Masuk Daftar
My Getplus

Tank Leopard yang Layu Sebelum Berkembang

Dua kisah “leluhur” tank Leopard, alutsista kebanggaan TNI AD yang disegani dunia.

Oleh: Randy Wirayudha | 01 Jan 2020
Salah satu tank Leopard 2 milik Indonesia yang berbasis di Pusdikkav TNI AD (Foto: Randy Wirayudha/HISTORIA)

SEPANJANG Oktober hingga Desember 2019, sebuah kawasan di Situbondo, Jawa Timur bergejolak. Dentuman-dentuman menggelegar di kulit bumi. Deru mesin-mesin perang darat, laut, maupun udara mengguncang. Antara lain dari salah satu alutsista tercanggih dunia, MBT (Main Battle Tank/tank tempur berat) Leopard 2 milik TNI AD.

Kegaduhan itu dalam rangka latihan gabungan “Dharma Yudha”, kegiatan kolosal tutup tahun, yang resmi ditutup pada 12 Desember 2019.

Tank Leopard 2 terlibat di dalamnya. TNI AD menurunkan 13 unit tank buatan Jerman itu. Leopard 2 dimiliki TNI AD sejak dipesan 2016 lalu. Per 2019, TNI AD sudah punya 103 unit yang terdiri dari dua varian: 41 unit Tank Leopard 2A4+ dan 61 Tank Leopard 2 RI. Jumlah ini berandil dalam menempatkan Indonesia di urutan ke-16 dari 137 negara berdasarkan kekuatan militernya, sebagaimana data Global Fire Power 2019.

Advertising
Advertising
Barisan tank Leopard 1 Jerman yang jadi pendahulu Leopard 2 (Foto: Bundesarchiv)

Leopard 2 oleh banyak pengamat militer diyakini berkualitas jempolan. Tank buatan Krauss-Maffei Wegmann dan Maschinenbau Kiel itu merupakan penerus Leopard 1 yang didesain pada 1979.

Mengutip Frank Lobitz dalam “Technical Data-Leopard 2 MBT” yang dimuat di Leopard 2 Main Battle Tank Development and German Army Service, spesifikasi awal Leopard 2 ditenagai mesin diesel turbo ganda V12 buatan MTU yang mampu melarikan tank berbobot 68 ton tersebut dengan kecepatan maksimal 68 km/jam. Senjata utama tank berkru empat personil itu meriam L/44 Rheinmetall 120mm, yang ditemani sepasang senapan mesin MG3A1.

Baca juga: Pesawat pemburu peninggalan masa perang di Museum Dirgantara AU

Pada varian 2A4 yang dimiliki Indonesia, senapan mesinnya sudah di-upgrade dengan senapan mesin MG 87, dilengkapi pendingin udara alias AC, dan alat komunikasinya lebih canggih.

Leopard 2 hanyalah penerus dua tank Leopard Jerman di era Perang Dunia II.

Mesin Perang dan Hewan Predator

Ferdinand Porsche, pendiri Porsche AG yang kini populer sebagai produsen mobil sport mewah, punya peran penting dalam kelahiran tank-tank Jerman. Dia lazim memberi nama tank-tank itu dengan nama-nama hewan predator: Tiger I, Tiger II, dan Elefant. Para koleganya dari pabrikan lain pun turut memakai nama-nama predator lain untuk menamakan tank mereka, semisal tank medium Panther (MAN AG) atau Leopard.

“Namun nama-nama seperti Tiger, Panther dll. bukan nama resmi. Nama resminya Panzerkampfwagen VI dan seterusnya. Tapi biasanya diberikan perancang atau pabrikan supaya lebih diingat dan mengesankan kekuatan,” ujar pengamat militer Jerman Nazi Alif Rafik Khan kepada Historia.

“Sebagai contoh, nama Tiger diberikan Ferdinand Porsche, meskipun kemudian produksinya lebih banyak oleh Henschel. Selain nama-nama kucing, nama binatang lain yang tak kalah sangar juga digunakan, seperti Elefant dan Nashorn (gajah dan badak, red.),” lanjut penulis 1000+Fakta Nazi Jerman itu.

Baca juga: Tank legendaris Perang Dunia yang masih dipelihara TNI AD

Menurut Richard A. Posner dalam Public Intellectuals, orang-orang Nazi memang gemar memburamkan garis batas antara sifat manusia dan hewan. Baik macan, macan kumbang, kucing hutan (luchs), gajah, hingga badak, identik dengan hewan buas nan pemberani, ibaratnya orang-orang Nazi menggangap diri mereka ras Arya sebagai manusia dengan ras tertinggi.

“Mereka mendeskripsikan orang Yahudi sebagai hama. Di sisi lain mereka membanggakan spesies yang punya sifat gagah perkasa seperti elang untuk Kehlsteinhaus atau ‘Sarang Elang’ yang jadi vila musim panas Hitler, serta macan dan macan kumbang untuk tank-tank mereka,” ujar Posner.

Tank Leopard VK30.01 (P)

Dalam periode ekspansif Jerman di akhir 1939, para petinggi militer di Waffen Prüfen 6 (Wa Prüf 6/lembaga alutsista Jerman-Nazi) mulai butuh tank-tank baru sebagai kekuatan inti blitzkrieg (serangan kilat). Porsche sebagai ketua Panzerkommission (Komisi Tank) di lembaga itu, menjawabnya dengan merancang desain tank medium VK30.01 atau kadang disebut Porsche Type 100.

Menukil Kenneth W. Estes dalam German Heavy Fighting Vehicles of the Second World War: Front Tiger to E-100, rancangan Porsche lantas menelurkan purwarupa (prototype) pada 1940. Lantaran rancangan itu belum dilengkapi turret, pabrikan Krupp lalu menawarkan desain turret dengan meriam L-56 88mm yang basisnya dari meriam anti-udara.

Dari dua sasis purwarupa yang dibuat, hanya satu yang dilengkapi turret buatan Krupp itu untuk diujicoba. Spesifikasinya punya bobot 30 ton, berdimensi panjang 6,58 meter; lebar 3,05m; tinggi 2,8m, dan ditenagai dua mesin Porsche V10 yang bisa memacu tank dengan kecepatan maksimal 60km/jam. Leopard itu juga dilindungi lapisan baja setebal 80mm, selain diperkuat meriam Krupp 88mm dan senapan mesin MG-34.

Lima kru yang mengawakinya meliputi komandan, sopir, operator radio, penembak, dan pengisi amunisi. Leopard ini juga didesain Porsche sebagai tank tempur pertama yang menggunakan steering atau kendali elektrik serta mesin yang menggunakan air-cooled system pada mesin berbahan bakar bensinnya.

Baca juga: Akhir tragis alutsista canggih TNI AU dari Uni Soviet

Namun saat tank itu sudah siap untuk diinspeksi Hitler, situasi kampanye front timur mengubah segalanya. Hitler mendapat laporan bahwa pasukannya dihadang tank-tank berat Uni Soviet macam tank T-34 dan KV-I. Hitler tentu ingin punya tandingannya. Maka dia pun membahasnya dengan perwakilan Porsche AG dan Henschel & Sohn pada 26 Mei 1941.

“Dia (Hitler, red.) dengan program empat tahunnya menginginkan tank berat yang harus punya lapisan baja depan setebal 100mm dan harus punya meriam besar, setidaknya 75-88mm. Dia pun menghapus semua proyek-proyek (Porsche dan Henschel) sebelumnya,” tulis Estes.

Proyek tank medium Leopard itupun ditinggalkan. Sebagai gantinya, pabrikan Henschel & Sohn ditunjuk mengeksekusi proyek pengembangan tank berat baru Panzerkampfwagen VI (PzKpfw/kendaraan tempur). Ferdinand Porsche sebagai ketua Komisi Panser lalu memberi nama tank itu Tiger I, yang mulai diproduksi pada 1941 dan digunakan di tahun berikutnya.

Tank Leopard VK1602

Belum lama Porsche mendesain VK30.01 Leopard, pabrikan Maschinenfabrik Augsburg-Nürnberg (MAN) juga membuat rancangan tanknya dengan nama serupa pada 1942. Namun, rancangan MAN bukan tank berat, melainkan tank intai tempur.

Mengambil dasar desain dari tank medium Panther yang juga tengah mereka kembangkan, MAN menghasilkan tank dengan sasis lebih kecil, VK1602 yang lalu dinamai Leopard. Selain lebih kecil, beda Leopard dengan Panther adalah lapisan baja depan yang dirancang landai dan lebih tebal, yakni 80mm (baja Panther setebal 60mm).

Namun, ungkap Peter Hamberlain dan Hilary L. Doyle dalam Encyclopedia of German Tanks of World War Two, pengerjaan Leopard diserahkan pada dua pabrikan lain, Mühlenbau und Industrie Aktiengesellschaft (MIAG) dan Daimler-Benz. Pasalnya, Wa Prüf 6 kemudian memilih MAN untuk lebih memfokuskan pada pengembangan dan produksi Panther agar bisa dikirim lebih cepat mengingat situasi sengit di front timur.

“Pengembangannya didiskusikan dengan Hitler pada Maret dan Juni 1942. MIAG lalu dipercayakan mengambil alih untuk konstruksi sasisnya dan Daimler-Benz untuk turret-nya. Semua desainnya sudah harus siap pada akhir Oktober 1942,” sebut Hamberlain dan Doyle.

Dalam rancangannya, MIAG dan Daimler-Benz menyiapkan spesifikasi VK1602 Leopard dengan dua versi purwarupa. “Versi pertama lebih ringan, lebih cepat dengan bobot 18 ton dan versi yang lebih lambat lajunya dengan bobot 26 ton. Tetapi di fase awal versi pertama batal dikerjakan karena ternyata terdapat ketimpangan antara bobot dan lapisan bajanya,” sebut Bob Carruthers dalam Panzers I & II: Germany’s Light Tanks.

Baca juga: Halt Order dari Hitler Mencegah Sekutu Musnah di Dunkirk

Purwarupa versi kedua lebih dulu dirilis dengan bahan kayu untuk diperlihatkan pada Hitler pada Mei 1942. Hitler memerintahkan produksi sebanyak 105 unit yang harus selesai pada akhir 1943 dan produksi lanjutan sebanyak 150 unit pada musim semi 1944.

Spesifikasi Leopard yang diproduksi berupa, dimensi panjang 4,74m; lebar 3,1m; tinggi 2,6m. Lapis baja dideknya setebal 16mm, 30mm di kedua sisi, dan 50mm di lapisan baja depan yang landai dengan kemiringan 50 derajat.

Tank intai berawak empat personil yang ditenagai mesin Maybach HL 157P ini mampu berlari hingga 45-60km/jam. Desain turret-nya yang dikerjakan Daimler-Benz mengambil dasar desain turret ranpur Sonderkraftfahrzeug (SdKfz) 234 Puma dengan meriam 50mm KwK 39/1, dilengkapi sepucuk senapan mesin MG-42.

Adolf Hitler bersama menteri persenjataan Albert Speer (kanan) meninjau salah satu pabrik tank untuk persiapan perang (Foto: Repro "German Heavy Fighting Vehicles of the Second World War")

Sialnya, pada 13 Oktober 1942 Hitler berubah pikiran setelah rapat dengan Albert Speer, menteri persenjataan dan perang. Michael Sowodny dalam German Armored Rarities: 1935-1945 menyatakan, Speer memberi masukan berdasarkan kebutuhan pasukan di lapangan, bahwa yang lebih dibutuhkan adalah tank intai yang lebih lincah dan ringan.

Alhasil, Hitler memerintahkan MIAG dan Daimler-Benz mencanangkan lagi Leopard versi 18 ton yang sebelumnya disingkirkan Hitler. Speer pun mengusulkan beberapa Panther yang masih dalam tahap produksi, dibuat varian tank intai dengan bobot lebih ringan. Proyek Leopard VK1602 dianulir secara resmi pada 3 Januari 1943 saat purwarupanya belum rampung. Belakangan, proyek Panther versi intai itupun batal dikerjakan.

Baca juga: Jojo Rabbit, Satir Pemuda Hitler

TAG

teknologi-militer nazi jerman tni ad tni

ARTIKEL TERKAIT

Mobil yang Digandrungi Presiden Habibie Memburu Kapal Hantu Keponakan Hitler Melawan Jerman Evolusi Angkatan Perang Indonesia Saat Baret Merah Dilatih Pasukan Katak Kisah Perwira TNI Sekolah di Luar Negeri Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian II – Habis) Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian I) Penerbangan Terakhir Kapten Mulyono Kapten Mulyono, Penerbang Tempur Pertama Indonesia