bertolak ke mausoleum Kemal Pasha di Anıtkabir pada 25 April 1959. 

“Dalam kunjungannya tahun 1959 Presiden Sukarno melawat ke Mausoleum Mustafa Kemal Atatürk, di mana ia menyatakan rasa hormat yang mendalam kepada Atatürk yang dianggapnya menginspirasinya di masa mudanya,” ungkap Selçuk Çolakoğlu dan Arzu Güler dalam Turkey and Indonesia from Friendship to Partnership. 

Tak hanya menghaturkan doa pada salah satu tokoh yang jadi idola dan sumber inspirasinya, Sukarno juga sumbang pidato di hadapan pejabat dan masyarakat setempat. Semangat yang pernah digelorakan Kemal Pasha, ujarnya, menular ke seluruh dunia, termasuk Indonesia sehingga Kemal Pasha juga layak untuk disebut salah satu pemimpin yang berpengaruh dalam dunia internasional. 

Baca juga: Kunjungan Sukarno ke Maroko

Selain berziarah ke mausoleum, Sukarno juga berkesempatan menyambangi sejumlah situs sejarah di Istanbul. Antara lain Masjid Sultan Ahmed yang dikenal dengan sebutan “Masjid Biru”, Istana Topkapı, dan Masjid Süleymaniye pada 26 April 1959.

Sebelum mengakhiri kunjungannya di Turkiye, Presiden Sukarno dihadiahi gelar doctor honoris causa oleh Fakultas Hukum Universitas Istanbul pada 27 April 1959. Dua hari kemudian, Sukarno meninggalkan Turkiye untuk melanjutkan lawatannya ke Polandia. 

“Peristiwa kunjungan Presiden Soekarno di Turki merupakan awal dari kunjungan antar-pemimpin kedua negara yang menjadi fondasi bagi hubungan bilateral Indonesia-Turki yang terus membaik. Di masa-masa Perang Dingin (1947-1991) sedang memanas dan Turki masa itu bagian dari Blok Barat, Presiden Soekarno dengan pandangan Non-Bloknya tetap membangun persahabatan,” tandas Hadza Min Fadhli Robby dalam artikel “Kunjungan Presiden Soekarno ke Turki” yang termaktub dalam buku Seribu Warna Turkiye: Potret Lain Beasiswa, Pendidikan, Sastra, dan Kesenian

*Tulisan ini direvisi pada 14 April 2025

TAG

turki utsmani turki prabowo-subianto prabowo subianto prabowo presiden sukarno sukarno soekarno

ARTIKEL TERKAIT

Obati Paru-paru ke Kampung Belanda Raja Yordania dan Presiden Soeharto Saling Berbalas Kunjungan Titiek Puspa di Antara Sukarno dan Soeharto Propaganda Ala Joseph Goebbels Corak Militeristik dari Masa ke Masa Bung Karno Pahlawan Islam Makan Bergizi Gratis di Dunia Operasi Pemberantasan Buta Gizi Masa Sukarno Penyebar Kristen di Kampung Ibu Prabowo Operasi Pelikaan Ditolak, Gagak Bertindak di Ibukota Republik