Masuk Daftar
My Getplus

Kegagalan Kepala Stasiun CIA di Jakarta

Kepala stasiun CIA di Jakarta ini pernah bekerja di perkebunan karet di Sumatra. Dia sebut Sukarno komunis terselubung.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 05 Jan 2020
Ilustrasi dari sampul buku Nicholas Schou, "Spooked: How the CIA Manipulates the Media and Hoodwinks Hollywood."

Dalam rapat mingguan di Gedung Putih pada empat bulan pertama tahun 1957, Direktur CIA Allen Dulles, membawa catatan-catatan ringkas dari telegram yang dikirimkan kepala stasiun CIA di Jakarta. Inti dari pesan telegram itu bernada memanas-manasi: “Situasi kritis… Sukarno seorang komunis terselubung… Kirimkan senjata.”

“Kepala stasiun itu, Val Goodell, adalah seorang pengusaha industri karet dengan sikap kolonialis yang kental,” tulis Tim Weiner dalam Membongkar Kegagalan CIA. “Dia memberi tahu atasannya, Al Ulmer, kepala divisi CIA untuk kawasan Timur Jauh, bahwa Indonesia sudah siap untuk pemberontakan oleh kaum komunis.”

Valentine Orville Goodell lahir pada 4 Mei 1907. Dia kuliah jurusan kehutanan di Syracuse University, New York. Pada 1934, dia menikah dengan Grace Elinor, lulusan sastra dari Elmira College di New York. Mereka kemudian berlayar ke Hindia Belanda. Dia bekerja di Departemen Penelitian United States Rubber Plantations, Inc. di Sumatra. Luas perkebunan karet itu 150.000 hektar, salah satu yang terbesar di dunia.    

Advertising
Advertising

Baca juga: Agen CIA Pertama di Indonesia

Dalam profil istrinya di facebook “Lake Pointe Landing Retirement Community” disebutkan bahwa mereka membesarkan dua anak di perkebunan karet di Sumatra. Setelah Jepang menyerang Hindia Belanda, mereka melarikan diri dengan kapal Belanda, menempuh jarak 14.000 mil dan bahkan selamat dari serangan kapal selam Jerman di Karibia.

Selama perang, mereka tinggal di Bethesda, Maryland. Di sana, Grace melahirkan putra ketiga. Setelah perang, dan selama rentang waktu 25 tahun, mereka berpindah-pindah mengikuti penugasan Val Goodell, dari Amerika Serikat ke Penang, Malaya; Jakarta, Indonesia; dan Melbourne, Australia.

Tidak diketahui kapan Val Goodell bergabung dengan CIA. Yang pasti, pada 1955 dia telah bekerja di CIA. Hal itu terlihat dari data Foreign Relations of the United States, 1955–1957, Southeast Asia, Volume XXII Document 89 tentang memorandum rapat OCB (Operations Coordinating Board) Working Group di Washington pada 8 Maret 1955.

Val Goodell dari CIA bersama wakil lembaga lain, membahas tentang program aksi yang harus dilakukan oleh berbagai lembaga dalam menghadapi pemilihan umum di Indonesia. Antara lain Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta harus memberikan estimasi dan rekomendasi yang berkelanjutan tentang tindakan yang akan dilakukan dalam pemilu. Dorong semua elemen masyarakat untuk menyerang Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan alasan bahwa PKI mewakili kontrol asing dan front nasional palsu (bagian dari Komunis Internasional); gambarkan gerakan dan taktik menyerang partai komunis di negara lain. Mapankan fakta dalam benak orang Indonesia bahwa Amerika Serikat telah menjaga hubungan baik dengan Indonesia dan tidak bersalah atas campur tangan dalam urusan domestiknya. Upayakan untuk menekankan manfaat yang diperoleh dari kerja sama dengan Amerika Serikat dalam bidang-bidang yang diperlukan Indonesia.

Baca juga: CIA Bikin Film Porno Mirip Sukarno

CIA kemudian beraksi melakukan “subversi melalui pemilihan”. Menurut Tim Weiner, Gedung Putih mengirimkan perintah aksi rahasia kepada CIA bernomor NSC 5518 tanggal 3 Mei 1955. Perintah itu memberikan wewenang kepada CIA untuk menggunakan semua cara rahasia yang layak, termasuk suap untuk membeli para pemilih dan politisi Indonesia, untuk menjaga agar Indonesia tidak menoleh ke kiri.

“CIA memompakan sekitar US$1 juta ke kantong musuh politik paling kuat Sukarno, Partai Masyumi, pada pemilihan umum parlemen nasional tahun 1955, pemilihan pertama yang diadakan di Indonesia setelah penjajahan,” tulis Tim Weiner.

Operasi tersebut gagal: partai Sukarno (PNI) menang, Masyumi menduduki tempat kedua, dan PKI mendapat tempat keempat. Hasil ini membuat khawatir Washington. “CIA terus membiayai partai-partai politik pilihannya dan ‘sejumlah tokoh politik’ di Indonesia,” tulis Tim Weiner.

Pada 1956, kekhawatiran Amerika Serikat terhadap Indonesia akan menjadi negara komunis semakin meningkat setelah Sukarno mengunjungi Uni Soviet dan Tiongkok. Kekhawatiran itu diungkapkan oleh Val Goodell yang saat itu menjabat kepala stasiun CIA di Jakarta.

Baca juga: Agen CIA di Medan

Menurut Tim Weiner, dalam telegramnya, Val Goodell menyebut “Sukarno bersikukuh dengan partisipasi komunis dalam pemerintahan Indonesia karena ada enam juta warga Indonesia yang memilih partai komunis.” Pada Juli 1957, hasil pemilihan lokal menunjukkan PKI bangkit menjadi partai politik paling kuat ketiga di Indonesia, naik dari posisi keempat. CIA menggambarkan kebangkitan ini sebagai “perolehan spektakuler” yang memberi komunis “prestise luar biasa.”

Val Goodell tidak setuju dengan Duta Besar Hugh S. Cumming yang menyebut Sukarno masih terbuka terhadap pengaruh Amerika Serikat. Begitu pula dengan penggantinya, John. M. Allison. Dia dan Al Ulmer berdebat sengit dengan Allison dalam sebuah pembicaraan sore hari yang panjang dan tanpa hasil di kediaman duta besar di Jakarta. Bahkan, atas rekomendasi CIA, Allison dibebastugaskan dan dipindahkan ke Cekoslowakia.

“Al Ulmer yakin bahwa dia harus menemukan kekuatan antikomunis paling kuat di Indonesia dan mendukung mereka dengan senjata dan uang,” tulis Tim Weiner.

Val Goodell menawarkan lawan itu: “perwira-perwira Angkatan Darat yang memberontak di Pulau Sumatra adalah kunci bagi masa depan bangsa tersebut. Warga Sumatra siap untuk berperang, tetapi mereka kekurangan senjata.”

Menurut sejarawan Mestika Zed dalam makalah “Keterlibatan CIA dalam Kasus PRRI” yang disampaikan pada seminar nasional tentang sejarah PRRI di STKIP PGRI Padang, 14 Maret 2009, setelah mendapat izin dari Washington, Val Goodell yang sebelumnya pernah bertugas di perkebunan di Sumatra Timur, mengizinkan agen James M. Smith Jr. untuk membina hubungan dengan perwira-perwira Sumatra via agen lokal bernama Sutan Alamsyah Simawang.

Baca juga: Agen Lokal CIA di Sumatra

Smith yang pernah bertugas di Medan memerintahkan agen Dean Almy untuk menyerahkan US$50.000 kepada Kolonel Maludin Simbolon di Bukittinggi. Inilah bantuan pertama CIA untuk para perwira pembangkang. CIA kemudian mendukung mereka dengan persenjataan. Namun, angkatan perang pemerintah pusat berhasil mematahkan perlawanan mereka.

Val Goodell pun harus menerima kenyataan: CIA gagal menggulingkan pemerintahan Sukarno lewat “subversi melalui pemilihan” dan “pemberontakan para perwira di Sumatra.” Pada 1958, dia dipindahkan ke Melbourne, Australia. Penugasan berikutnya tak diketahui. Setelah kembali ke Amerika Serikat, dia tinggal di Hendersonville, Henderson County, North Carolina. Dalam profil istrinya yang pensiun pada 1972, dia dan suaminya aktif di masyarakat sebagai sukarelawan.

Val Goodell meninggal dunia pada 13 November 1994 di usia 87. 

TAG

intelijen cia

ARTIKEL TERKAIT

Plus-Minus Belajar Sejarah dengan AI Perjuangan Kapten Harun Kabir Spion Wanita Nazi Dijatuhi Hukuman Mati Mata Hari di Jawa M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado D.I. Pandjaitan dan Aktivis Mahasiswa Indonesia di Jerman Sukarno, Jones, dan Green Sepak Terjang Spion Melayu Adam Malik Sohibnya Bram Tambunan Operasi Monte Carlo, Misi Intelijen Koes Bersaudara