Bulgaria jadi trending topic setelah disebut oleh komika Bintang Emon dalam video di akun twitter @bintangemon yang diunggah pada 9 Oktober 2020. Dalam video itu, dia membahas tentang kebebasan berbicara di sosial media. Dia juga mengkritik pemerintah dan DPR yang mengesahkan UU Omnibus Law Cipta Kerja dikaitkan dengan penanganan Covid-19. Di akhir videonya, dia menyebut "…kebetulan gua lagi ngomongin pemerintah Bulgaria."
Tulisan ini hendak mengajak pembaca untuk melihat sejarah hubungan diplomatik Indonesia dan Bulgaria. Dalam situs kemlu.go.id disebut bahwa "Bulgaria merupakan salah satu negara yang memberikan dukungan dan pengakuan terhadap Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945".
Barangkali maksudnya Bulgaria termasuk negara yang cukup awal mengakui Republik Indonesia bersama negara-negara Uni Soviet lainnya. Pengakuan tersebut dikabarkan oleh Suripno, wakil mahasiswa Indonesia di International Union of Students (IUS), yang mengikuti Festival Pemuda Sedunia Pertama di Praha, Cekoslowakia, pada 1947.
Baca juga: Perjanjian Diplomatik Indonesia-Uni Soviet yang Dilupakan
Selain membuka hubungan diplomatik dengan Uni Soviet yang tidak diakui pemerintah Indonesia, Suripno juga memberitahukan bahwa negara-negara blok Uni Soviet juga mengakui Republik Indonesia.
Pramoedya Ananta Toer, dkk. dalam Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948) menyebutkan, menurut harian Sumber (12 Juni 1948) kalangan politik di Yogyakarta dan Jakarta mengatakan bahwa Suripno, wakil Republik di Praha, dalam kawatnya kepada pemerintah mengabarkan negeri-negeri lain dari blok Uni Soviet seperti Rumania, Polandia, Bulgaria, dll. telah mengakui Republik Indonesia.
Berhubung dengan pengakuan itu, Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim berkata, "Jika negeri-negeri tersebut dengan kemauan sendiri dan sukarela mengakui Republik, sudah tentu kami tak dapat menolaknya."
Kendati demikian, penandatanganan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Bulgaria baru dilakukan pada 21 September 1956. Disusul kunjungan kenegaraan Presiden Sukarno ke Bulgaria pada April 1960. Kunjungan ini bagian dari muhibah ke beberapa negara selama dua bulan.
Pada 11 April 1960, Sukarno menerima gelar Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Politik dari Universitas Sofia. Setelah itu, dari Sofia, Sukarno mengunjungi Varna, kota terbesar ketiga Bulgaria. Nahas, pesawat kedua yang mengangkut rombongan mengalami kecelakaan. Pesawat mendarat di luar landasan, rodanya copot, dan baling-baling lepas berantakan. Awak pesawat terluka berat, sedangkan rombongan Indonesia mengalami luka ringan.
Baca juga: Sukarno: Uzbekistan Jauh di Mata Dekat di Hati
"Saya naik ke dalam pesawat untuk memberikan pertolongan. Antara lain Bapak Mr. Tanzil dan Jenderal Kertarto, kakinya terjepit kursi tempat duduk. Setelah semua dapat keluar dari dalam pesawat, kami diperintahkan untuk segera meninggalkan pesawat sebab dikhawatirkan meledak," kata Mangil Martowidjojo dalam memoarnya, Kesaksian tentang Bung Karno 1945–1967.
AKP Mangil Martowidjojo, komandan pengawal presiden, naik pesawat rombongan pertama mendarat dengan selamat. Setelah pesawat kedua kecelakaan, AKBP Soetarto meminta bagian keamanan Bulgaria untuk mengalihkan pendaratan pesawat rombongan ketiga yang membawa Sukarno.
Pesawat itu kemudian mendarat di lapangan terbang milik militer dengan selamat, kira-kira 50 kilometer dari lapangan terbang Varna. Sukarno kemudian melanjutkan perjalanan ke tempat rapat raksasa.
"Di salah satu tanah lapang dekat Varna, ribuan rakyat setempat telah lama menantikan kedatangan Bung Karno," kata Mangil. "Bung Karno berpidato di dalam rapat raksasa itu dengan diterjemahkan oleh seorang juru bahasa."
Setelah menginap satu malam di Varna, Sukarno dan rombongan kembali ke ibu kota Sofia.
Menurut Solichin Salam dalam Bung Karno, Putera Fajar, Sukarno cepat mendapat simpati rakyat di luar negeri karena gaya bahasa pidatonya dapat menggetarkan jiwa yang mendengarnya.
"Bung Karno telah memilih kata-katanya yang menimbulkan hati terharu, seperti misalnya sewaktu Bung Karno datang ke kota Varna, di Bulgaria dalam bulan April 1960," tulis Solichin.
Baca juga: Hubungan Diplomatik Indonesia dan Vanuatu
Dalam pidatonya, Sukarno mengatakan: "Saudara-saudara, aku telah menemukan Bulgaria. Tetapi aku tidak menemukannya pada tugu-tugunya di Sofia yang menggairahkan serta jalan-jalan aspalnya yang lebar ataupun yang beralaskan granit, atau dalam rumah-rumah batu yang bermandikan sinar matahari atau dalam kota Varna yang indah. Aku menemukan Bulgaria pertama dan terutama dalam kemilau yang dipancarkan dari mata rakyat yang datang untuk menyambutku, dalam tawa gembira para Pioner (Pandu atau Pramuka, red.) di Taman Kemerdekaan, dalam tepuk tangan para wanita di TSUM (pusat perbelanjaan, red.); aku menemukannya dalam sorak yang bersemangat untuk persahabatan, perdamaian, dan kebahagiaan, dengan mana para pekerja Bulgaria menyambutku di mana-mana."
Dua tahun setelah kunjungan Sukarno ke Bulgaria, Indonesia membuka Kedutaan Besar di Sofia pada 1962. Kedutaan ini kemudian merangkap Albania dan Makedonia Utara.