Masuk Daftar
My Getplus

Albert Speer Arsitek Kebanggaan Nazi

Arsitek Albert Speer kondang sebagai gembong Nazi yang meminta maaf pada publik. Berkelit sedemikian rupa demi menghindar dari isu holocaust.

Oleh: Randy Wirayudha | 16 Nov 2020
Berthold Konrad Hermann Albert Speer, arsitek brilian Nazi favorit Adolf Hitler. (Bundesarchiv).

SUATU pagi di awal November 1966. Albert Speer menyambut hangat dua jurnalis majalah Der Spiegel di kediamannya, sebuah apartemen di Heidelberg. Speer tampil rapi dan necis dengan jas beserta dasi dan rambutnya yang klimis. Hari itu memang dipersiapkannya spesial untuk bicara A-Z terkait profesinya sebagai arsitek, yang difavoritkan Adolf Hitler.

Wawancara berlangsung lugas sejak pertanyaan pertama. Termasuk tentang pernyataan kontroversialnya soal rencana pembunuhan Hitler pada medio Februari 1945, yang pertamakali diutarakannya secara singkat di Pengadilan Nuremberg (30 September 1945-1 Oktober 1946). Dua dekade kemudian, pernyataan itu dijelaskannya kepada Der Spiegel.

Pernyataan itu memancing pertanyaan dari sang jurnalis. Bila dia urung menyebarkan gas beracun ke tempat persembunyian Hitler, kenapa tak membunuhnya dengan cara yang jamak semisal dengan menembaknya, kata si jurnalis.

Advertising
Advertising

“Setelah percobaan pembunuhan (oleh Kolonel Claus von, red.) Stauffenberg pada 20 Juli 1944, praktis saya tak punya kesempatan lagi. Sebelum masuk ke Führerbunker, Anda harus selalu menyerahkan koper Anda untuk diperiksa. Dan sebuah pistol kecil yang bisa disembunyikan di saku celana pun takkan cukup. Anda harus membunuhnya dengan pistol besar,” kata Speer menjawab pertanyaan si jurnalis, dimuat Der Spiegel edisi 7 November 1966.

Baca juga: Stauffenberg, Opsir "Judas" Kepercayaan Hitler

Albert Speer di tahun 1970-an merilis dua buku berupa memoir dan otobiografi. (Speer: Hitler's Architect).

Pernyataan Speer itu berbeda dari pernyataannya di Pengadilan Nuremberg. Di Nuremberg, alasan Speer urung meracuni sistem ventilasi udara Führerbunker disebabkan karena gencarnya bombardir udara Sekutu.

Pernyataan itu jadi salah satu strategi Speer untuk mencitrakan dirinya sebagai “Nazi yang baik”. Kendati pada September 1945 Perang Dunia II telah usai, pertarungan Speer justru baru dimulai. Tak hanya menghadapi sejumlah dakwaan Pengadilan Nuremberg, dia juga menghadapi para mantan koleganya yang dipimpin Reichsmarschall Hermann Goering (ejaan Jerman: Göring) yang juga jadi tahanan Nuremberg.

Baca juga: Empat Upaya Pembunuhan Hitler yang Gagal

Sementara Goering cs. ingin memanfaatkan Pengadilan Nuremberg sebagai pertempuran terakhir mereka mempertahankan Jerman-Nazi, Speer memilih Nuremberg sebagai tempat buat menyelamatkan lehernya dari tiang gantung, dengan cara memilih kooperatif. Salah satu caranya adalah menanam bibit-bibit yang kelak dikenal sebagai “Mitos Speer”. Mitos Speer ialah klaim yang diumbar Speer kepada pers di hari pertama menghirup udara bebas pada 1 Oktober 1966. Isinya: dia adalah Nazi yang tak tahu-menahu tentang Holocaust, Nazi yang kemudian mengakui bahwa Hitler adalah penjahat perang, dan Nazi yang meminta maaf kepada publik.

Klaim itu berhasil membuat Speer yang dikenakan empat dakwaan akhirnya divonis 20 tahun penjara Spandau karena bersalah pada dua dakwaan saja, yakni kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Meski berhasil menghindarkannya dari tiang gantung, dua dekade kemudian “Mitos Speer” terbantah lantaran ia terbukti turut terlibat dalam holocaust.

Keluarga Borjuis Simpatisan Nazi

Lahir di Mannheim, 19 Maret 1905 sebagai anak tengah dari tiga bersaudara, Berthold Konrad Hermann Albert Speer datang dari lingkungan borjuis. Mereka tinggal di apartemen mewah keluarganya di Prinz-Wilhelm- Straße 19.

Dalam memoarnya, Inside the Third Reich, Speer mengaku tak begitu paham pohon keluarga dari pihak ayahnya, Albert Friedrich Speer. Namun Speer menguraikan ibunya, Luise Máthilde Wilhemine Hommel, masih punya darah aristokrat.

“Beberapa nenek moyang saya datang dari Swabia. Lainnya dari Silesia dan Westphalia. Hampir tidak ada yang istimewa kecuali satu: Reichmarschall Count Friedrich Ferdinand zu Pappenheim. Tiga generasi ke bawahnya tersambung lewat kakek saya Hermann Hommel. Kakek saya yang lain (garis ayah), Berthold Speer, menjadi arsitek ternama di Dortmund. Dia mendesain banyak gedung bergaya neo-klasik pada periode itu,” kata Speer berkisah.

Baca juga: Hermann Goering, Sang Tiran Angkasa Nazi Jerman

Ayahnya pun juga jadi arsitek yang sohor di Mannheim dengan firma arsitekturnya. Jejak itu kemudian diikuti Albert Speer muda selepas lulus dari Technische Universität Berlin pada 1927. Di kampus itu ia pertamakali berkenalan dengan Rudolf Wolters, sahabatnya sesama arsitek yang kelak berperan membongkar “Mitos Speer”.

Selama menjadi mahasiswa, Speer memilih menjadi mahasiswa apolitis. Dia menjadi asisten buat dosen panutannya, Heinrich Tossenow. Namun, pendiriannya itu goyah ketika dia mendengar sendiri pidato Hitler di kampusnya karena kampusnya adalah kawah candradimuka para pemuda Nazi.

“Speer, meski risih menggambarkan dirinya sebagai apolitis, mengklaim dia tak tertarik (politik), hingga kemudian dia mendengar sendiri pidato Hitler di hadapan para mahasiswa di Berlin pada Desember 1930. Ditambah rekannya, Peter Koller yang sering bergaul di apartemen Speer, selalu mendiskusikan tentang Nazi yang ingin memulihkan ekonomi negara yang hancur pasca-Perang Dunia I,” tulis sejarawan Inggris Martin Kitchen dalam Speer: Hitler’s Architect.

Sejak kecil Albert Speer (kiri) selalu hidup dalam lingkungan borjuis. (Speer: Hitler's Architect).

Baca juga: Josef Mengele Dokter Keji Nazi

Speer akhirnya mendaftar jadi anggota Partai Nazi pada 31 Januari 1931. Ia bahkan ikut sayap militernya, Sturmabteilung (SA), dan ditempatkan di unit bermotor Nationalsozialistisches Kraftfahrkrops (NSKK) hingga 1932. Namun, hingga pecahnya Perang Dunia II Speer tak pernah mengatahui ibunya juga anggota dan punya kartu Partai Nazi. Itu terjadi beberapa bulan setelah Speer masuk. Sementara, ayahnya yang liberal amat membenci kaum sayap kanan tak terkecuali Hitler.

“Kami berdua sepertinya merasa keputusan ini merupakan langkah mendobrak tradisi liberal keluarga. Kami menyembunyikannya dari ayah. Hanya beberapa tahun kemudian setelah saya berada di lingkar terdalam Hitler, baru saya ketahui bahwa ibu dan saya berbagi keanggotaan partai sejak dini,” kenang Speer lagi.

Arsitek Favorit Hitler

Keputusannya jadi anggota partai ikut melejitkan karier Speer. Itu berawal dari job merenovasi markas partai di Berlin yang diterima Speer pada pertengahan 1932. Job itu hasil rekomendasi kawannya yang juga anggota Partai Nazi, Karl Hanke, kepada Joseph Goebbels. Lantaran hasil pekerjaan Speer memuaskan Goebbels, Goebbles pun meminta jasa Speer lagi untuk mendesain Parade Nuremberg 1933 yang berada di bawah Rudolf Hess sebagai penanggungjawab.

Setelah Hitler naik jadi kanselir pada 1933, Speer yang sudah dikenal sang führer lalu masuk ke dalam pemerintahan. Dimulai dari asistensinya kepada Paul Troost, dia kemudian ditunjuk menjadi Kepala Arsitek Partai Nazi dengan tugas merenovasi Gedung Kekanseliran agar lebih megah. Jabatan Troost lalu jatuh ke tangan Speer pasca-Troost wafat pada 21 Januari 1934.

Sejak saat itu Speerlah yang jadi favorit Hitler untuk mendesain sejumlah bangunan dengan arsitektur khas Nazi. Antara lain, Stadion Zeppelinfeld di Nuremberg yang dibangun untuk keperluan pembuatan film propaganda dan parade partai garapan sineas Leni Riefenstahl, Triumph of the Will (1935), modifikasi Olympiastadion Berlin untuk Olimpiade 1936, dan Paviliun Jerman di Exposition Internationale des Arts et Techniques dans la Vie Moderne di Paris 1937.

Baca juga: Joseph Goebbels, Setia Nazi Sampai Mati

Adolf Hitler kala menyerahkan Todt Prize kepada Albert Speer pada Februari 1943. (Bundesarchiv).

Konsep Speer paling menyilaukan mata Hitler adalah rencana revitalisasi tata kota Berlin sebagai poros Nazi Jerman. Hitler begitu terkesan dengan rancangan Volkshalle (Balai Rakyat) yang terkoneksi dengan Gerbang Brandenburg dan Gedung Kekanseliran. Desain bangunan monumental dengan kubah raksasa bergaya Romawi itu terinspirasi dari Kuil Hadrian dan arsitektur istana Kaisar Augustus yang terkoneksi dengan Kuil Apollo pada abad 17 SM.

“Sejak pertama saya melihat gedungnya –dari tanpa deskripsi, gambar atau foto, saya menjadi tertarik dengan sejarahnya…untuk sesaat saya memandangi besarnya kubah– betapa agungnya! Saya memandangi poros kubahnya dan membayangkan semesta dan merasakan arti nama dari kuilnya –Tuhan dan dunia adalah satu,” kata Hitler, dikutip Hermann Giesler dalam Hitler: Report by his Architect.

Baca juga: Empat Senjata Nazi yang Mengubah Dunia

Akan tetapi perang keburu pecah. Proyek Volkshalle pun hanya sebatas menjadi cetak-biru dan maket tanpa pernah terwujud.

Pada Februari 1942, Speer ditunjuk Hitler menjadi menteri Persenjataan dan Produksi Perang menyusul wafatnya senior Speer, Fritz Todt, dalam sebuah kecelakaan pesawat. Sebagai menteri yang berwenang terhadap persenjataan yang dipakai perang, Speer mendapat restu Hitler untuk mengajukan segala program prioritas, mulai dari produksi pesawat untuk Luftwaffe (AU Jerman), kapal-kapal selam yang diminta Kriegsmarine (AL Jerman), hingga percepatan produksi tank untuk Heer (AD Jerman).

Megaproyek Volkshalle rancangan Albert Speer yang tak pernah terealisasi. (Bundesarchiv).

Sebagai menteri yang melanjutkan agenda-agenda mendiang Fritz Todt, Speer juga memegang kendali Organisasi Todt yang berwenang terhadap semua industri sipil dan militer. Organisasi ini terlibat dalam menyeret sekitar 1,5 juta buruh paksa dari kamp-kamp konsentrasi. Maka meski Sekutu mulai gencar melakukan bombardir udara, Speer masih mampu menggenjot produksi persenjataan hingga akhir perang.

Namun, sebagaimana diakui Speer di muka Pengadilan Nuremberg, loyalitasnya terhadap Hitler mulai tak utuh sejak Hitler mengeluarkan “Dekrit Nero” pada 19 Maret 1945. Seperti halnya Kaisar Nero membumihanguskan Roma pada abad ketujuh Masehi, dekrit Hitler berisi perintah terhadap Speer untuk membumihanguskan segala infrastruktur sipil dan militer karena Jerman dianggap sudah tak lagi bisa membendung dua penetrasi Sekutu dari barat dan timur.

Baca juga: Heydrich, Jagal Nazi Berhati Besi

Dekrit Nero bikin hancur hati Speer. Speer pun melancarkan protes kepada Hitler, seperti seperti dikutip Thomas Childers dalam The Third Reich: A History of Nazi Germany. “Tindakan itu akan memusnahkan kemungkinan rakyat Jerman untuk bertahan dan selamat,” kata Speer.

“Jika perang sudah kalah, rakyat juga harus kalah dan tak perlu lagi mencemaskan kebutuhan dasar mereka untuk bertahan. Sebaliknya hal terbaik bagi kita adalah menghancurkan semuanya. Karena masa depan akan menjadi milik orang-orang dari timur. Apapun yang tersisa setelah perang ini jika memang tiada lagi yang layak jadi kebutuhan dasar untuk hidup, itu karena semua hal yang baik tentang Jerman telah mati,” jawab Hitler.

Searah jarum jam: Parade Nuremberg, desain Paviliun Jerman, program tank Hitler & inspeksi senjata V-1. (Bundesarchiv).

Tak bisa mengubah pikiran Hitler, Speer mengambil risiko dengan berinisiatif mensabotase perintah Hitler. Memanfaatkan jaringannya di beragam industri yang dipegangnya, perwira militer, dan pejabat tinggi sipil, Speer mensabotase kebijakan bumi hangus agar tak dijalankan sama sekali. Perintah Speer berangkat dari keyakinannya bahwa Hitler akan kesulitan mendapat informasi mendetail lantaran terus-menerus meringkuk di bunker yang terisolasi.

Pasca-kematian Hitler dan pemerintahan sudah berpindah ke tangan Laksamana Karl Doenitz (ejaan Jerman: Dönitz), Speer bertolak ke Flensburg untuk menjabat sebagai menteri Industri dan Produksi. Kabinet itu berjalan hingga 23 Mei 1945, saat Speer bersamaan dengan Doenitz ditahan pasukan Sekutu untuk diajukan ke Pengadilan Nuremberg.

Mitos Speer

Oleh Pengadilan Nuremberg, Speer dinyatakan bersalah pada dua dakwaan dan dihukum penjara 20 tahun. Namun setelah keluar dari Penjara Spandau, ia sukses jadi public figure sebagai mantan gembong Nazi yang meminta maaf. Apalagi kalau bukan karena merilis memoar Inside the Third Reich, 1970 dan otobiografi Spandau: The Secret Diaries (1975) yang laris di Eropa Barat dan Amerika.

Dua buku itu jadi “senjata” Speer untuk menghadirkan “Mitos Speer”, yang dibuatnya guna menciptakan imej positif dan mendistorsi fakta agar terkesan dia tak bersalah terkait holocaust. Excuse-nya yang lain, dia seorang apolitis dan sepakterjangnya tak berlandaskan ideologi Naziisme.

Albert Speer di masa akhir perang dan Pengadilan Nuremberg. (Bundesarchiv/trumanlibrary.gov).

Baca juga: Karl Doenitz, Panglima "Singa" Suksesor Hitler

Mitos itu pertamakali dibantah oleh sejarawan Matthias Schmidt lewat bukunya, Albert Speer: The End of a Myth (1982), tak lama setelah Speer tutup usia, 1 September 1981. Schmidt merisetnya sejak 1979 untuk keperluan disertasinya dan sempat menemui Speer yang lantas merekomendasikan nama Rudolf Wolters, kawan Speer semasa kuliah. Di Wolterslah fakta yang ditutup-tutupi Speer mulai terbuka tabirnya.

“Wolters saat itu tengah sakit-sakitan dan dia memanfaatkan waktu di pengujung usianya untuk memberikan Schmidt dokumen-dokumen penting yang kelak menghancurkan imej sebelumnya yang dibangun Speer dengan hati-hati. Sebelum dipublikasikan, Schmidt sempat membawa bukti-bukti itu ke hadapan Speer yang membuatnya syok meski tetap membantah,” sambung Kitchen.

Korban holocaust di Kamp Mittelbau-Dora yang sempat diseret Albert Speer jadi buruh paksa. (US NARA/Library of Congress).

Dokumen-dokumen itu menyingkap bahwa Speer punya keterlibatan langsung pada holocaust. Speer terlibat dalam penyediaan lebih dari sejuta buruh paksa yang diambil dari kamp-kamp konsentrasi. Hampir semua nyawa buruh paksa itu melayang kala perang berakhir.

Akibatnya, Speer risau. Dia khawatir bakal dijemput aparat Kantor Pusat Kehakiman untuk Kejahatan Nazi di Ludwigsburg. Namun belum lagi interogasi berjalan, pada 1 September 1981 Speer wafat akibat terserang stroke.

Disertasi Schmidt baru rampung pada 1982 dan dibukukan pada tahun yang sama dengan judul Albert Speer: The End of a Myth. Kendati begitu, buku Schmidt belum jadi perhatian besar. “Mitos Speer” sebagai seorang Nazi baik bertahan hingga lama dan baru mulai runtuh setelah kemunculan doku-drama garapan sineas Heinrich Breloer, Speer und Er pada 2005. Pendobrakan “Mitos Speer” diperkuat lewat kemunculan film dokumenter Speer Goes to Hollywood yang disutradarai sineas Israel Vanessa Lapa dan rilis pada Februari 2020.

Baca juga: Adolf Eichmann, Perwira Nazi Spesialis Yahudi

TAG

nazi jerman hitler arsitek

ARTIKEL TERKAIT

Mobil yang Digandrungi Presiden Habibie Memburu Kapal Hantu Keponakan Hitler Melawan Jerman Peliharaan Kesayangan Hitler Itu Bernama Blondi Kisah Musisi Belanda Menyamar Jadi Laki-laki Ketika Melawan Nazi Dari Kamp Nazi Lalu Desersi di Surabaya Dukung Kemerdekaan Indonesia Kisah Atlet Wanita Jerman yang Ternyata Laki-laki Nasib Mereka yang Terbuang di Theresienstadt dan Boven Digoel Kasus Penipuan Buku Harian Adolf Hiltler Lebih Dekat Menengok Katedral Sepakbola di Dortmund