Masuk Daftar
My Getplus

Pilot CIA Ini Lolos Dari Hukuman Mati di Indonesia

Sukarno mengampuni pilot CIA ini dari hukuman mati setelah ibu, istri dan saudara perempuannya memohon ampunan.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 18 Mei 2015
Allen Lawrence Pope didampingi petugas kesehatan Angkatan Laut Republik Indonesia di kapal RI Sawega.Foto: repro "Patahnya Sayap Permesta" karya Sugeng Sudarto, dkk.

MINGGU malam, 18 Mei 1958 itu juga, berita tertangkapnya Pope sampai ke Markas Besar CIA di AS. Direktur CIA, Allen Dulles segera mengirim telegram kepada para perwira CIA di Indonesia, Filipina, Taiwan, dan Singapura: tinggalkan posisi, hentikan pengiriman uang, tutup jalur pengiriman senjata, musnahkan semua bukti, dan mundur teratur.

“Inilah saatnya bagi Amerika Serikat untuk pindah posisi. Sesegera mungkin, kebijakan luar negeri Amerika berubah arus,” tulis Tim Weiner dalam Membongkar Kegagalan CIA.

Dalam wawancara dengan Weiner pada 2005, Pope mengakui bahwa operasi CIA di Indonesia gagal. “Namun kami telah memukul dan melukai mereka. Saya suka membunuh komunis dengan cara apapun yang bisa saya lakukan. Kami membunuh ribuan komunis, meskipun setengah di antaranya mungkin tidak mengerti apa yang dimaksud dengan komunisme,” kata Pope.

Advertising
Advertising

Menurut Sugeng Sudarto dalam Patahnya Sayap Permesta, berdasarkan anjuran Presiden Sukarno untuk segera menyelesaikan segala perkara, termasuk perkara Pope, maka sidang pertama pengadilan Pope dilakukan secara terbuka oleh Pengadilan Tentara Jakarta pada 28 Desember 1959, di ruang sidang Markas Besar Angkatan Udara di Jalan Sabang No. 2A Jakarta. Setelah 17 kali persidangan, pada 29 April 1960 hakim memutuskan menjatuhkan hukuman mati kepada Pope.

Baca juga: Pilot CIA Ditembak Jatuh di Ambon

“Mereka mengadili saya atas tuduhan pembunuhan dan menjatuhi saya hukuman mati,” kata Pope. “Mereka mengatakan bahwa saya bukanlah tawanan perang dan tidak berhak mendapat perlakuan berdasarkan Konvensi Jenewa.”

Ketika bertemu Presiden AS, John F. Kennedy di Gedung Putih, Washington, AS, pada 24 April 1961, Sukarno menawarkan pembebasan Pope asalkan AS mendukung Indonesia merebut Irian Barat. Namun, Kennedy belum menentukan sikap. Pada pertengahan Februari 1962, adik Presiden Kennedy sekaligus Jaksa Agung Robbert Kennedy berkunjung ke Indonesia. Bobby, panggilannya, membawa dua misi: meredakan ketegangan Indonesia-Belanda soal Irian Barat dan membebaskan Pope.

Menurut Arthur Meier Schlesinger dalam Robert Kennedy and His Times, Bobby menemui Sukarno untuk membebaskan Pope, namun Sukarno masih tetap pada pendiriannya; Pope dilepaskan dengan syarat AS mendukung Indonesia soal Irian Barat, sementara Belanda adalah sekutu AS. Bobby sempat keluar ruangan karena emosi. Setelah Bobby minta maaf, Sukarno akhirnya menjamin akan menangani dengan caranya sendiri.

“Setelah empat tahun dua bulan dalam penahanan, dia dibebaskan pada bulan Juli 1962 atas permintaan secara pribadi oleh Jaksa Agung Amerika Serikat, Robert F. Kennedy,” tulis Weiner.

Sukarno punya cara dan cerita sendiri perihal pembebasan Pope. Istri Pope, bekas pramugari Pan American Airways, bersama ibu dan saudara perempuannya, menghadap Sukarno dan menangis tersedu-sedan memohon supaya Pope diampuni. “Bila sudah menyangkut seorang perempuan, hatiku menjadi lemah,” kata Sukarno. “Aku tidak dapat bertahan menghadapi air mata seorang perempuan, sekalipun dia orang asing.”

Baca juga: Permesta dan Awal Gagasan Otonomi Daerah

Setelah sembuh dan keluar dari rumah sakit, Pope menjadi tahanan rumah menunggu dipindahkan ke penjara tentara untuk dihukum mati. Sukarno menyampaikan kepadanya, “atas kemurahan hati Presiden engkau diberi ampun. Tetapi ini kulakukan dengan diam-diam. Aku tidak ingin ada propaganda mengenai hal ini. Sekarang pergilah! Sembunyikan dirimu di Amerika Serikat secara rahasia. Jangan memperlihatkan diri di muka umum. Jangan bikin cerita-cerita untuk surat kabar. Jangan buat pernyataan-pernyataan. Pulang sajalah, sembunyikan dirimu, menghilanglah dari pandangan umum, dan kami akan melupakan semua yang telah terjadi.”

Pengampunan Sukarno tidak cuma-cuma. Ia menjadi salah satu strateginya dalam merebut Irian Barat, dimana AS berada di pihak Indonesia. Selain itu, menurut Guntur Sukarnoputra, suatu hari ketika dia membaca berita mengenai pembangunan jalan Jakarta By Pass, menanyakan pada ayahnya benarkah pembangunan jalan tersebut merupakan barter dengan pembebasan Allen Pope.

“Bung Karno ketika itu hanya tertawa-tawa kecil saja,” kata Guntur dalam Bung Karno: Bapakku, Kawanku, Guruku. Tak diduga beberapa saat kemudian, Bung Karno berteriak dari kamar mandi memanggil Guntur. “Beliau bergurau bahwa semoga Amerika mengirimkan Allen Pope-Allen Pope yang lain. Sehingga dapat ditukar dengan Ava Gardner dan Ivonne de Carlo, yakni bintang film Amerika yang terkenal kecantikan dan kemolekan tubuhnya saat itu.”

Baca juga: Pesawat Hercules Hasil Barter Pembebasan Pilot CIA

Jakarta By Pass (Jalan Jenderal Ahmad Yani dan Mayjen DI Panjaitan) sepanjang 27 kilometer menjadi sarana untuk memperlancar transportasi dari Cawang ke Pelabuhan Tanjung Priok. Selain membantu pembangunan Jakarta By Pass, AS juga membantu pembangunan Jembatan Semanggi, simpang empat sekaligus jembatan layang hasil rancangan Ir. Sutami. 

Menurut Weiner, setelah bebas dan selama sisa hidupnya pada 1960-an, Pope kembali terbang untuk CIA ke Vietnam. Pada Februari 2005, di usia 76 tahun, dia dianugerahi medali Legion of Honor oleh pemerintah Prancis atas perannya dalam menyuplai barang-barang kebutuhan bagi pasukan Prancis yang sedang dikepung di Dien Bien Phu pada 1954.

[pages]

TAG

CIA Intelijen

ARTIKEL TERKAIT

Mata Hari di Jawa M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado D.I. Pandjaitan dan Aktivis Mahasiswa Indonesia di Jerman Sukarno, Jones, dan Green Sepak Terjang Spion Melayu Adam Malik Sohibnya Bram Tambunan Operasi Monte Carlo, Misi Intelijen Koes Bersaudara Satu-satunya Perempuan Amerika yang Dieksekusi Hitler Bapaknya Indro Warkop Jenderal Intel Ali Moertopo Disebut Pernah Jadi Agen Belanda