SENDIRI dalam sepi meringkuk di penjara di Ramla, Israel, Adolf Eichmann hanya bisa pasrah. Malam itu, 31 Mei 1962, jadi malam terakhirnya. Takkan sempat ia melihat lagi matahari terbit saat berganti bulan pada 1 Juni lantaran dini hari itu ia akan menuju tiang gantung, sebagai gembong Nazi terakhir dan pertama yang diadili di Israel.
Sebelumnya, Eichman ditangkap di Argentina. Ia dihadapkan ke muka pengadilan di Yerusalem, Israel. Ia divonis hukuman gantung pada 15 Desember 1961 atas sejumlah dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengajuan banding hingga amnestinya kepada Presiden Israel Yitzak Ben-Zvi sejak Januari 1962 mentah semua.
Setelah bertemu istrinya, Veronika Liebl, untuk kali terakhir, Eichmann menanti akhir hidupnya hanya ditemani pendeta Protestan asal Kanada, William Lovel Hull, dan Rafi Eitan, agen Mossad (Intel Israel) yang mengarsiteki penangkapan Eichmann di Argentina.
“Jayalah Jerman. Jayalah Argentina. Jayalah Austria. Tiga negara yang sangat berkesan dan takkan saya lupakan. Saya menyapa istri, keluarga, dan teman-teman saya. Saya siap. Kita akan segera bertemu lagi karena kematian adalah hal yang pasti. Saya mati dengan menyakini pada Tuhan saya,” demikian kata-kata terakhir Eichmann sebagaimana yang dikenang Pendeta Hull, dikutip David Cesarani dalam Eichmann: His Life and Crimes.
Baca juga: Operation Finale, Misi Klandestin Memburu Eichmann
Seiring nyawanya melayang di simpul tiang gantung, pengadilan hingga eksekusinya menjadi pengingat akan holocaust yang 10 tahun pasca-Perang Dunia II berakhir isunya tenggelam akibat meningkatnya tensi Perang Dingin. Bagi dua negeri adidaya, Amerika Serikat dan Uni Soviet, perkara Jerman Nazi sudah rampung dengan Pengadilan Nuremberg yang melelahkan (30 September 1945-1 Oktober 1946).
Israel sendirian memburu para gembong Nazi yang masih berkeliaran menghirup udara bebas. Holocaust, di mana Eichmann jadi salah satu motor penggeraknya, jadi sejarah kelam yang takkan sembuh dengan cepat di dalam masyarakat Yahudi.
Adik Kelas Hitler
Meski lahir di Solingen, Jerman, pada 19 Maret 1906 dari pasangan suami-istri Adolf Karl Eichmann dan Maria Schefferling, Eichmann dan keluarganya pindah ke Linz, Austria saat usia tujuh tahun. Ayahnya pindah lantaran mengambil pekerjaan di sebuah perusahaan trem listrik di Linz.
Di Linz, Eichmann bersekolah di Staatsoberrealschule (sekolah menengah) Kaiser Franz Joseph. Di sekolah itu pula 17 tahun sebelumnya Hitler mengenyam pendidikan. Eichmann bersentuhan dengan politik sayap kanan sejak 1927 kala sudah bekerja sebagai agen Vacuum Oil Company AG.
“Selama itu (sebagai agen minyak) dia bergabung dengan Jungfrontkampfervereinugung, organisasi pemuda pergerakan sayap kanan pimpinan Hermann Hiltl. Dia juga mulai asyik membaca koran-koran terbitan NSDAP (Partai Nazi) yang punya tujuan menjatuhkan Republik Weimar di Jerman,” sambung Cesarani.
Dari situ pula Eichmann berkawan dengan Ernst Kaltenbrunner, pemimpin Schutzstaffel (SS/paramiliter Partai Nazi) di Distrik Linz, hingga Eichmann bergabung ke SS pada April 1932. Dua tahun berselang, Eichmann mulai bertualang di Sicherheitdienst (SD/Dinas Intel SS) dengan pangkat schürfuhrer (kopral).
Minatnya pada hal-hal berbau Freemason dan segala ritual Yahudi membuat Eichmann ditransfer ke Departemen Yahudi di SD, Berlin. Tugasnya meriset sejumlah pergerakan dan organisasi Yahudi global dan menjadikannya dalam bentuk laporan. Ia jadi satu-satunya orang di SS dengan spesialisasi tentang Yahudi.
Baca juga: Joseph Goebbels, Setia Nazi Sampai Mati
Ketika Hitler jadi kanselir pada Januari 1933, Unterstürmfuhrer (letnan dua) Eichmann terlibat dalam pelaksanaan teknis migrasi Yahudi Jerman ke Palestina sesuai Perjanjian Haavara (25 Agustus 1933). Empat tahun kemudian atas perintah Kepala SD Brigadeführer Reinhard Heydrich, ia jadi ujung tombak Jerman Nazi untuk bernegosiasi di bawah meja terkait pembatasan migrasi Yahudi Jerman ke Palestina.
“Heydrich menganggap eksodus ke Palestina di satu sisi justru akan memunculkan bahaya tersendiri karena bisa menciptakan pusat strategis Yahudi internasional berupa negara Yahudi. Heydrich mengizinkan Eichmann bersama Herbert Hagen mengunjungi Palestina pada musim gugur 1937 untuk bertemu kontak penghubung Haganah (Paramiliter Yahudi, cikal-bakal pasukan Israel/IDF) Feivel Polkes,” tulis Saul Friedlander dalam Nazi Germany and the Jews: The Years of Persecution: 1933-1939.
Misi klandestin itu gagal akibat pemerintah Inggris tak mengizinkan Eichmann dan Hagen menginjak Palestina lebih dari satu hari. Meski begitu, Eichmann mendapat jaringan pihak Zionis.
“Di kemudian hari Eichmann ikut mengatur operasi senyap bersama para utusan Zionis, memindahkan para imigran Yahudi ke pelabuhan-pelabuhan di Yugoslavia dan Rumania, di mana mereka bisa menyeberang sendiri melalui Laut Hitam menuju Palestina,” imbuh Friedlander.
Baca juga: Reinhard Heydrich, Jagal Nazi Berhati Besi
Invasi Jerman Nazi ke Polandia pada September 1939 yang membuka Perang Dunia II menggugurkan Perjanjian Haavara. Kebijakan SS pun berubah dari imigrasi Yahudi menjadi deportasi paksa. Ini jadi tugas baru Eichmann setelah menjabat Kepala RSHA Referat IV B4 (Sub-Departemen IV-B4 Kantor Keamanan Negara yang berwenang atas kebijakan di atas).
Heydrich yang menganggap Eichmann sebagai ahli Yahudi memberi kewenangan penuh atas proses deportasi, mulai dari pengerahan pasukan polisi hingga menggerakkan aneka moda transportasi untuk mengangkut sekira 600 ribu Yahudi Jerman ke ghetto-ghetto di wilayah-wilayah yang diduduki Jerman. Eichmann pun mengatur penyitaan sejumlah aset dan properti para Yahudi yang dideportasi.
Holocaust dari Belakang Meja
Pendeportasian Yahudi ke ghetto-ghetto untuk dikerjapaksakan itu lantas menimbulkan permasalahan buat rezim Nazi. Para gubernur pemerintahan pendudukan sering menuntut solusi tentang itu.
Pusat (Berlin) lalu menjawabnya dengan solusi pertama yang dikeluarkan Kepala Departemen Yahudi di Kementerian Luar Negeri Jerman Nazi Franz Rademacher pada Juni 1940. Solusi itu yakni, membuang para Yahudi ke Pulau Madagaskar yang dijaga ketat SS lewat Proyek Madagaskar.
Setelah disetujui Hitler, Eichmann merilis memo resmi, “Reichssicherheitshauptamt: Madagaskar Projekt”. Isinya adalah rencana pengaturan pemindahan para Yahudi secara berangsur-angsur: satu juta Yahudi per tahun.
Masalahnya kemudian, proyek ini bergantung pada menang-tidaknya perjudian Reichsmarschall Hermann Goering, deputi Hitler, di Pertempuran Udara Inggris (10 Juli-31 Oktober 1940). Jika berhasil menang, Operasi Singa Laut (invasi ke Inggris) bisa dilancarkan sesuai keinginan Hitler dan kapal-kapal dagang plus kapal-kapal kargo Inggris bisa diambilalih untuk kunci Proyek Madagaskar. Jika gagal, Operasi Singa Laut sulit diwujudkan. Dan faktanya, Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman) yang dibanggakan Goering “keok”. Invasi ke Inggris pun batal, begitu pula Proyek Madagaskar.
Baca juga: Operasi Singa Laut, Mimpi Hitler Menginvasi Inggris
Solusi kedua, adalah pembantaian. Rencana keji ini bermula dari Goering yang memberi kewenangan Heydrich untuk menyiapkan “Solusi Final untuk Perkara Yahudi”, ibarat akta kelahiran holocaust. Heydrich kemudian memerintahkan Eichmann untuk mengatur rapat rembukan para pejabat perwakilan pemerintahan Jerman Nazi di Konferensi Wannsee, 20 Januari 1942.
“Konferensinya diketuai Heydrich sendiri dan Eichmann yang menyiapkan catatan resmi tentang data-data berupa angka jumlah Yahudi di seantero Eropa, serta statistik deportasi yang selama ini telah digulirkan,” sambung Cesarani.
Konferensi memutuskan “Solusi Final” akan dilancarkan dengan metode deportasi jutaan Yahudi ke kamp-kamp pemusnahan yang akan dibangun di Bełżec, Sobibor, Treblinka, Auschwitz dll. Mereka akan dihabiskan di kamar-kamar gas serta ruangan-ruangan kremasi.
Di situlah tangan Obersturmbannführer (letkol) Eichmann “berlumuran darah”. Meski arsitek holocaust adalah Kepala SS Reichsführer Heinrich Himmler dan Heydrich, motor penggeraknya adalah Eichmann. Dia yang mengubah konsep menjadi operasi (aksi). Dengan kewenangan dari Heydrich, Eichmann lalu menggerakkan semua moda transportasi darat untuk memindahkan jutaan Yahudi dari ghetto-ghetto dan kamp-kamp konsentrasi ke kamar-kamar gas maupun ruangan-ruangan kremasi.
Seiring mulai intensnya tekanan internasional terhadap pemerintah Hungaria terkait deportasi Yahudi dan terdesaknya Jerman-Nazi oleh Sekutu dan Soviet, Eichmann melihat kesempatan itu untuk “cari nama” ke pihak Yahudi Internasional. Ia memulainya dengan menemui Joel Brand, anggota RRC (Komite Pengungsian dan Penyelamatan Yahudi), pada 25 April 1944 di Budapest. Dalam negosiasinya, Eichmann menuntut barter 10 ribu truk untuk satu juta jiwa Yahudi.
Baca juga: Hermann Goering, Sang Tiran Angkasa Nazi Jerman
Brand mengisahkan, sebagaimana diungkapkan PK. Ojong dalam Perang Eropa: Jilid II, ia harus lebih dulu menyampaikan tuntutan itu ke komunitas Yahudi di Swiss, Istanbul, Kairo, dan Yerusalem. Eichmann mengizinkan dengan syarat anak-anak dan istri Brand disandera sebagai agunan.
“Tuan Brand, berangkatlah besok (16 Mei 1944). Sebuah pesawat disediakan untuk Tuan dan harus selesaikan urusan ini secepat mungkin. Saya tak bisa menunggu lama. Mulai hari ini, pembuangan orang Yahudi telah dimulai lagi sebanyak 12 ribu orang akan dibuang tiap hari, akan tetapi saya bersedia mengirim mereka ke Austria, bukan ke Auschwitz dan akan saya tahan sebagian di Slovakia. Di situ mereka menunggu sampai Tuan kembali. Jika tidak kembali pada waktunya, mereka semua akan pergi ke (kamp pemusnahan) Auschwitz,” kata Eichmann mengancam Brand, dikutip Ojong.
Misi itu membawa Brand bertualang dari Istanbul, Yerusalem, hingga Aleppo. Namun, di Aleppo Brand ditangkap pemerintah Inggris. Buyarlah proposal Eichmann sehingga mengakibatkan 437 ribu Yahudi Hungaria tewas dalam kurun Mei-Juli 1944.
Selain dengan Brand, Eichmann juga bernegosiasi dengan tokoh Yahudi Rudolf Kasztner, medio Juni 1944. Kali ini negosiasi Eichmann berhasil menyelamatkan 1.684 jiwa Yahudi yang ditukar dengan tiga koper berlian, emas, dan sejumlah uang. Eichmann lalu kabur ke Berlin kala Soviet kian mendekati Budapest.
Pasca-kapitulasi Jerman Nazi kepada Sekutu, Eichmann menyamar sebagai Otto Eckmann. Dia tak dikenali sebagai salah satu organisator holocaust saat ditangkap pasukan Amerika Serikat. Dia lalu ditahan di kamp tawanan.
Ketika identitas Eichmann dibongkar Rudolf Höss, komandan penjaga Kamp Auschwitz, di Pengadilan Nuremberg, Eichmann sudah kabur ke Argentina atas bantuan Uskup Alois Hudal dan para simpatisan Nazi di Austria dan Italia menggunakan nama samaran Ricardo Klement. Penyamaran dalam pelariannya akhirnya terhenti ketika pada 11 Mei 1960 para agen Mossad dan Shin Bet (Dinas Keamanan Israel) menculiknya dari Buenos Aires. Eichmann lalu diseret ke pengadilan di Yerusalem yang lantas memvonisnya hukuman mati.
Baca juga: Berebut Takhta Hitler