PERDANA Menteri Inggris Winston Churchill menolak ajakan damai Adolf Hitler pada 28 Mei 1940. Pemimpin Nazi-Jerman itu lantas merancang suatu misson impossible.
Menurut Michael Kerrigan dalam World War II Plans That Never Happened, Hitler memerintahkan tentaranya menginvasi Inggris pada 16 Juli 1940 lewat Surat Perintah Nomor 16 yang berbunyi:
“Karena Inggris tidak menunjukkan tanda-tanda kesiapan untuk suatu kesepakatan kecuali keadaan militernya yang memprihatinkan, saya memutuskan mempersiapkan dan jika perlu berkelanjutan melakukan operasi darat dan laut terhadap Inggris. Tujuan dari operasi ini untuk mencegah agar Inggris tidak dijadikan tempat untuk melanjutkan perlawanan terhadap Jerman. Jika memang diperlukan, seluruh pulau dapat diduduki.”
Baca juga: Halt Order dari Hitler Mencegah Sekutu Musnah di Dunkirk
Selama Juli-Agustus 1940, Jerman mulai mempersiapkan ofensif dari darat, laut dan udara. Khusus dari darat, Jerman punya sokongan tujuh artileri Meriam K12 yang lazimnya diangkut dengan kereta api. Meriam yang mampu melakukan penembakan dari jarak 115 kilometer ini, sangat mungkin membombardir Dover di pesisir selatan Inggris dari Pas-de-Calais.
Untuk operasi pendaratan melewati Selat Inggris, Jerman merancang akan melakukan operasi amfibi dari Cherbourg dengan sasaran Lyme Regis, dari Le Havre dengan sasaran Ventnor dan Brighton, dari Boulougne menyasar ke Eastbourne, dari Calais ke Folkestone dan dari Dunkirk menyasar ke Ostend dan Ramsgate.
Pasukan-pasukan yang akan dikirimkan diambil dari Tentara Ke-6, 9 dan 16 Wehrmacht (Angkatan Darat Jerman). Tentunya dengan dikawal dua divisi lapis baja.
Baca juga: Alkisah Berghof dan Sarang Elang Hitler
Dikisahkan pula, dalam pendaratan tersebut Jerman tidak akan mengandalkan kendaraan-kendaraan lapis baja amfibi lantaran memang jumlahnya tidak banyak. Mereka rencananya akan mengandalkan tongkang-tongkang sungai. Fallschirmjager (Pasukan Terjun Payung Jerman) juga akan dikirim untuk terjun ke belakang garis musuh di Dover dan Brighton
Tapi sebelum semua itu terlaksana, tentunya masih banyak hal yang perlu dilakukan. Kriegsmarine (Angkatan Laut Jerman) pimpinan Grossadmiral Erich Raeder, mesti melumpuhkan dahulu kekuatan Royal Navy (AL Inggris). Sementara Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman) juga harus menghancurkan Royal Air Force (RAF, AU Inggris). Nah, problem terakhir ini yang lantas menyebabkan antiklimaks dari operasi militer bersandi Singa Laut itu.
Pada Battle of Britain (10 Juli-31 Oktober 1940), RAF dengan dibantu RCAF (AU Kanada) dan sejumlah sukarelawan pilot asing, sanggup mematahkan serangan bertubi-tubi Luftwaffe dan Corpo Aereo Italiano (Unit Ekspedisi Udara Italia) di langit Inggris dan Selat Inggris.
Baca juga: Perang Teluk Hitler
Padahal kala itu kekuatan Jerman lebih superior ketimbang Inggris. Stephen Bungay dalam The Most Dangerous Enemy: A History of the Battle of Britain mencatat, kubu Jerman punya 2.550 pesawat, sementara Inggris hanya 1.963 pesawat berbagai jenis.
Namun, pada akhirnya Luftwaffe yang begitu dibanggakan Reichmarschall Hermann Goring keok. Total, 2.585 penerbang tinggal nama, 952 ditangkap, 1.977 pesawat mereka hancur. Adapun Inggris “hanya” kehilangan 1.542 penerbangnya tewas dan 1.744 pesawatnya hancur.
Kemenangan yang mahal tapi berharga. Kemenangan yang begitu dielu-elukan rakyat Inggris, sekaligus sang perdana menteri. “Tak pernah dalam sejarah hidup umat manusia, kehidupan orang banyak berutang pada sedikit orang (pilot RAF),” ungkap Churchill dalam pidatonya.
Kekuatan udara Jerman pun tak pernah lagi pulih. Bahkan sampai akhir Perang Dunia II. Kegagalan Jerman di Battle of Britain, sontak mengurungkan niat menginvasi Inggris. Memang awalnya pada 17 September 1940, Hitler “menunda” Operasi Singa Laut. Tapi lantas mimpi itu memang pada akhirnya tak pernah terwujud.*