CUACA membekukan musim dingin yang terasa hingga ke tulang dirasakan Oberstleutnant (setara letnan kolonel) Friedrich Ahrens pada suatu hari di awal Februari 1943. Namun Komandan Resimen Komunikasi 537 dari Grup Angkatan Darat (AD) Tengah Jerman itu membulatkan tekad untuk meneruskan perjalanan memburu serigala bersama para pekerja Polandia dan Rusia dari markasnya dekat Stasiun Gniezdowo masuk ke Hutan Katyń.
Alih-alih menemukan buruannya, Ahrens justru menemukan banyak gundukan tanah yang tertutup salju. Beberapa dari gundukan itu terdapat salib kayu dan bekas cakaran pertanda serigala pernah menggali gundukan tanah itu.
“Sepanjang musim panas 1942 sebenarnya para pekerja Polandia di Hutan Katyń sudah mendengar banyak rumor tentang (pasukan) Soviet membunuh serdadu Polandia di area hutan itu. Bahkan beberapa dari mereka pernah menggalinya dan menemukan banyak jasad dan mereka menandainya dengan salib-salib kayu, walau kemudian mereka tak melaporkannya ke otoritas Jerman,” ungkap Kenneth F. Ledford dalam Mass Murderers Discover Mass Murder: The Germans and Katyn, 1943.
Baca juga: Horor Warsawa dari Mata Lensa Pewarta
Saat menemukan gundukan dengan salib kayu itu, Ahrens langsung memerintahkan para pekerjanya untuk melakukan ekskavasi. Setelah tulang-belulang berbungkus seragam perwira Polandia lengkap dengan pangkat dan atribut lain ditemukan, Ahrens segera melaporkannya ke markas Grup AD Tengah. Pada akhir Februari, markas Grup AD Tengah mengirim pakar forensik Dr. Gerhard Buhtz dibantu sejumlah staf medis militer Jerman.
“Buhtz berencana melakukan penggalian berskala besar dan otopsi pada 1 Maret, namun cuaca membeku menunda rencana itu hingga 29 Maret. Lalu pada laporan interimnya, Buhtz mengungkapkan bahwa dari satu kuburan massal saja, ia menemukan 12 tumpukan bangkai manusia, di mana satu tumpukannya masing-masing terdapat 250 mayat, hingga total sekitar tiga ribu mayat,” kata Ledford.
Dari laporan itu, kemudian ditemukan tujuh kuburan massal lain hingga total mayat yang ditemukan adalah 4.143. Sebanyak 2.815 di antaranya berhasil diidentifikasi sebagai perwira Polandia dari pangkat perwira tinggi hingga perwira pertama dengan luka tembak serupa: lubang peluru di belakang leher pertanda mereka tewas dieksekusi.
Laporan itu akhirnya sampai ke telinga Adolf Hitler dan menteri propagandanya, Joseph Goebbels, di Berlin. Goebbels memanfaatkan penemuan itu untuk “bahan bakar” propaganda baru guna mendiskreditkan musuhnya, Joseph Stalin. Demi tujuan itulah Goebbels melebih-lebihkan jumlah total mayat yang ditemukan. Bahkan setelah stasiun radio Reichssender Berlin menyiarkan temuan mencengangkan itu ke seantero Eropa pada 13 April 1943, Goebbels mengundang delegasi pemerintah Polandia pengasingan di London dan perwakilan komisi Palang Merah Eropa untuk melihat langsung ke lokasi.
“Sekarang kami memanfaatkan penemuan 12.000 perwira Polandia, dibunuh oleh NKVD (polisi rahasia Soviet), untuk propaganda anti-Bolshevik. Kami mengirim para jurnalis (negara) netral dan para pakar dari Polandia ke lokasi. Führer juga memberi izin untuk disampaikan ke pers Jerman. Saya memberi instruksi untuk memanfaatkan materi propaganda ini sebaik-baiknya,” tulis Goebbels dalam buku hariannya, The Diaries of Joseph Goebbels.
Stalin Balik Menuding Hitler
Tak terima dituduh Jerman, Stalin balik menuduh Hitler dan pasukannya yang menginvasi Polandia pada 1 September 1939 sebagai pelaku. Lewat pernyataan yang dilayangkan melalui Kantor berita Sovinformburo pada 15 April 1943 itu Stalin mengatakan bahwa ribuan mayat yang ditemukan itu adalah para serdadu Polandia yang dibantai pasukan Jerman dalam pertempuran.
“Stalin juga menuduh Perdana Menteri Polandia di pengasingan, Jenderal Władysław Sikorski, yang bersikeras membawa penemuan itu menjadi investigasi resmi Palang Merah Internasional, sebagai kolaborator Jerman Nazi. Alhasil Stalin memutus hubungan diplomatiknya dengan pemerintahan Polandia di London,” tulis Roy Francis Leslie dalam The History of Poland since 1863.
Baca juga: Pembantaian Mława hingga Benteng Modlin
Kesempatan Stalin untuk membuktikan pernyataannya itu tak disia-siakannya seiring perubahan jalannya perang. Wilayah Smolenks dan Hutan Katyń yang kembali direbut Tentara Merah pada September-Oktober 1943 digunakan NKVD untuk merekayasa bukti-bukti dan sejumlah kesaksian warga desa setempat.
Untuk lebih meyakinkan dunia internasional, pada Januari 1944 Stalin mengirim Komisi Burdenko, komisi investigasi yang terdiri dari pakar medis pimpinan Presiden Akademi Ilmu Medis Soviet Nikolay Burdenko. Stalin turut mengundang jurnalis dan diplomat dari pihak Sekutu sebagai pemantau.
Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt juga mengirim utusan, Mayor (Laut) George Earle. Tetapi laporannya kepada OWI (Dinas Informasi Perang Amerika) dengan tembusan kepada Roosevelt justru tak diizinkan untuk dirilis. Pasalnya, laporan Earle menyimpulkan bahwa pelaku pembantaian adalah Uni Soviet. Roosevelt melarang laporan itu dirilis karena khawatir akan merusak kerjasama Sekutu-Uni Soviet dalam memerangi Jerman.
Dugaan keterlibatan Soviet dalam Pembantaian Katyń atas perintah Stalin makin kuat lewat testimoni Ahrens yang menemukan kuburan massal sebagaimana diungkapkan di atas, pada pemeriksaan silang di Pengadilan Nuremberg, 16 Juli 1946. Mengutip arsip “Katyn Forest Massacre: Hearings Before the Select Committee to Conduct Investigation of the Facts, Evidence and Circumstances of the Katyn Forest Massacre” yang dirilis Kongres Amerika, Ahrens sudah lama mencurigai pelakunya adalah pihak Soviet lantaran banyak kuburan massal pula di sekitar penjara-penjara yang dioperasikan NKVD di Smolenks. Ahrens juga mengaku pernah mewawancara sepasang suami-istri Rusia yang jadi saksi mata.
“Di area kami terdapat pasangan Rusia yang beternak lebah. Mereka biasa beraktivitas di area Katyń dan Gniezdowo. Mereka mengaku melihat banyak kendaraan besar datang dan pergi setiap hari membawa sekitar 200 orang sepanjang Maret dan April 1940. Mereka dalam keadaan terikat dan kemudian hilang di area itu. Mereka juga mendengar suara-suara tembakan,” aku Ahrens dalam arsip itu.
Pengungkapan Pembantaian
Kendati diperkuat testimoni Ahrens, pihak Soviet bergeming dengan tetap menyatakan pelakunya pasukan Jerman. Stalin tak peduli walau pada 1951 Amerika membentuk Komite Madden yang kembali meninjau investigasi Pembantaian Katyń dengan kesimpulan berupa pelakunya adalah pasukan NKVD.
Baru pada akhir 1989 ketika Uni Soviet mulai membuka diri lewat program-program Mikhail Gorbachev, sejumlah arsip masa lalu itu dibuka dan diteliti para sejarawan Soviet. Akhirnya diakui bahwa insiden itu dilakoni NKVD. Pada 1990, Presiden Rusia Boris Yeltsin, yang menggantikan Gorbachev pasca-Soviet pecah, bersedia menyerahkan dokumen-dokumen rahasia mengenai Pembantaian Katyń kepada Presiden Polandia Lech Wałęsa.
Baca juga: Pembantaian Nazi di Gua Ardeatine
Di antara dokumen yang diserahkan itu ada surat bertanggal 5 Maret 1940 yang berisi perintah eksekusi 25.700 perwira Polandia yang ditandatangani Stalin sebagai tindak lanjut dari pengajuan yang dilayangkan komandan NKVD Lavrentiy Beria. Arsip-arsip itu juga menyebutkan bahwa para korban Pembantaian Katyń adalah para perwira Polandia yang ditawan Soviet di Kamp Ostashkov, Starobelks, dan Kozelsk.
Pembantaian itu sendiri bermula dari invasi Soviet atas Polandia pada 17 September 1939, 16 hari setelah Jerman memulai Perang Dunia II. Sekira 125 ribu serdadu Polandia lalu ditawan NKVD. Sementara sekitar 42 ribu tawanan asal Ukraina dan Belarusia dibebaskan pada Oktober 1939, sebanyak 43 ribu tawanan lain yang lahir di wilayah barat Polandia diserahkan ke pihak Jerman dan ditukar dengan 13 ribu serdadu Polandia yang ditawan Jerman. Pertukaran itu bertolak dari Pakta Non-Agresi Soviet-Jerman yang ditandatangani 23 Agustus 1939.
Baca juga: Badai Tentara Merah Menyapu Pasukan Baja Jerman
Semua tawanan itu lantas disebar ke sejumlah kamp dengan tiga kamp di atas adalah kamp tawanan terbesar. Tak kurang dari 40 ribu perwira, mulai dari perwira tinggi sampai perwira pertama, jadi objek interogasi dan agitasi politik. Pada Februari 1940, NKVD merilis laporan kepada Stalin bahwa dari total 40 ribu tawanan, 25.700 di antaranya dicap sebagai perwira kontra-revolusioner lantaran tak sejalan dengan komunisme Soviet.
“Stalin ingin menghilangkan potensi militer Polandia di masa depan yang tak sejalan dengannya. Kepemimpinan Soviet, khususnya Stalin, memandang para tawanan Polandia sejak awal sebagai persoalan yang sangat mungkin memberontak di masa depan. Oleh karenanya mereka diakui sebagai musuh dan mesti ditembak lewat perintah resmi Soviet,” singkap Gerhard Weinberg dalam A World at Arms.
Berdasarkan catatan dari Beria, pada 5 Maret 1940 Stalin bersama enam anggota Politbiro menandatangani surat perintah eksekusi terhadap 25.700 perwira Polandia itu. Menukil Anna Cienciala, Natalia Lebedeva, dan Wojciech Materski dalam Katyn: A Crime Without Punishment, setengah dari total korban sudah dieksekusi di penjara-penjara yang dioperasikan NKVD sejak awal April hingga Mei 1940, sebelum dibuang ke sejumlah kuburan massal. Konsentrasi terbanyak terdapat di Hutan Katyń.
“Eksekusinya dimulai dengan para tawanan di Ostashkov pada awal April hingga akhir Mei 1940. Sebelum dieksekusi, mereka diperdaya NKVD bahwa mereka akan dipulangkan. Bahkan di Ostashkov, para tawanan itu diberikan pelepasan dengan band militer sebelum diangkut. Nyatanya mereka dibawa ke Stasiun Gnezdovo dekat Katyń. Eksekusinya dilakukan sekelompok pasukan khusus yang didatangkan dari Moskow, sementara pasukan NKVD sekadar jadi pasukan pengawal,” tulis Cienciala dkk.
Hingga saat ini pemerintah Rusia tak pernah menyatakan permintaan maaf secara terbuka. Dalam peringatan 47 tahun penemuan kuburan massal, 13 April 1990, pemerintah Rusia hanya menyatakan penyesalannya.
Baca juga: Pembantaian Nazi di Kedros, Yunani