Propaganda Ala Joseph Goebbels

Presiden Prabowo menyebut propaganda adalah keahlian Hitler dan Goebbels sang menteri propaganda Nazi pencipta mitos “Führer”. 

Oleh: Randy Wirayudha | 10 Apr 2025
Propaganda Ala Joseph Goebbels
Reichsminister für Volksaufklärung und Propaganda Dr. Paul Joseph Goebbels (dhm.de)

BERSELANG dua hari pasca-pertemuan dan wawancara dengan enam pemimpin redaksi dan seorang presenter TV nasional di Hambalang, Presiden Prabowo Subianto menegaskan kembali dirinya dan pemerintahannya tidaklah antikritik tapi harus waspada terhadap propaganda hoaks. Hal itu ia sampaikan dalam sambutannya pada pembukaan Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025). 

Sejak dilantik sekitar enam bulan silam, pemerintahan Prabowo banjir kritik dan bahkan sempat diterpa gelombang unjuk rasa “Indonesia Gelap” oleh mahasiswa dan masyarakat sipil. Terkait desakan sejumlah isu, sekali lagi Presiden Prabowo menegaskan ia siap menerima segala kritik. Hanya saja, presiden mewanti-wanti publik untuk berhati-hati memilah antara kritik dan propaganda hoaks ala Joseph Gobbels, menteri propaganda Jerman era rezim Nazi (1933-1945). 

“Umpamanya ada yang dengan keras yakin bahwa matahari terbit dari barat. Karena dia ngomong 500-1.000 kali, jangan-jangan ada sebagian rakyat kita yang percaya. Itu adalah ilmu propaganda. Itu keahlian (diktator Nazi, Adolf) Hitler dan Joseph Goebbels. Kalau kebohongan diulangi berkali-kali dan terus-menerus, lama-lama orang percaya dengan kebohongan. Itu ada di buku The Art of Propaganda,” ujar Presiden Prabowo, dilansir laman Sekretariat Negara, Selasa (8/4/2025). 

Advertising
Advertising

Baca juga: Hoax

Presiden Prabowo mengaku sudah mempelajarinya. Seni propaganda ala Goebbels itu adalah bagian dari operasi psikologis. Sebuah “senjata” psikologis dari suatu pihak untuk menggoyahkan stabilisasi suatu negara dan pemerintahan. Maka Presiden Prabowo mengaku siap untuk membuka diri atau transparan agar publik tak mudah termakan hoaks. 

“Ada lagi asas kedua dalam teorinya Joseph Goebbels: the bigger lie, the easier people to believe. Jadi kebohongan yang lebih besar mudah untuk orang percaya, ‘oh iya jangan-jangan benar ya.’ Jadi sekarang mudah fake news, hoaks itu mudah. Karena itu ya kita terbuka. Sesuatu serangan kebohongan-kebohongan hanya bisa dihadapi dengan membuka diri, memberi penjelasan apa adanya berdasarkan fakta, berdasarkan ilmu,” sambungnya. 

Goebbels yang sang propagandis Nazi kelahiran Rheydt, 29 Oktober 1897 itu sudah menulis sejumlah karya yang mengandung propaganda antisemit sejak 1921 ketika masih studi doktoral filologi di Universitas Heidelberg. Namun hingga ia menjabat menteri propaganda kurun 1933-1945, tidak ada satupun karyanya yang bertajuk The Art of Propaganda. Kalaupun ada buku-buku bertajuk serupa, itu karya sejumlah akademisi seperti Propaganda (1928) karya “Bapak Hubungan Masyarakat” Edward Louis Bernays, The Fine Art of Propaganda: A Study of Father Couglin’s Speeches (1939) karya sosiolog Alfred McClung Lee dan Elizabeth Briant Lee, The Art of Persuasion: World War II (1976) karya Anthony Rhodes, Nazi Propaganda: The Power and the Limitations (1983) dan The Third Reich: Politics and Propaganda (2002) karya David Welch, Bending Spines: The Propagandas of Nazi Germany and the German Democratic Republic (2004) oleh Randall L. Bytwerk, State of Deception: The Power of Nazi Propaganda (2009) karya Susan D. Bachrach, ataupun The Art of Propaganda: Shaping Public Opinion and Putting Society at Risk (2023) karya Deji Haastrup. 

Baca juga: Jebakan Hoax dari Rezim Soeharto hingga Kini

Corong "Mitos Hitler"

Kagum dengan kharisma Hitler, Goebbels mulai jadi kader Nationalsozialistische Deutsche Arbeitpartei alias Partai Nazi sejak 1924. Latar belakangnya sebagai jurnalis membuatnya meniti jalan pada penggaungan propaganda sebagai editor jurnal mingguan milik Nationalsozialistische Arbeitgemeinschaft (asosiasi pekerja Nazi), NS-Briefe. Pada dasarnya, propaganda –yang awal katanya berasal dari lema latin propagare yang artinya menyebarkan atau memperluas– adalah penyebarluasan informasi, baik itu fakta, argumentasi, rumor, setengah kebenaran atau bahkan kebohongan yang lazimnya melalui media massa. 

Propaganda dan doktrin antisemit kian merasukinya setelah membaca dengan cermat manifesto otobiografi Hitler, Mein Kampf (1925). Sejak itu, ia mulai sering menerbitkan sejumlah pamflet propaganda terkait Naziisme kontra Marxisme. Setahun berselang, Goebbels diberi kepercayaan posisi Gauleiter (kepala distrik) Berlin merangkap kepala propaganda partai. 

“Goebbels juga yang mengatur panggung Partai Nazi. Ia menciptakan teknik pertemuan-pertemuan massa untuk meraup suara untuk Hitler. Taktiknya sederhana. ‘Propaganda hanya punya satu tujuan, menaklukkan massa.’ Ia merencanakan strategi menyerang (lawan) yang terus-menerus dan tanpa henti. Begitu juga dengan dekorasi-dekorasi (panggung) yang mencolok, pengeras suara, penampilan Hitler yang ‘di-build up’ secara seksama, hingga parade dengan seragam,” tulis John Gunther dalam Inside Europe

Maka ketika pada 1933 Hitler menang pemilu lalu berkuasa penuh sebagai Der Führer, Goebbels pun masuk dalam kabinet. Ia menjabat sebagai Reichsminister für Volksaufklärung und Propaganda (menteri penerangan publik dan propaganda). Sambil terus menerbitkan jurnal-jurnal harian, Goebbels juga tetap menerbitkan karya lain berbau propaganda. Di antaranya novel semi-otobiografi Michael: ein deutsches Schiksal in Tagebluchblättern (1929), Kampf um Berlin (1932), Das Erwachende Berlin (1934), Mein Kampf in Deutschlands Kampf (1935), hingga Dreissig Kriegsartikel für das deutsche Volk (1943). 

Baca juga: Joseph Goebbels, Setia Nazi Sampai Mati

Sebagai corong rezim Hitler, kementerian di bawahnya juga mendorong produksi film sebagai wahana propaganda dengan bekerjasama dengan sejumlah sineas. Tak kurang dari 70 film dokumenter hingga drama dihasilkan kurun 1933-1945. Salah satunya yang paling kondang adalah Triumph des Willens (1935) garapan sineas Helene Bertha Amelie ‘Leni’ Riefenstahl. Film dokumenter propaganda yang menyajikan kronik kongres dan parade akbar Partai Nazi di Nürnberg tahun 1934 yang dihadiri lebih dari 700 ribu kader dan simpatisan Nazi. 

“Filmnya diproduksi di sekitar gagasan-gagasan tentang ‘Ein Fuhrer. Ein Volk. Ein Reich’ yang merepresentasikan Hitler sebagai juru selamat rakyat Jerman dan mendeskripsikan masa depan Nazi yang menjanjikan. Menteri Propaganda Goebbels bertanggung jawab penuh dalam menciptakan mitos Führer itu dan menganggap film ini sebagai pencapaian besar,” ungkap Mary Deveraux dalam esai “Beauty and evil: the case of Leni Riefenstahl’s Triumph of the Will” yang termaktub dalam buku Aesthetics and Ethics: Essays and Intersection. 

Itu hanya sebagian dari “mitos Hitler” yang diciptakan Goebbels. Menurut sejarawan Inggris Ian Kershaw dalam The “Hitler Myth”: Image and Reality in the Third Reich, Hitler dikultuskan untuk menyelamatkan Jerman dari konspirasi komunisme Uni Soviet, kaum Yahudi, dan Barat (utamanya Prancis) pasca-kekalahan Perang Dunia I (1914-1918. Hitler dicitrakan sukses memulihkan perekonomian Jerman dari Depresi Besar (1929). Mitos itu membuat Hitler kian populer di rakyat Jerman mulai 1938.

“Hitler setidaknya dianggap memperjuangkan beberapa hal yang dikagumi mereka (masyarakat Jerman), dan bagi banyak orang ia juga jadi simbol dan perwujudan kebangkitan nasional yang dalam banyak hal dianggap telah dicapai Reich Ketiga (rezim Nazi, red),” tulis Krenshaw.

Baca juga: Adolf Eichmann, Perwira Nazi Spesialis Yahudi

Tak ketinggalan adalah propaganda terhadap kaum Bolshevik dan Yahudi yang berujung pada holocaust. Pembantaian sistematis itu memakan korban jiwa sekira 6 juta jiwa sepanjang Perang Dunia II (1939-1945). 

Klaimnya bahwa kaum Yahudi internasional berkonspirasi dalam upaya perang pemusnahan Jerman sehingga Jerman berhak memusnahkan Yahudi sebagai bentuk mempertahankan diri. Kurang lebih propaganda serupa tapi tak sama pun digunakan Israel sejak Oktober 2023, di mana genosida terhadap penduduk Palestina di Jalur Gaza digencarkan dengan dalih Israel mempertahankan diri. 

“Ketika media massa Soviet dan Barat mencetak artikel-artikel tentang kejahatan Jerman, propaganda Jerman menginterpretasikannya sebagai bukti dari upaya konspirasi Yahudi Internasional. Sebagaimana dikatakan Goebbels, ‘Yahudi Moskow menciptakan kebohongan-kebohongan dan cerita-cerita kejahatan, dan Yahudi London mengutip dan menyebarkannya’. Jerman dianggap tidak bersalah. Justru kata Goebbels, ‘Yahudi yang bersalah! Hukuman yang tiba untuk mereka akan mengerikan’,” ungkap Jeffrey Herf dalam The Jewish Enemy: Nazi Propaganda During World War II and the Holocaust. 

Baca juga: Saling Tuding Hitler-Stalin dalam Pembantaian Katyń

Upaya propaganda lain untuk meraih simpati dunia internasional juga digencarkan Goebbels kala memanfaatkan tragedi Pembantaian Katyn di Polandia. Tragedi yang terjadi kurun April-Mei 1940 itu faktanya dilakukan militer Uni Soviet terhadap para tawanan, baik prajurit maupun para perwira Polandia atas perintah pemimpin tertinggi Soviet, Joseph Stalin. 

Kuburan massal para korbannya baru terkuak oleh pihak Jerman medio Februari 1943. Mulanya militer Jerman menemukan sekira 4.100 jasad dan kemudian dimanfaatkan Goebbels sebagai propaganda akan kekejian kaum komunis Bolshevik. Bahkan ia sempat melebih-lebihkan jumlah korbannya menjadi 12 ribu jiwa, sekaligus mengundang delegasi Polandia hingga Palang Merah Eropa untuk mengecek lokasi kuburan massalnya. Walau di kemudian hari usai ekskavasi besar-besaran di wilayah lain jumlah korbannya bertambah hingga lebih dari 21 ribu jiwa. 

“(Propaganda) mitos Hitler terus digencarkan untuk mengamankan kesetiaan pada rezim bahkan terhadap mereka yang menentang Nazi itu sendiri. Mitos Hitler jadi mesin propaganda Goebbels untuk memengaruhi massa melalui kesuksesan militer dan kebijakan luar negeri Hitler, setidaknya sampai Pertempuran Stalingrad (Juli 1942-Februari 1943). Namun seiring serangan pemboman Sekutu dan kekalahan di Rusia mulai menggembosi mitos ini, Führer menjadi tawanan atas imej propagandanya sendiri,” tandas Kershaw. 

Baca juga: Hoaks, Tantangan Pemuda Masa Kini

TAG

prabowo subianto prabowo propagandis propaganda nazi hitler adolf hitler nazi jerman jerman-nazi

ARTIKEL TERKAIT

Obati Paru-paru ke Kampung Belanda Raja Yordania dan Presiden Soeharto Saling Berbalas Kunjungan Anjangsana Sukarno ke Negerinya Kemal Pasha Corak Militeristik dari Masa ke Masa Adu Kuat Luftwaffe di Langit Spanyol hingga Inggris “Anak-anak” Himmler dan Obsesi Nazi terhadap Ras Unggul Luftwaffe Reborn Kisah di Balik “Pabrik” Bayi Nazi Kakek Elon Musk Simpatisan Nazi dan Apartheid? Makan Bergizi Gratis di Dunia