Pada 12 Maret 1958, Lenan Kolonel Sukendro, kepala intelijen Angkatan Darat, menunjukkan kepada para wartawan bukti-bukti pesawat DC-4 yang menjatuhkan senjata bagi pemberontak PRRI/Permesta. Pesawat lain yang mengangkut persenjataan mendarat di Manado. Pemerintah pusat mengetahui nama pilot dan nomor pesawat itu. Foto-foto pesawat yang mendrop senjata itu dipamerkan di Departemen Penerangan.
“Dia juga menuduh –dengan tepat– para pemberontak telah membeli sebuah pesawat DC-4, tetapi dia tidak mengetahui bahwa CIA-lah pemilik CAT yang bermarkas di Taiwan dan menjual pesawat itu dengan harga murah, yang sangat mungkin diatur Soemitro Djojohadikusumo,” tulis Audrey R. Kahin dan George McT. Kahin dalam Subversi Sebagai Politik Luar Negeri: Menyingkap Keterlibatan CIA di Indonesia.
Baca juga: Agen CIA dalam Pemberontakan di Sumatra
Audrey dan George mengungkapkan Taiwan di bawah pimpinan Chiang Kai-shek sangat penting bagi Amerika. Taiwan merupakan jalur utama Amerika untuk menyalurkan peralatan perang kepada para pemberontak di Sumatra dan Sulawesi. Taiwan juga menjual persenjataan tambahan dan menyediakan sejumlah pilot serta instruktur artileri untuk pasukan pemberontak. Banyak anggota tentara PRRI/Permesta dikirim untuk mendapatkan pelatihan dalam menggunakan senjata dan peralatan komunikasi ke Taiwan, Okinawa, dan Saipan.
“Taiwan tidak saja menjadi markas perusahaan penerbangan CAT milik CIA yang pesawat-pesawatnya sangat banyak membantu Permesta,” tulis Audrey dan George, “tetapi angkatan udaranya juga menyediakan persenjataan bagi pemberontak di Sumatra dan Sulawesi.”
Maskapai Penerbangan CIA
CAT (Civil Air Transport) didirikan oleh Claire Chennault dan Whiting Willauer sebagai Chinese National Relief and Rehabilitation Administration Air Transport (Transportasi Udara Badan Penolong dan Rehabilitasi Cina Nasionalis) pada 1946. Menggunakan kelebihan pesawat Perang Dunia II seperti C-47 Dakota dan C-46 Commando, CAT mendukung Chiang Kai-shek dengan pasukan Kuomintang dalam perang saudara melawan Cina komunis di bawah Mao Zedong. Banyak pilotnya adalah veteran Perang Dunia II dari Flying Tigers yang dipimpin oleh Claire Chennault.
Pada 1950, setelah pasukan Chiang Kai-shek kalah dan mundur ke Taiwan, CAT menghadapi kesulitan keuangan. CIA mendirikan Airdale Corporation (kemudian menjadi Pacific Corporation), perusahaan induk yang mengendalikan beberapa perusahaan penerbangan. Airdale Corporation membentuk anak perusahaan CAT, Inc., yang membeli saham Civil Air Transport. CAT pun menjadi maskapai penerbangan sipil sekaligus menjalankan misi-misi rahasia CIA.
Baca juga: Agen CIA di Medan
Misi CAT berubah setelah komunisme semakin menyebar di Asia Tenggara. CIA menggunakan CAT untuk operasi-operasi di berbagai perang di Asia, seperti perang saudara di Cina, Perang Korea, Perang Indochina, Perang Vietnam, dan perang saudara di Indonesia. Sekitar 20 pesawat CAT terlibat dalam mendukung PRRI/Permesta.
Menurut sejarawan Baskara T. Wardaya, selain dengan kapal USS Thomaston, CIA juga mengirimkan persenjataan lewat udara. Dengan bantuan Kepala CIA di Pangkalan Angkatan Udara Amerika Clark di Filipina, Paul Gottke, beberapa agen CIA menjalankan misi khusus bersandi Operasi Hance, yakni operasi pengedropan senjata untuk membantu para pemberontak.
“Untuk menjaga rahasia, misi operasi ini dijalankan dengan menggunakan pesawat dan kru dari Civil Air Transport, sebuah maskapai penerbangan di Asia Timur yang didanai CIA dan para pilotnya digaji oleh CIA,” tulis Baskara dalam Indonesia Melawan Amerika: Konflik Perang Dingin 1953-1963.
Baca juga: Ironi Operasi CIA di Indonesia
Selain mendrop senjata, pilot-pilot CAT juga menerbangkan pesawat Angkatan Udara Permesta, yaitu AUREV (Angkatan Udara Revolusioner). Di antaranya William H. Beale dan Allen Lawrence Pope yang menerbangkan pesawat Douglas B-26 Invaders.
“Pada 21 April 1958, CIA menyerahkan Pope kepada CAT untuk tugas sementara selama 120 hari ketika bertugas di pangkalan Angkatan Darat Amerika di Camp Bruckner, Kepulauan Ryukyu,” tulis Audrey dan George.
Menurut Kenneth Conboy dan James Morrison dalam Feet to the Fire CIA Covert Operations in Indonesia, 1957–1958, CIA mengarahkan Beale dan Pope untuk menargetkan tidak hanya angkatan bersenjata Indonesia tetapi juga kapal-kapal dagang asing agar menjauhi perairan Indonesia. Dengan demikian dapat melemahkan ekonomi Indonesia dan merusak pemerintahan Sukarno.
Pada 28 April 1958, Beale menyerang pangkalan minyak Royal Dutch Shell di Balikpapan, Kalimantan Timur, dan menenggelamkan kapal tanker Inggris, MV San Flaviano. Sementara itu, dari pelabuhan Donggala dekat Palu, Sulawesi Tengah, Pope menenggelamkan kapal dagang dari Yunani, Italia, dan Panama. Pada Mei 1958, Beale menarik diri dari operasi, sedangkan Pope tertimpa nahas.
Baca juga: Pilot CIA Ditembak Jatuh di Ambon
Pada 18 Mei 1958, Pope menyerang kapal Indonesia yang membawa pasukan untuk menyerang Permesta. Tembakan anti-pesawat dari kapal dan serangan dari pesawat P-51 Mustang Angkatan Udara Republik Indonesia berhasil menjatuhkan pesawat B-26. Pope dan seorang operator radio ditangkap.
CIA telah memerintahkan pilot-pilot CAT untuk terbang steril, yaitu tanpa dokumen apapun yang dapat mengidentifikasi mereka terhubung dengan pemerintah Amerika. Namun, Pope membawa sekitar 30 dokumen, termasuk log penerbangan, buku harian, kartu identitas CAT, dan surat-surat lainnya.
Menurut Audrey dan George, Mahkamah Militer mengungkapkan 12 misi pengeboman dan penembakan yang dilakukan Pope terhadap kapal-kapal Angkatan Laut Republik Indonesia, kapal-kapal niaga, lapangan-lapangan terbang, dan kota-kota pelabuhan disertai tenggelamnya sejumlah kapal dan hancurnya sejumlah pesawat terbang. Berkas-berkas itu juga menunjukkan serangan atas Ambon yang menyebabkan dia tertembak jatuh adalah pengeboman kelima yang dilakukannya atas kota itu dan wilayah sekelilingnya.
Baca juga: Pilot CIA Ini Lolos Dari Hukuman Mati
Berkaitan dengan tertangkapnya Pope, Direktur CIA Allen Dulles membuat laporan rahasia kepada Presiden John F. Kennedy, yang secara resmi mengakui bahwa pemerintahan Dwight Eisenhower menyetujui “pemberian bantuan persenjataan dan bantuan militer lainnya kepada para pembangkang, termasuk dukungan udara. Sejumlah pilot CAT bekerja dengan sukarela demi kepentingan itu. Seolah-olah keluar dari CAT dan menjadi ‘tentara bayaran’ yang dipekerjakan para pembangkang untuk melakukan misi tempur. Pada 18 Mei 1958, salah seorang pilot, Allen Lawrence Pope tertembak jatuh.”
Mahkamah Militer memvonis Pope hukuman mati tapi kemudian dibebaskan. Penangkapan Pope yang membawa dokumen lengkap telah membuktikan keterlibatan CIA dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Pemerintah Amerika pun segera mengakhiri dukungan CIA terhadap pemberontakan dan menarik agen-agennya serta sisa pesawat dari AUREV.