Sebanyak 150 pasang pengantin baru dikawinkan secara holopis kuntulbaris alis massal di Ungaran, Semarang pada 1 Februari 1960. Hajatan akbar itu dihadiri Presiden Sukarno bersama rombongan menteri. Bung Karno datang untuk meresmikan dan memberi sambutan.
Salah satu menteri yang ikut menyertai Presiden Sukarno adalah Achmadi Hadisoemarto. Achmadi menjabat sebagai Menteri Transmigrasi, Koperasi, dan Pembangunan Masyarakat Desa (Kopemada). Dia merupakan menteri termuda dalam Kabinet Kerja I. Usianya saat itu masih 33 tahun dan belum menikah.
Presiden Sukarno rupanya sengaja mengajak Menteri Achmadi. Apa maksud di balik itu dinyatakan Sukarno ketika menyampaikan sambutan. Di tengah-tengah pidato, Bung Karno celetuk sambil menyebut nama Achmadi.
“Saya sengaja membawa kemari Menteri Transmigrasi, Koperasi, dan Pembangunan Masyarakat Desa Achmadi,” kata Bung Karno seperti dikutip Indonesia Merdeka, 2 Februari 1960.
“Lihat Achmadi, mereka bagus-bagus, cantik-cantik dan berbahagia. Apakah tidak tertarik untuk lekas kawin,” sentil Bung Karno.
Baca juga: Presiden Ketularan Menteri Perhubungan
Selain menteri termuda, Achmadi seperti disebut Indonesia Merdeka, juga terbilang “good looking”. Di masa revolusi kemerdekaan, dia merupakan komandan Laskar Kere yang terdiri dari para pemuda pelajar di Kota Solo. Pada masa ini pula Achmadi telah dikenal oleh Presiden Sukarno. Itulah sebabnya Achmadi tak canggung berbalas guyonan dengan Bung Karno yang menggodanya supaya lekas menikah.
“Sekarang memang zaman revolusi,” jawab Achmadi, "Tapi bukan revolusi amuk-amukan.”
“Revolusi kita berencana. Para Saudara jangan khawatir, Bung Karno juga jangan khawatir. Perkawinan saja juga harus berencana,” imbuhnya.
Sontak para hadirin tertawa mendengarnya.
Baca juga: Perkawinan Perjuangan
Achmadi lahir di Desa Ngrambe, Jawa Timur, pada 5 Juni 1927. Sosoknya, menurut Julius Pour, mulai menonjol setelah pasukan yang dia pimpin bergesekan dengan kekuatan perjuangan yang lain. Pada pertengahan Maret 1948, Laskar Kere menertibkan Kota Solo dari kekuasaan laskar-laskar bersenjata. Untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu, Achmadi dipanggil ke Yogyakarta.
Setelah bertemu muka, Presiden Sukarno justru menyenangi keberanian pemuda Achmadi. Tindakan Achmadi dan pasukannya itupun dimaklumi. Achmadi bahkan diberi pangkat mayor serta diangkat sebagai komandan Batalion 2 pada Kesatuan Reserve Umum (KRO) TNI. Lewat program reorganisasi yang kemudian dilakukan pasukan Republik menjelang Agresi Militer Belanda kedua, posisi Achmadi kian kokoh.
“Oleh karena itu dia praktis memiliki pasukan sendiri, setelah ditetapkan sebagai Komandan Detasemen II B (Brigade) 17 TNI,” catat Julius Pour dalam Doorstoot Naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer.
Baca juga: Semangat Laskar Kere
Bersama Letkol Slamet Riyadi, Achmadi kemudian memimpin pasukan dalam Serangan Umum Empat Hari di Solo pada 7—10 Agustus 1949. Pelan-pelan, dari dunia militer Achmadi merambah masuk ke kabinet sebagai menteri. Achmadi memegang jabatan menteri Transmigrasi Kopemada dari periode Kabinet Kerja I hingga Kabinet Kerja IV (1959—1964). Setelahnya, Achmadi menjabat menteri penerangan pada Kabinet Dwikora I dan II (1964—1966).
Achmadi salah satu menteri yang tergolong dekat dengan Presiden Sukarno. Achmadi juga bersahabat karib dengan Wakil Perdana Menteri (Waperdam) III Chairul Saleh. Setelah Presiden Sukarno lengser, Achmadi dan Chaerul Saleh mengalami nasib menyedihkan.
Ketika Surat Perintah 11 Maret 1966 yang memberi kuasa pengamanan kepada Jenderal Soeharto terbit, Achmad termasuk satu dari 15 menteri yang ditangkap, juga bersama Chairul Saleh. Chairul Saleh bahkan meninggal dalam tahanan, di mana Achmadi menjadi "perawat" masa-masa terakhir Chairul. Selain pejabat menteri, Achmadi waktu ditahan juga merupakan perwira militer yang sudah berpangkat mayor jenderal. Namun, Achmadi tetap ditahan dalam penjara berpindah-pindah selama 10 tanpa proses pengadilan. Achmadi wafat pada 2 Januari 1984 dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Baca juga: Meringkus 15 Menteri Loyalis Sukarno