Masuk Daftar
My Getplus

Empat Senjata Jerman yang Mengubah Dunia

Jerman mampu mengembangkan teknologi militer canggih seraya mengobarkan peperangan. Penasaran alutsista mana saja?

Oleh: Randy Wirayudha | 15 Mei 2020
Wilhelm 'Willy' Messerschmitt, salah satu pengembang senjata andal Jerman yang jadi kepercayaan Adolf Hitler. (Bundesarchiv).

PERANG tidak hanya meninggalkan derita, kematian, atau mengubah geopolitik. Perang juga jadi etalase pamer kemajuan teknologi dan industri senjata.

Jerman dalam gejolak Perang Dunia II harus diakui telah meninggalkan warisan yang mengubah dunia teknologi militer. Baik di darat, laut, maupun udara, Jerman punya senjata-senjata canggih yang tak dimiliki Sekutu.

Sayangnya bagi Der Führer Adolf Hitler, pengembangan senjata-senjata canggih itu terlambat. Hanya secuil dari beragam rancangan senjata jempolan Jerman yang sempat digunakan di palagan lantaran mayoritas baru rampung menjelang perang berakhir.

Advertising
Advertising

Alhasil, senjata-senjata itu dicontek dan dikembangkan oleh para pemenang Perang Dunia II: Uni Soviet, Inggris, dan Amerika Serikat. Berikut empat dari senjata itu yang lantas jadi cikal-bakal pengembangan senjata yang kondang hingga saat ini:

Sturmgewehr 44

Sturmgewehr 44.

Infantri alias pasukan darat jadi inti kekuatan militer suatu negara. Kecanggihan senjata ikut menentukan ketangguhan mereka. Salah satu pegangan pasukan infantri Jerman-Nazi paling kondang adalah Sturmgewehr 44 (StG-44).

“Senjata ini adalah ayah dari segala senapan serbu yang dikembangkan pada 1941-1942. Senjata ini mengenalkan konsep penggunaan peluru pendek baru dengan jangkauan terbatas agar semburan tembakannya bisa lebih terkontrol dan karena berdasarkan bahwa kebanyakan senapan menembakkan peluru dengan jarak 400 meter saja,” ungkap Ian Hogg dan Terry Gander dalam Jane’s Guns Recognition Guide.

StG-44 adalah senapan serbu otomatis modern pertama dunia yang desainnya berhulu pada otak Hugo Schmeisser, pengembang senjata andalan Hitler. Schmeisser banyak merancang senapan mesin ringan, antara lain Maschinenpistole 40 (MP-40), yang jadi pegangan resmi tentara Jerman; dan senapan laras panjang Karabiner 98k (Kar-98).

Baca juga: Benarkah Kalashnikov di Balik Lahirnya AK-47?

StG-44 berdimensi panjang 94 cm dan bobot 5,13 kg jika magasinnya terisi penuh 30 peluru berukuran 7,92x33 mm. Ia lebih pendek dari senapan mesin ringan Jerman lain yang berukuran 7,92x57 mm. Dalam semenit, StG-44 bisa menyemburkan 500-600 peluru kaliber 8 mm dengan jarak efektif 300 meter dalam mode otomatis, serta 600 meter pada mode semi-otomatis. StG-44 bagaikan kombinasi MP-40 dan Kar-98, lantaran bisa menyemburkan peluru seperti lazimnya senapan mesin ringan tapi akurat sebagaimana senapan laras panjang.

Oleh Schmeisser, senjata ini diberi nama Maschinenpistole 44 (MP-44). Tetapi ketika diperkenalkan kepada Hitler, namanya diganti jadi Sturmgewehr 44 (StG-44) sebagai bagian dari upaya propaganda. Sebagai percobaannya, StG-44 dipasok untuk Waffen-SS atau pasukan Schutzstaffel, paramiliter Partai Nazi di front Timur medio 1943. Pasukan regular AD Jerman menyusul kemudian meski tetap mengadopsi nama awal MP-44.

Sejak 1943 hingga akhir perang, StG-44 diproduksi lebih dari 420 ribu pucuk oleh C.G. Haenel Waffen und Fahrradfabrik. Lantaran tergolong terlambat jadi pegangan pasukan SS maupun pasukan reguler, StG-44 gagal membantu mengubah jalannya perang untuk Jerman. Empat tahun pasca-perang, cetak biru StG-44 dicontek pengembang senjata Uni Soviet Mikhail Kalashnikov, yang lantas merancang senapan serbu paling beken di jagat: Avtomat Kalashnikova alias AK-47.

Type XXI Elektroboot

Type XXI Elektroboot.

Di laut, Jerman sebagai jago perang perairan dengan menggunakan Unterseeboot (U-Boot), juga punya alutsista canggih berupa Type XXI Elektroboot. Ia adalah tipe kapal selam (kasel) bertenaga listrik pertama dunia yang sukses beroperasi.

Namun seperti halnya senapan StG-44, kemunculan kasel ini terlambat. Hingga akhir perang, hanya empat yang berhasil dibangun dan baru dua yang bisa digunakan Kriegsmarine (AL Jerman): U-2511 dan U-3008.

Mengutip Erich Groner, Dieter Jung, dan Martin Maass dalam U-Boats and Mine Warfare Vessels: German Warships 1815-1945, Elektroboot Tipe XXI ini baru dibangun mulai 1943 oleh tiga manufaktur: Blohm & Voss di Hamburg, AG Weser di Bremen, dan Schichau-Werke di Danzig dengan memanfaatkan rancangan sistem tenaga penggerak perhydrol ciptaan ilmuwan roket Hellmuth Walter. Sebagai alternatif dari tenaga listrik yang menjadi penggerak utama kasel ini adalah disel. Kombinasi ini umum digunakan dalam U-Boat Jerman.

Baca juga: Kawanan Serigala U-Boat Berburu Mangsa

Tipe XXI memiliki postur panjang 76,70 meter, lebar delapan meter, dan bobot 1.819 ton. Selain dilengkapi dua mesin disel dengan enam silinder, Type XXI ditenagai dua mesin listrik Siemens-Schuckert. Hasilnya selain punya kecepatan yang lebih laju, 15,6 knot di permukaan dan 17,2 knot saat menyelam, Type XXI bisa melenggang di bawah kapal-kapal musuh dengan tidak terdeteksi sonar karena suara mesinnya lebih kalem ketimbang kasel-kasel Jerman bertenaga disel.

Type XXI bisa menyelam hingga 75 jam sebelum harus mengisi ulang baterai-baterai mesin listriknya. Ia juga bisa menyelam hingga kedalaman 240 meter. Standarnya, Type XXI dipersenjatai enam tabung torpedo diameter 21 inci dan empat meriam C/30 diameter 0,79 inci di geladaknya, dan diawaki 54 personil.

Dari empat Type XXI yang diproduksi, baru dua unit yang sempat bertugas. Kasel U-2511 yang dikapteni Korvettenkäpitan Adalbert Schnee baru sekali mencicipi tugas patroli sebagai bagian dari Flotilla ke-11 U-Boat pada 3-6 Mei 1945. Pasca-perang, ia diubah untuk dijadikan kasel penelitian bawah laut.

Sementara, U-3008 yang dipimpin Kapitänleutnant Fokko Schlömer baru berlayar pada 3 Mei 1945 untuk tugas patroli. Tapi ia disergap kapal-kapal Sekutu di hari yang sama. Ia dirampas dan diubah menjadi USS U-3008. Beberapa tahun setelah perang berakhir, cetak biru Elektroboot Jerman ini dicontek para pemenang perang seperti Amerika (kasel kelas Tench, Tang, Gato, dan Balao), Inggris (kelas Porpoise), Uni Soviet (kasel kelas Whiskey), bahkan China (kelas Ming); dan negeri netral Swedia (kelas Hajen).

Messerschmitt Me-262

Messerschmitt Me-262.

Setelah Perang Dunia II, kekuatan udara merupakan unsur vital penentu kemenangan suatu pihak. Amerika dan Rusia selalu bersaing menjadi terdepan sebagai produsen pesawat jet tempur generasi kelima macam F-22 dan F-35 (Amerika) atau Sukhoi Su-57 (Rusia).

Harus diakui, Jermanlah pemilik jet tempur pertama di dunia yang aktif beroperasi. Inggris boleh mengklaim sebagai yang pertama punya rancangan jet tempur lewat Frank Whittle (Power Jets Ltd.) pada 1936. Tetapi hasilnya berupa jet tempur Gloster Meteor F8 baru aktif operasional pada medio Juli 1944. Sementara Luftwaffe (AU Jerman) lewat pabrikan Messerschmitt yang mendesain jet tempur Me-262 di tahun yang sama seperti Whittle, sudah menggunakan jet tempurnya pada April 1944.

Maka Messerschmitt Me-262 sebagai jet tempur pertama di medan perang. Ia juga diproduksi massal, sebanyak 1.430 buah hingga akhir Perang Dunia II. Messerschmitt membuat dua varian, yakni varian Schwalbe (walet) untuk pesawat tempur, dan Sturmvogel (burung pemangsa) untuk pesawat pembom ringan.

Menukil The Illustrated Directory of Fighting Aircraft of World War II karya Bill Gunston, pesawat Me-262 dirancang Willy Messerschmitt lewat proyek pengembangan P.1065 dengan mengambil konsep mesin jet ciptaan Hans Joachim Pabst von Ohain sejak 1936. Sayangnya saat perang sudah bergejolak, Messerschmitt terkendala SDM dan bahan baku, mengingat mayoritas insinyurnya dikerahkan untuk produksi massal pesawat Bf-109 dan Me-209 atas perintah Reichsmarschall Hermann Göring.

Baca juga: Tank Leopard yang Layu Sebelum Berkembang

Dengan keterbatasan SDM dan bahan baku, Messerschmitt perlahan bisa merampungkan proyek jet tempur berdimensi 10,6 meter x 12,6 meter serta bobot 6.472 kg itu pada April 1941. Me-262 ini dipersenjatai empat senapan mesin MK-108 (30mm), 24 roket R4M, dan berkemampuan memuat dua bom 250kg. Saat test flight pada Juli 1942, Me-262 yang ditenagai dua mesin turbojet Junkers Jumo 004B-1 bisa mencapai kecepatan maksimum 900 km/jam dengan jarak terbang maksimum 1.050 km.

Hitler mulanya enggan memberi lampu hijau untuk produksi massalnya lantaran lebih menginginkan memperbanyak produksi pesawat pembom berat. Tetapi berkat bujukan Menteri Persenjataan dan Produksi Perang Albert Speer, Hitler mengizinkan produksi massal dan Me-262 aktif masuk Luftwaffe pada awal 1944. Sebagai permulaan, Me-262 ditempatkan di Jäger Erprobungskommando (EKdo) atau unit pendidikan dan percobaan Luftwaffe pimpinan Kapten Werner Thierfelder pada April 1944

Ketika Me-262 mengudara, tak satupun pesawat tempur Sekutu –yang masih bermesin propeler– mampu menandingi kecepatannya. Namun penggunaan Me-262 lebih banyak untuk menyerang balik pesawat-pesawat pembom Sekutu yang kian intens membombardir wilayah Jerman sejak awal 1945, bukan untuk pertempuran antarpesawat tempur (dogfight).

“Ini pesawat Blitzkrieg (penyerang kilat). Tak pernah dimaksudkan untuk menjadi dogfighter (petarung udara), melainkan penghancur pesawat-pesawat pembom. Tetapi kelemahan utamanya, Me-262 tak punya rem tukik untuk membuat Anda bisa menghindari tabrakan dengan pesawat pembom yang diserang. Ia harus sudah bermanuver menghindar dari jarak 200 meter,” ujar Kapten Eric Brown, perwira penerbang AL Inggris yang menjajal Me-262 pasca-perang, dikutip Steve J. Thompson dan Peter C. Smith dalam Air Combat Manoeuvres.

Vergeltungswaffe-2

Vergeltungswaffe-2.

Selain jet tempur, negeri-negeri adidaya lazimnya ditakuti karena memiliki misil balistik jarak jauh. Sebelum Amerika, Inggris, India, Rusia, dan Korea Utara punya senjata ICBM (Intercontinental Ballistic Missile) reguler maupun berhulu ledak nuklir, Jerman sudah menggunakannya dengan misil balistik Vergeltungswaffe-2 (V-2). Misil jarak jauh pertama itu merupakan pengembangan dari roket V-1 alias bom terbang yang menjadi embrio misil jelajah.

V-2 merupakan buah pikiran dari Dr. Wernher von Braun, ilmuwan roket yang mengembangkan LPR (liquid-propellant rocket) atau roket bertenaga bahan bakar cair lewat proyek “Aggregat” sejak 1941. Dibantu para ilmuwan lain dari pusat penelitian Angkatan Darat Heeresversuchsanstalt di Peneemünde, Von Braun juga memanfaatkan belasan ribu pekerja paksa dari kamp konsentrasi Mittlebau-Dora untuk mengerjakan situs konstruksinya di Mittlewerk.

Per 18 Maret 1942, proyek itu rampung dan senjata yang dinamai Aggregat 4 (A-4) itu mulai menjalani serangkaian uji coba walau uji coba yang berhasil baru terjadi tujuh bulan berselang. Misil itu, menukil Michael Neufeld dalam biografi Wernher von Braun: Dreamer of Space, Engineer of War, berbobot 12.500 kg dengan panjang 14 meter dan diameter 1,65 meter. Ia bisa meluncur dengan jarak maksimal 88 km (206 km vertikal) dengan kecepatan 5.760 km/jam berkat tenaga roket yang berisi 3.810 kg etanol dan 4.910 oksigen cair.

Baca juga: Tank Gaek Perang Dunia yang Bertahan Hidup

Sampai akhir perang, Jerman mampu memproduksi misil ini hingga 5.200 unit. Misil-misil V-2 itu jadi senjata terbaru yang dioperasikan tiga batalyon di kesatuan AD Generalkommando XXX pimpinan Jenderal Artileri Erich Heinemann mulai September 1944, serta SS Werfer-Abteilung 500 di bawah komando Letjen Hans Kammler mulai Oktober 1944.

Lantaran saat itu wilayah Jerman sudah intens jadi sasaran bombardir udara Sekutu yang berbasis di Inggris, Hitler menuntut senjata anyar itu diluncurkan sebagai balasan dengan menyasar perkotaan, bukan basis militer. Maka nama misil A-4  kemudian diganti menjadi V-2 (vergeltungswaffe) alias senjata balas dendam.

Masa-masa teror terdahsyat Hitler dengan V-2 terjadi dalam kurun 12-20 Oktober. Tercatat 3.161 V-2 menyasar kota-kota di Belgia, Inggris, Prancis, dan Belanda. Banyak korban jatuh dari warga sipil. Di London saja mencapai 2.754 jiwa.

“Saya merasakan penyesalan mendalam untuk para korban roket V-2, namun selalu ada korban di kedua belah pihak… Perang adalah perang dan ketika negara saya berperang, sudah jadi kewajiban saya berusaha membantu kemenangan peperangan itu,” tutur Von Braun mengenai hasil karyanya yang digunakan Hitler untuk menarget warga-warga sipil, dikutip Neufeld.

Warisan Von Braun ini lalu dikembangkan dalam bentuk ICBM dan roket luar angkasa mengingat Von Braun direkrut NASA pasca-perang. Von Braun menggunakan konsep V-2-nya untuk membangun roket Saturn V dalam program Apollo pada 1960-an.

Baca juga: Mahasiswa Indonesia dalam Proyek NASA

TAG

hitler nazi jerman alutsista

ARTIKEL TERKAIT

Mobil yang Digandrungi Presiden Habibie Memburu Kapal Hantu Keponakan Hitler Melawan Jerman Peliharaan Kesayangan Hitler Itu Bernama Blondi Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian II – Habis) Kisah Musisi Belanda Menyamar Jadi Laki-laki Ketika Melawan Nazi Dari Kamp Nazi Lalu Desersi di Surabaya Dukung Kemerdekaan Indonesia Kisah Atlet Wanita Jerman yang Ternyata Laki-laki Nasib Mereka yang Terbuang di Theresienstadt dan Boven Digoel Kasus Penipuan Buku Harian Adolf Hiltler