Masuk Daftar
My Getplus

Spion Wanita Nazi Dijatuhi Hukuman Mati

Reissa von Einem mencuri informasi dan merekrut orang-orang untuk spionase Jerman di Paris. Lolos dari hukuman mati di Prancis, Reissa justru dieksekusi di Jerman.

Oleh: Amanda Rachmadita | 03 Mei 2024
Ilustrasi hukuman mati (fabrikasimf/freepik.com).

KISAH agen rahasia dalam menjalankan misi untuk mencuri informasi atau mengelabui musuh selalu menarik untuk diikuti. Kali ini kisah spion wanita Nazi, yang kemampuannya dalam mencuri informasi dan membungkam mereka yang kontra dengan sang Führer, Adolf Hitler, patut diacungi jempol. Ia adalah Reissa von Einem atau kerap dipanggil Baronnes von Einem.

Pada 1935, Reissa mengirim surat ke pihak Jerman dengan maksud meminta pekerjaan. Surat tersebut tidak dibuat sembarangan. Di dalam suratnya, Reissa menyatakan pernah bekerja untuk dinas rahasia pada 1917, ketika berusia belasan tahun.

Kurt D. Singer, yang pernah terlibat aksi spionase kontra Nazi, dalam Spies and Traitors of World War II menyebut wanita yang terlahir dengan nama Maria Elizabeth von Einem itu merupakan seorang bangsawan. Namun, surat kabar New York Herald Tribune, 30 Mei 1940, melaporkan bahwa Baroness von Einem, yang memiliki nama kecil Reissa von Scheurn Schloss, merupakan putri seorang jenderal Jerman dalam Perang Dunia II.

Advertising
Advertising

Surat Reissa diserahkan kepada Wilhelm Franz Canaris, kepala intelijen militer (Abwehr) Nazi. Tertarik dengan pengalaman kerja wanita berusia tiga puluh tahunan itu, Canaris menerima Reissa sebagai anak buahnya. Reissa harus menjalani tes untuk mendapatkan kepercayaan penuh dari Canaris.

Baca juga: Aksi Spionase di Balik Kematian Leon Trotsky

Tes pertama, Reissa diberi tugas mengawasi aktivitas pengungsi Jerman anti-Nazi di Prancis dan Cekoslovakia. Selama menjalankan tugas tersebut, ia berhasil menemukan stasiun radio bawah tanah di Cekoslovakia yang kerap menyiarkan berita-berita yang dilarang dan propaganda anti-Nazi kepada rakyat Jerman. Stasiun radio yang berada di pinggiran Praha itu dihancurkan pada 1936 dan para operatornya dibunuh. Operasi ini dilakukan dengan sangat rapi, sehingga Canaris mengucapkan selamat secara langsung kepada Reissa yang berhasil menjalankan tugas pertamanya. Sang baroness pun menerima ucapan selamat disertai undangan makan malam.

Setelah pertemuan tersebut, Canaris tak hanya mengagumi cara kerja Reissa yang efektif, tetapi juga terpesona dengan sosoknya yang cantik, anggun, dan cerdas. Tak heran bila kemudian Reissa menjadi salah satu agen paling dipercaya oleh Canaris. Mereka juga beberapa kali bertemu di Restoran Horcher di Berlin.

Tes kedua, Canaris mengutus Reissa ke banyak ibu kota di Eropa. Dia seringkali bertindak sebagai perantara dalam perdagangan senjata internasional, menegosiasikan penjualan senjata dalam jumlah besar ke negara-negara Amerika Selatan, Cina, Finlandia, dan bekas republik Baltik. Pekerjaan ini menempatkannya pada posisi ideal untuk menjalankan misi sebagai agen rahasia.

Baca juga: Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian I)

Meski kerap melakukan perjalanan ke berbagai kota di Eropa, Reissa tinggal di Paris. Jurnalis Jerman, Curt Riess dalam Total Espionage menyebut spion wanita yang memiliki pesona luar biasa itu menetap di Hotel d’Jena yang modis. Reissa juga kerap terlihat dalam acara-acara yang dihadiri orang-orang kelas atas di Paris. Di sana dia membangun koneksi dengan sejumlah pejabat, salah satunya Menteri Luar Negeri Prancis, Georges Bonnet, yang dia bujuk untuk menjadi informan penting bagi Canaris. Melalui koneksinya itu juga Reissa merekrut agen-agen baru.

Aktivitas intelijen Reissa tak diketahui hingga beberapa bulan sebelum pecah Perang Dunia II. Akhirnya, dinas kontraspionase Prancis menangkap seorang stenograf (penulis cepat) bernama Gaston Amourelle yang diperbantukan pada seksi pertahanan dari senat Prancis. Stenograf inilah yang memasok notulen rapat-rapat rahasia komisi tersebut kepada Reissa. “Tuan Amourelle menerima 400.000 franc untuk dokumen-dokumen rahasia yang dia berikan kepada sang baroness,” sebut Riess.

Penangkapan Amourelle bersama Alois Aubin, associate editor surat kabar Le Temps, dan Julien Poirier, agen periklanan untuk surat kabar Figaro, membongkar aksi spionase Reissa di Prancis. Keduanya dituding terlibat dalam propaganda Nazi. “Reissa memiliki minat pada industri film karena ia punya begitu banyak teman di bidang ini. Tak heran bila kemudian ia memiliki ide untuk membeli bioskop yang menampilkan gambar bergerak. Tetapi karena ingin tetap berada di balik layar, maka Tuan Aubin-lah yang membeli sekitar tiga ratus bioskop. Di sisi lain, Tuan Poirier yang tiba-tiba memiliki banyak uang, tertarik untuk mendirikan sebuah perusahaan film baru. Perusahaan ini akan memproduksi film-film yang mendidik untuk pemahaman yang lebih baik antara Jerman dan Prancis,” jelas Riess.

Baca juga: Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian II)

Selain ketiga orang tersebut, Reissa juga menjalin kontak dengan bankir bernama Hirsch, yang menjadi penyandang dana jaringan spionase, Fernand de Brinon, koresponden surat kabar Prancis L’information di Berlin dan salah satu promotor Prancis paling penting dalam Komite Prancis-Jerman, serta Otto Abetz, diplomat Jerman sekaligus anggota Nazi.

Ketika aksi spionasenya terbongkar, Reissa melarikan diri ke Jerman. Dia diduga mendapat peringatan dari istri Georges Bonnet, Menteri Luar Negeri Prancis, untuk segera meninggalkan Prancis karena aktivitas intelijennya telah diketahui oleh dinas kontraspionase Prancis dan Perdana Menteri Édouard Daladier.

“Hanya beberapa jam setelah para kolonel dari dinas kontraspionase Prancis bertemu dengan Perdana Menteri Daladier, Baroness von Einem buru-buru meninggalkan hotelnya. Ia naik taksi ke Hotel Scribe dan memasuki bar untuk bertemu dengan Nyonya Georges Bonnet, yang bersahabat dekat dengannya. Setelahnya baroness naik taksi lagi dan pergi ke bandara Le Bourget, tempat ia menyimpan pesawat pribadinya, yang dijaga oleh polisi –bukan untuk menangkapnya, tetapi pesawat itu dijaga atas perintah Menteri Bonnet untuk memastikan keamanan pesawat,” sebut Riess.

Baca juga: Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika

Kepergiannya ke Jerman membuat Reissa lolos dari hukuman mati yang dijatuhkan hakim Prancis kepadanya secara in absentia. Setelah Jerman menduduki Prancis, sang baroness kembali lagi ke Paris. Alih-alih takut akan dihukum mati, ia dengan bebas melakukan apapun karena serdadu-serdadu Jerman yang kini memegang kekuasaan. Namun, keberuntungan tak selalu berpihak kepada Reissa. Canaris yang mulanya menjadikan Reissa sebagai salah satu agen kepercayaannya, sudah tak membutuhkannya lagi.

Singer menyebut hal ini berkaitan dengan ketidaksukaan Canaris terhadap hubungan Reissa dengan Otto Abetz. “Ia memulai hubungan asmara yang memalukan yang menjadi pembicaraan di Paris. Sebuah perintah keras datang memintanya untuk meninggalkan Paris dan pergi ke Brussels. Setibanya di sana, Reissa ditangkap. Itulah terakhir kalinya Baroness von Einem disebut-sebut secara mencolok di media,” sebut Singer.

Walau begitu, itu bukanlah berita terakhir tentang sang baroness. Beberapa surat kabar di Jerman melaporkan pada November 1941 bahwa Reissa telah dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Rakyat. Beberapa hari kemudian, ia dieksekusi di Penjara Ploetzensee di Berlin. Banyak pihak menganggap meski secara formal diadili oleh Pengadilan Rakyat, Reissa sesungguhnya telah dihukum oleh Canaris.*

TAG

intelijen nazi jerman

ARTIKEL TERKAIT

Mata Hari di Jawa D.I. Pandjaitan dan Aktivis Mahasiswa Indonesia di Jerman Sepak Terjang Spion Melayu Adam Malik Sohibnya Bram Tambunan Operasi Monte Carlo, Misi Intelijen Koes Bersaudara Satu-satunya Perempuan Amerika yang Dieksekusi Hitler Bapaknya Indro Warkop Jenderal Intel Ali Moertopo Disebut Pernah Jadi Agen Belanda Roebiono Kertopati, Bapak Persandian Indonesia Kiprah Putin di KGB