Dalam kunjungan kenegaraan ke berbagai negara, Presiden Sukarno suka menyewa pesawat Pan American World Airways. Namun, pemerintah Uni Soviet tak senang Sukarno menggunakan pesawat musuhnya, Amerika Serikat.
Pemerintah Uni Soviet keberatan Sukarno mendarat di Moskow dengan pesawat Pan Am. Mereka pun menawarkan akan menjemput Sukarno dan rombongan dengan pesawat yang lebih besar.
“Namun, Bung Karno menolaknya, dan tetap mau menggunakan Pan Am atau batal sama sekali ke Moskow,” kata Mayor Bambang Widjanarko, ajudan Sukarno dari Korps Komando Angkatan Laut, dalam Sewindu Dekat Bung Karno.
Baca juga: Sukarno, Pan Am, dan CIA (2)
Pemerintah Uni Soviet mengalah dan mempersilakan Sukarno mendarat di Moskow dengan pesawat Pan Am. Namun, mereka tak mau kehilangan muka. Ketika pesawat Pan Am yang mengangkut Sukarno mendarat di Bandara Moskow, pesawat DC-8 itu diparkir di antara dua pesawat IL.111. Pesawat Amerika Serikat itu terlihat kecil dibandingkan pesawat buatan Uni Soviet itu.
Perdana Menteri Nikita Khrushchev yang menyambut Sukarno mengatakan, “Hai, Bung Karno, itulah pesawat kapitalis yang engkau senangi? Lihatlah, tidakkah pesawat-pesawatku lebih perkasa.”
Sukarno tersenyum dan menjawab, “Kamerad Khrushchev, memang benar pesawatmu kelihatan jauh lebih besar dan gagah, tetapi saya merasa comfortable dalam pesawat Pan Am yang lebih kecil itu.”
Pesawat Usdek
Bambang Widjanarko tidak menyebut tahun berapa dari empat kali (1956, 1959, 1961, dan 1964) kunjungan Sukarno ke Uni Soviet itu. Namun, berdasarkan video dokumentasi kunjungan Sukarno ke Uni Soviet, Sukarno menggunakan pesawat Pan Am pada kunjungan ketiga, Juni 1961. Kunjungan pertama dan kedua, Sukarno menggunakan pesawat Uni Soviet.
Bambang sendiri pertama kali ikut kunjungan Sukarno pada September 1961 ke Konferensi Tingkat Tinggi di Beograd, Yugoslavia. “Sebuah kapal terbang Pan Am khusus dicarter untuk membawa rombongan,” kata Bambang.
Kunjungan ketiga Sukarno ke Uni Soviet itu bagian dari lawatan ke berbagai negara. Rombongan berangkat dengan pesawat Pan Am dari Bandara Kemayoran, Jakarta, pada 16 April 1961.
“Pan American Airways menamakan pesawat Boeing 707 yang membawa Presiden Sukarno hari ini ke luar negeri Jet Clipper ‘Usdek’. Ini namanya service istimewa,” tulis wartawan senior Rosihan Anwar dalam Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961–1965.
Usdek adalah manifesto politik Sukarno, yakni UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia.
Baca juga: Pesawat CIA dalam PRRI/Permesta
Rosihan menyebut biaya yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk sewa pesawat itu sebesar 400.000 dolar. Tahun lalu biaya sewanya kurang lebih 300.000 dolar. Pendiri harian Pedoman itu pun mengkritisi pengeluaran dana besar itu, “Sungguh, Presiden Sukarno merupakan kepala negara yang paling banyak bepergian. Langlang buana modern? Atau tukang habiskan harta rakyat?”
Sukarno sendiri, sebelum naik pesawat di Kemayoran, berkata: “Di luar negeri saya juga mengemban tugas amanat penderitaan rakyat.”
Menurut Rosihan, rombongan Sukarno tahun 1961 ini berjumlah 30 orang termasuk beberapa menteri. Dalam rombongan ikut serta pula 102 buah peti berisi hadiah yang akan diberikan kepada negara-negara sahabat. Peti-peti ini berisi hasil karya kesenian dan kebudayaan Indonesia.
Baca juga: Kunjungan Sukarno ke Bulgaria
Rosihan menyebut kunjungan Sukarno memakan waktu selama 2,5 bulan dan akan mengunjungi kurang lebih 18 negara. Dalam buku 20 Tahun Indonesia Merdeka Volume II disebutkan negara-negara yang dikunjungi Sukarno, yaitu Thailand, Amerika Serikat, Meksiko, Ekuador, Bolivia, Peru, Uruguay, Brasil, Ghana, R.P.A (Republik Persatuan Arab), Afghanistan, Austria, Eire (Irlandia), Cekoslowakia, Hongaria, Rumania, Uni Soviet, RRT (Republik Rakyat Tiongkok), Yugoslavia, Italia, Denmark, dan Jepang.
“Perjalanan Sukarno tahun ini ada yang menarik karena ia akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden John Kennedy di Washington,” tulis Rosihan. “Terutama masalah Irian Barat akan mereka bicarakan.”
Kesan Naik Pan Am
Sukarno merasa nyaman dalam pesawat Pan Am mungkin karena pelayanannya. Dia menceritakan pengalamannya dalam amanatnya di acara peringatan Pantjawarsa Deperindra di Istana Negara pada Senin malam tanggal 13 Juli 1964. Amanatnya termuat dalam Industri Rakjat di Indonesia terbitan Panitia Pantjawarsa, Departemen Perindustrian Rakyat tahun 1964.
“Saya ini pernah keliling dunia naik kapal udara. Dan sebelum Garuda mempunyai jet yang besar, saya selalu charter kapal udara jet DC-8 dari Pan American Airways,” kata Sukarno
“Dan ini Pan American Airways adalah begitu manis, mengerti bahwa Presiden Sukarno itu suka makan nasi, suka makan kerupuk, suka makan telor asin dan lain-lain sebagainya. Di dalam pesawat udara Pan American Airways itu, misalnya pada waktu saya terbang ke Amerika atau saya terbang ke Eropa atau saya terbang ke negara-negara Afrika, selalu disediakan kecuali nasi, Saudara-saudara, ada kerupuk udangnya. Wah, bukan main, thank you, you are very nice, you are very kind to me, to have kerupuk udang for me, saya kata kepada stewardess yang manis itu.”
Baca juga: CIA Rancang Pembunuhan Sukarno
“Saudara-saudara. Saya tanya, dari mana ini kerupuk udang. Stewardess pergi ke bagian pantry, kembali membawa kaleng, menunjukkan, inilah kami beli kerupuk udang dari sini. Saya baca ‘Den Haag’, Saudara-saudara. Coba, jadi di negeri Belanda itu ada seorang Belanda atau peranakan Belanda yang betul-betul mempunyai aktivitas membikin kerupuk udang, sampai bisa dijual di Eropa, sampai dijual kepada kapal udara Pan American Airways.”
“Pada waktu saya terbang ke Bolivia, Saudara-saudara, di pesawat udara Pan American Airways itu saya dapat makanan apa? Tempe. Lho, lho, lho, bukan main, wong di atas Amerika Latin kok disuguhi tempe. Saya tanya lagi kepada stewardess, ini dapat dari mana? Stewardess pergi ke pantry, keluar dari pantry menunjukkan lagi kalengnya, ENTI, nama pabriknya, ENTI. Saya lihat betul ENTI, Eerste Nederlandse Tempe Industrie. Coba, coba, coba, Eerste Nederlandse Tempe Industrie! Maka oleh karena itu, Saudara-saudara, saya mengharap agar supaya bangsa Indonesia itu dalam membangun sosialisme itu berdiri di atas hasil tanah air sendiri, ability tanah air sendiri, aktivitas bangsa Indonesia sendiri. Jangan terlalu kita minta-minta atau mengharap-harap dari luar.”
Operasi CIA
Sukarno senang naik Pan Am, begitu pula CIA. Dinas intelijen Amerika Serikat ini berusaha keras menjatuhkan Sukarno dengan berbagai cara termasuk mempermalukannya.
“Pelobi Trippe, Sam Pryor, yang menyediakan hubungan utama dengan CIA, terlibat dalam rencana untuk mendiskreditkan Presiden Sukarno, mengatur untuk menyadap pesawat Pan Am yang disewanya, dan mempekerjakan pelacur Hamburg (Jerman) untuk berpakaian seperti pramugari,” tulis Anthony Sampson dalam Empire of the Sky.
Menurut Scott Van Wynsberghe dalam “Flying high with hookers and spies” di National Post, 25 September 2011, Samuel F. Pryor adalah Wakil Presiden Pan Am yang menjadi penghubung maskapai dengan CIA. Pryor kemudian mengungkapkan perannya kepada penulis Marilyn Bender dan Selig Altschul untuk buku biografi CEO Pan Am Juan Trippe berjudul The Chosen Instrument.
Baca juga: CIA Bikin Film Porno Mirip Sukarno
Dalam The Chosen Instrument, Valerie Lester menemukan bahwa Sam Pryor memasang alat penyadap di kabin pesawat Pan Am yang dicarter Sukarno.
“Tidak mau kalah dengan Uni Soviet, yang menyediakan penerjemah berambut pirang di pesawat Aeroflot yang sangat memesona sehingga Sukarno membawanya kembali ke Indonesia, Sam mengajak dua pelacur dari red light district Hamburg untuk berpose sebagai pramugari Pan Am,” tulis Valerie dalam Fasten Your Seat Belts! History and Heroism in the Pan Am Cabin.
Apa alasan Sam menjadikan pelacur sebagai pramugari?
“Saya takut mengekspos gadis-gadis Pan Am kami kepadanya. Gadis-gadis kami adalah gadis yang baik,” kata Sam. “Mengapa, [karena] teman-teman saya meminta saya untuk mempekerjakan putri mereka sebagai pramugari Pan Am.”
Baca juga: Cerita Kencan Bambang Widjanarko, Ajudan Presiden Sukarno
Bambang Widjanarko menyebut bahwa Sukarno amat senang naik pesawat Pan Am buatan Amerika Serikat. Ke mana pun dia pergi ke luar negeri selalu mencarter Pan Am lengkap dengan seluruh kru.
“Pilot dan kopilot selalu berganti sesuai jadwal mereka,” kata Bambang. “Sedangkan yang selalu tetap dua pramugara dan empat pramugari melayani dari berangkat meninggalkan Jakarta sampai kembali ke Jakarta lagi.”
Berarti, dari empat pramugari, dua bukan pramugari biasa.