HARI-hari kejayaan Reich Ketiga Nazi sudah berlalu. Tetapi gestur Hermann Goering (dalam bahasa Jerman ditulis Göring) menampakkan seolah tak terjadi satu hal apapun. Di hari yang cerah itu, 16 Mei 1945, di bawah pohon rindang Goering dengan seragam kebanggaannya duduk di hadapan sejumlah wartawan Inggris dan Amerika Serikat di Augsburg.
Setelah menyerahkan diri ke pasukan Amerika Serikat di akhir Perang Dunia II, Goering masih membanggakan diri sebagai pemimpin Jerman yang sah pengganti Adolf Hitler. Dengan santai Goering melayani setiap pertanyaan yang terlontar di sesi konferensi pers, beberapa bulan sebelum ia diajukan ke Pengadilan Nürnberg, pengadilan penjahat perang yang digelar Sekutu, 20 November 1945-1 Oktober 1946.
“Apakah Anda tahu bahwa Anda masuk dalam daftar penjahat perang?” tanya seorang wartawan, dikutip Ann dan John Tulsa dalam The Nuremberg Trial.
“Tidak. Pertanyaan itu sangat mengejutkan saya karena saya tak bisa bayangkan alasan kenapa saya harus dimasukkan daftar itu,” jawab Goering.
Mulanya Goering mengira Sekutu bakal bekerjasama dengannya untuk membangun kembali Jerman yang luluh-lantak akibat perang. Tapi dugaan Goering keliru. Berangsur-angsur ia ditransfer di kamp penahanan di Austria, kemudian Luksemburg, sebelum akhirnya dijebloskan ke penjara untuk disidangkan di Pengadilan Nürnberg.
Baca juga: Riwayat Blitzkrieg, Serbuan Kilat ala Nazi
Ada empat dakwaan terhadap Goering: penjarahan benda-benda seni dan properti, memulai agresi perang, kejahatan konspirasi, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Goering yang menganggap pengadilan itu sebagai dagelan lantas memanfaatkannya sebagai panggung membela diri. Goering bahkan berbalik melayangkan fakta bahwa setidaknya Amerika juga pernah melakoni hal-hal demikian saat menyingkirkan bangsa pribumi Indian.
Toh, pada akhirnya Goering tetap divonis bersalah dan hakim Kolonel Sir Geoffrey Lawrence asal Inggris menjatuhkan vonis hukuman mati dengan tiang gantung. Meski Goering meminta dieksekusi dengan ditembak laiknya prajurit, hakim menolaknya.
Goering akhirnya memilih jalannya sendiri untuk mati ketimbang mati digantung bak penjahat perang. Itulah bab terakhir kehidupan salah satu gembong terbesar di lingkaran pucuk kekuasaan Jerman-Nazi sejak Adolf Hitler berkuasa pada 1933.
Keluarga Broken Home
Hermann Wilhelm Goering, itulah nama lengkap yang diberikan kedua orangtuanya ketika ia dilahirkan dari rahim Franziska Tiefenbrunn pada 12 Januari 1893 di Rosenheim, Bavaria. Goering anak keempat dari lima bersaudara. Tiga saudaranya: Karl-Ernst, Olga, dan Paula, berbeda ibu tapi tetap satu bapak, Heirinch Ernst Göring.
Diungkapkan Roger Manvell dan Heinrich Fraenkel dalam Goering: The Rise and Fall of the Notorious Nazi Leader, ayahnya eks perwira kavaleri Kerajaan Bavaria yang sempat jadi gubernur jenderal di koloni Jerman di Afrika Barat Daya (kini Namibia). Kala Goering lahir, ayahnya sudah dimutasi jadi konsul jenderal di Haiti.
“Hanya dalam waktu lima tahun (1885-1980) dia (Heirinch Göring) berhasil membuat aman daerah koloninya untuk jalur perdagangan. Dia memperlakukan kepala-kepala suku di Afrika dengan bijak dalam diplomasinya. Di Afrika juga dia berteman baik dengan Dr. Hermann Epenstein, pebisnis yahudi yang kemudian jadi ayah baptis Hermann (Goering), sebelum pindah jabatan ke Haiti,” tulis Manvell dan Fraenkel.
Goering kecil sosok periang yang senang main perang-perangan mengenakan seragam militer Boer pemberian ayahnya. Ia juga sosok penyayang, terutama pada adik bungsunya, Albert Goering. Ironisnya, Albert kemudian jadi aktivis anti-Nazi yang acap membantu orang-orang Yahudi melarikan diri. Sempat empat kali ditangkap, tetapi Albert selalu bebas berkat pengaruh sang kakak.
“Paman Albert selalu berusaha sebisa mungkin membantu orang Yahudi yang butuh pertolongan, termasuk secara finansial dengan pengaruh pribadinya. Tetapi ketika ia juga membutuhkan keterlibatan otoritas pejabat tinggi, dia pasti datang minta bantuan ayah saya yang selalu ia dapatkan,” tutur Edda, putri tunggal Goering, kepada The Guardian, 20 Februari 2010.
Masih menjadi misteri mengapa hal itu tak jadi perhatian khusus bagi Hitler, mengingat Goering merupakan kolega terdekatnya selain Heinrich Himmler, dan Joseph Goebbels. Albert juga sempat diajukan ke Pengadilan Nurnberg sebagaimana kakaknya. Tapi atas beberapa kesaksian soal aktivitas anti-Nazi di masa perang, Albert dibebaskan.
Baca juga: Joseph Goebbels, Setia Nazi Sampai Mati
Beda nasib yang dialami Goering bersaudara itu jelas berbeda dari pengalaman keduanya di masa kecil dalam keluarga. Keduanya sama-sama merasakan hidup pas-pasan setelah ayahnya pensiun karena hanya mengandalkan uang pensiunan. Keluarga mereka sampai harus dibantu Dr. Epenstein. Keluarga mereka diberikan mansion di Veldenstein.
Namun, sang ibu, Franziska, justru berselingkuh dengan Epenstein. Franziska bahkan bercerai dan memilih dinikahi Epenstein ketika Goering baru setahun masuk ketentaraan di Infantri ke-112, Resimen Pangeran Wilhelm pada 1913.
Meski langkah Goering tak mudah, dia serius dalam profesinya. Sahabatnya, Bruno Loerzer, kemudian membujuknya untuk meninggalkan infantri dan bergabung ke Luftstreitkräfte (Unit Tempur Udara) pada 1916. Goering menurutinya.
Goering tak salah jalan. Setelah menyelesaikan ujian terbang, ia terjun ke medan perang dengan pesawat Fokker D-VII. Kejayaannya sebagai jago tempur membawanya memimpin Jagdstaffel (Skadron Tempur) 27 berpangkat letnan. Seragamnya pun dipenuhi medali dan yang paling dibanggakannya adalah Pour le Mérite yang diperolehnya pada Mei 1918 dengan catatan 22 kemenangan duel udara.
Kiprah Goering kian melesat. Pada Juli 1918, dia dipercaya mengomandani Jagdgeschwader I (Wing Tempur I). Unit itu kondang lantaran sebelumnya pernah dipimpin Kapten Manfred von Richthofen, pilot tempur legendaris berjuluk “Si Baron Merah”.
Di Bawah Panji Nazi
Seraya jadi pilot pesawat sipil carteran yang bolak-balik Jerman-Skandinavia, Goering tinggal di Munich pasca-Perang Dunia I. Pada 1922, nama Hitler begitu familiar bagi warga di Munich mengingat di sanalah Hitler membangun Partai Nazi dengan sayap militernya, Sturmabteilung (SA), yang acap bentrok dengan para simpatisan komunis.
Dalam pengakuannya di salah satu persidangan di Pengadilan Nürnberg, Goering mengingat kembali bagaimana ia pertamakali kenal Hitler. Di musim gugur 1922, ia mulai sering mendengar pidato Hitler tentang kekalahan Jerman di Perang Dunia I. Kekalahan itu menurut Hitler bukan karena kalah strategi dari Sekutu, melainkan karena digembosi para politikus kiri, kaum republikan, dan orang-orang Yahudi dari dalam.
“Suatu hari saya memberanikan diri datang ke kantor NSDAP (Partai Nazi, red.). Awalnya saya hanya ingin bicara dan mungkin saya bisa menawarkan bantuan padanya. Dia langsung melayani permintaan saya dan ketika saling memperkenalkan diri, kami banyak mengobrol tentang kekalahan tanah air kami, tentang Perjanjian Versailles dan sebagainya,” kata Goering, disitat Manvell dan Fraenkel.
Baca juga: Stauffenberg, Opsir "Judas" Kepercayaan Hitler
Seketika Goering masuk Partai Nazi dan berkat curriculum vitae-nya sebagai veteran jago udara, Hitler mempercayakan komando SA padanya dengan berpangkat Gruppenführer (setara letnan jenderal). Kepercayaan itu tak disia-siakan Goering yang segera merapikan organisasi SA.
“Saya menyukainya. Saya menjadikannya kepala SA. Dia satu-satunya yang punya pemikiran untuk mengatur SA dengan benar. Awalnya organisasi SA sangat berantakan. Dalam waktu singkat, dia mampu mengorganisir satu divisi berisi 11 ribu anggota,” kata Hitler menyanjung Goering dalam salah satu memoarnya, Tischgespräche im Führerhauptquartier (terjemahan: Hitler’s Table Talk: 1941-1944).
Sebagai kepala SA, Goering ambil bagian dalam kudeta terhadap pemerintahan oleh Partai Nazi (Beer Hall Putsch) pada 8-9 November 1923. Kudetanya gagal dan Goering tertembak selangkangannya. Ia lantas dirawat dan sejak saat itu ia sangat ketergantungan morfin sampai jadi pecandu.
Ketika Hitler berkuasa pada Januari 1933, Goering diberi jabatan menteri dalam negeri, menteri zonder portfolio, serta Komisaris Negara bidang Penerbangan. Goering pula yang pada 30 November 1933 mendirikan Geheime Staatspolizei (Gestapo), polisi rahasia yang ditakuti, meski pada 20 April 1934 ia menyerahkan kepemimpinannya pada Himmler.
Baca juga: Heinrich Himmler, Arsitek Genosida Nazi
Untuk percepatan pembangunan Jerman seperti yang diinginkan Hitler, Goering menggulirkan program ekonomi The Four Year Plan. Tujuannya untuk mendongkrak produksi industri Jerman yang melempem pasca-Perang Dunia I akibat klausul pembatasan dalam Perjanjian Versailles. Programnya termasuk mendorong unifikasi Austria karena Jerman butuh sumber-sumber bijih besi di negara serumpun itu, dan pengerahan para tahanan Yahudi dan untermeschen (ras-ras inferior) lain dari kamp-kamp konsentrasi untuk dijadikan pekerja paksa.
“Saya tak menyangkal bahwa saya tahu tentang dua juta buruh yang dipekerjakan, tapi saya tak tahu bahwa semuanya berasal dari luar negeri yang dibawa ke Jerman. Tetapi saya menyangkal hal itu adalah perbudakan. Lebih kepada buruh paksa, tetapi bukan perbudakan,” ujar Goering membela diri di persidangan saat ditanya soal pekerja paksa dari kamp-kamp konsentrasi, dikutip Manvell dan Fraenkel lagi.
Pada 1940, Goering dianugerahi pangkat khusus Reichsmarschall des Grossdeutschen Reichess. Pangkat itu membuatnya paling tinggi di antara semua pimpinan empat matra militer Jerman. Namun tetap saja Goering hanya mau memakai seragam parlente Luftwaffe, matra yang paling dibanggakannya.
“Tidak satupun pesawat pembom mampu mencapai (distrik industri) Ruhr. Jika ada satu saja yang mencapai Ruhr, maka nama saya bukan Goering. Panggil saja saya Meyer!” kata Goering sesumbar; Meyer, kadang dieja Maier atau Mayer, merupakan nama “pasaran” orang Jerman dari kelas jelata.
Arogansi Goering ditujukannya pula saat dia meyakinkan Hitler bahwa Luftwaffe bukan tandingan RAF (Royal Air Force/AU Inggris) di awal Pertempuran Udara Britania (10 Juli-31 Oktober 1940). Arogansi itu harus dibayar mahal lantaran akhirnya Luftwaffe keok dari RAF meski pesawatnya dua kali lebih banyak dari RAF.
Imbas dari kekalahan itu, Operasi Singa Laut untuk menginvasi Inggris batal digulirkan. Sejak kekalahan itu pula Luftwaffe tak mampu lagi melindungi kedaulatan udara Jerman.
Sejak itulah Hitler menilai Goering tak becus dan Goering nyaris tak pernah ambil bagian dalam operasi-operasi militer lagi. Meski jabatan-jabatannya tak dicopot, Hitler tak pernah lagi mengajak Goering dalam rapat-rapat militer.
Baca juga: Ketika Mimpi Hitler Menginvasi Inggris Tak Terwujud
Non-job membuat Goering lebih sering aktif mengambil jatah 50 persen dari semua barang seni jarahan dari negara-negara yang dikuasai Jerman. Goering mempercayakan bandar barang seni Bruno Lohse untuk mengumpulkan koleksinya, termasuk 300 lukisan bernilai tinggi di antara dua ribu barang seni lain.
Ketika para petinggi Jerman, termasuk Hitler, sudah merasa Jerman bakal kalah, Goering berinisiatif mengirim telegram untuk Hitler pada 23 April 1945 dini hari dari Obersalzberg. Intinya telegramnya berbunyi, jika Hitler dalam posisi tak bisa memimpin, Goering sebagai wakil pertama di pemerintahan meminta izin untuk menggantikan Hitler. Jika telegram itu tak dijawab sampai pukul 10 malam di hari yang sama, Goering berhak mengasumsikan diri sebagai pengganti sah Hitler.
“Jelas Hitler murka. Hitler baru membalas telegram pada 25 April yang berisi bahwa Goering telah melakukan pengkhianatan. Hitler memerintahkan Reichsleiter atau Ketua Partai Nazi Pusat Martin Bormann untuk menghubungi Pasukan SS di Obersalzberg guna menangkap Goering,” tulis Richard J. Evans dalam The Third Reich at War.
Tetapi saat itu Goering sudah memindahkan markasnya ke Mauterndorf lantaran Obersalzberg jadi sasaran serangan Sekutu. Setelah mendengar Hitler dan Eva Braun bunuh diri pada 30 April, Goering memilih menyerahkan diri ke pihak Sekutu. Pada 6 Mei, Goering resmi menyerahkan diri ke pasukan Divisi Infantri ke-36 Amerika di Radstadt, Austria.
Sebelum diseret ke Pengadilan Nurnberg, Goering lebih dulu dikumpulkan sebagai tahanan bersama para gembong Nazi di Hotel Palace, Mondorf-les-Baines, Luksemburg. Bersama Goering, yang ditahan di “kamp” itu adalah Menteri Luar Negeri Joachim von Ribbentrop, Komandan Oberkommando der Wehrmacht (Komando Tertinggi Militer Jerman) Generalfeldmarschall Wilhelm Heitel, Kepala Staf OWK Generaloberst Alfred Jodl, Reichpräsident Großadmiral Karl Dönitz, Komandan Oberbefehlshaber West (Komando Barat) Generalfeldmarschall Gerd von Rundstedt, dan Albert Goering si adik sang Reichsmarschall.
Tak terima permintaannya untuk dieksekusi dengan tembak mati, Goering lalu menyelundupkan kapsul sianida ke selnya. Kapsul itulah yang dia gunakan untuk bunuh diri pada 15 Oktober 1945 atau sehari sebelum hari-H eksekusi.
Baca juga: Erwin Rommel Si Rubah Gurun