KEGADUHAN mengusik istirahat pasangan suami-istri (pasutri) Rosa (diperankan Marta Milans) dan Victor Vasquéz (Cooper Andrews). Keduanya terhenyak tanpa bisa berkata apapun saat enam sekawan pahlawan super dewasa berpakaian ketat warna-warni bak Power Rangers masuk kamar tidur mereka tanpa permisi. Setelah sekian lama, hari itu pasutri itu baru insyaf enam sekawan itu merupakan anak-anak asuh mereka yang rata-rata masih ABG.
Enam sekawan itu adalah “Shazamfamily”, terdiri dari Freddy Freeman (Jack Dylan Glazer dan Adam Brody), Eugene Choi (Ross Butler dan Ian Chen), Pedro Pena (DJ Cotrona dan Jovan Armand), Darla Dudley (Meagan Good dan Faithe Herman), Mary Bromfield (Grace Caroline Currey), dan Shazam alias Billy Batson (Zachary Levi dan Asher Angel) sang pemimpin Shazamfamily. Mereka berubah menjadi superhero dewasa hanya dengan mengucap kata keramat: Shazam!
Adegan menegangkan bercampur absurd nan jenaka itu jadi permulaan klimaks film pahlawan super, Shazam! Fury of the Gods racikan sutradara David F. Sandberg. Film ini merupakan sekuel dari kisah sebelumnya, Shazam! (2019), sekaligus film ke-12 dalam franchise DC Extended Universe (DCEU).
Baca juga: Lika-liku Harley Quinn dalam Birds of Prey
Namun, Shazam tak bisa memberi penjelasan lanjutan panjang-lebar lantaran kota mereka, Philadelphia, tengah diserang makhluk-makhluk mitologi Yunani yang dibangkitkan tiga putri keturunan Dewa Atlas. Ketiganya –Hespera (Helen Mirren), Kalypso (Lucy Liu), dan Anne alias Anthea (Rachel Zegler)– membangkitkan monster-monster itu setelah mencuri bibit kehidupan dari sebutir apel emas dan tongkat bertuah yang menyimpan kekuatan Dewa Atlas milik penyihir Shazam (Djimon Hounsou).
Enam sekawan Shazamfamily pun memberi perlawanan sengit. Warga kota Philadelphia yang sebelumnya membenci mereka, seketika berubah memberi sokongan moril. Walau begitu, kekuatan Hespera dan Kalypso masih terlalu kuat bagi keluarga Shazam, yang notabene mentalitas dan pikirannya masih remaja.
Anthea kemudian membelot gegara ia jatuh hati pada Freddy. Akibatnya, Anthea juga kewalahan menghadapi Kalypso hingga kekuatan dewi yang dimiliki Anthea musnah dan ia berubah jadi manusia biasa.
Baca juga: The Old Guard, Misteri Ksatria Abadi dalam Lorong Sejarah
Dengan tongkat bertuah itu pula Kalypso melenyapkan kekuatan super Eugene, Pedro, Mary, Darla, dan Freddy. Keadaan makin kacau karena kemudian, Kalypso punya ambisi menyingkirkan kakak tertuanya, Hespera, yang sedikit demi sedikit mulai sadar tak ingin menghancurkan bumi.
Dengan menunggangi monster naga “Ladon”, Kalypso pun melumpuhkan Hespera. Syahdan, tinggal Shazam yang mesti menghadapi Kalypso. Terlebih tiada bantuan dari para pahlawan super lain di luar circle mereka, seperti Batman, The Flash, atau Wonder Woman yang diidolakan sejak Billy remaja.
Bagaimana kemudian Billy alias Shazam bisa menggali kekuatan tersembunyi di dalam dirinya? Terlebih, nama maupun kekuatannya bukan sembarang kekuatan, mengingat ia menyimpan enam kekuatan dewa yang jadi akronim julukannya: kebijaksanaan Solomon, kekuatan Hercules, daya tahan Atlas, sihir dan petir Zeus, keberanian Achilles, dan kecepatan Mercury.
Akan lebih seru jika Anda menyaksikan langsung kelanjutan aksi-aksi baku hantam berbalut kekonyolan khas anak remaja Shazam dkk. langsung di bioskop-bioskop tanah air. Film berdurasi 130 menit itu sudah dirilis distributor Warner Bros. Pictures sejak 14 Maret 2023.
Baca juga: Aquaman Sang Penguasa Tujuh Lautan
Sarat Gimmick
Secara sinematografi, Shazam! Fury of the Gods didominasi dengan kemasan tone film light-hearted atau gradasi warna jernih yang halus, terutama ketika menggambarkan kehidupan masa remaja enam sekawan Billy cs. Tentu mood warnanya seketika berubah muram dan terselip grading warna pastel ketika adegan fokus pada karakter musuh: Hespera, Kalypso, dan Anthea.
Balutan music scoring garapan komposer Christophe Beck yang mengiringi film juga bervariatif. Mulai dari selipan lagu rock lawas 1980-an yang dipopulerkan Bonnie Tyler, “Holding Out For a Hero”, lagu rap rock 1990-an “Sabotage” dari Beastie Boys, hingga lagu-lagu pop modern. Beck lantas menjahitnya dengan beberapa iringan orkestra nan megah dan menegangkan di adegan-adegan baku hantamnya.
Menjelang pengujung film, penonton bakal dikejutkan oleh theme song Wonder Woman yang bikin bergidik dan membangkitkan intensitas alur cerita setelah sebelumnya mengalir dengan tempo landai. Dan, sosok Diana Princes alias Wonder Woman ikut nongol sebagai sosok setengah dewi yang mampu mengembalikan kekuatan tongkat sihir yang sempat lenyap.
Baca juga: Wonder Woman 1984 dan Nilai Kejujuran
Bicara plotnya, Shazam! Fury of the Gods tak serumit film-film DCEU sebelumnya. Ceritanya berjalan sederhana dengan turut menggambarkan pesan moral tentang bullying dan kepercayaan diri. Sungguh cocok bagi penonton kategori remaja di atas 13 tahun.
Namun seperti disebutkan di atas, babak pertengahan film terbilang landai dan menjemukan. Belum lagi sarat gimmick di sana-sini yang berujung “PHP”. Nama-nama tokoh superhero lain yang disebutkan Shazam seperti Batman dan Superman yang mulanya diduga bakal muncul sebagai kejutan, toh tak muncul-muncul. Juga sosok Black Adam yang mulanya sempat digadang-gadang bakal memperlihatkan batang hidungnya. Padahal, dalam sejarahnya di berbagai komiknya, figur Black Adam acap muncul sebagai antitesis bagi Shazamfamily.
Adapun sosok Wonder Woman yang dihadirkan di babak jelang pengujung film tidak terlalu punya kontribusi berarti bagi Shazam dkk. ketika menghadapi Hespera dan Kalypso. Belum lagi gimmick Shazam yang menyebut-nyebut franchise film Fast & Furious hanya karena Helen Mirren si pemeran Hespera juga membintanginya, hal itu jadi ke-absurd-an yang sedianya tidak perlu ada.
“Secara keseluruhan, Shazam! Fury of the Gods bukanlah film berdasarkan komik yang paling unik saat ini. Pastinya penonton takkan serta-merta jadi penggemar DC selepas meninggalkan bioskop, tetapi setidaknya Anda akan menyunggingkan senyum di wajah Anda. Jika Anda melihat di balik ketidakjelasan masa depan Shazamily, Shazam! Fury of the Gods tontonan yang menyenangkan dan laik jadi follow-up film pertama,” tulis kritikus Jamie Jirak di kolom comicbook.com, 15 Maret 2023.
Baca juga: Black Adam Memburu Dendam
Kendati begitu, setidaknya film ini menyajikan keluguan, kenaifan, dan kekonyolan ala remaja yang begitu ringan hingga membedakannya dari film-film DCEU sebelumnya yang didominasi cerita atau pesan moral yang dark. Apalagi di antara para pahlawan super lainnya mungkin hanya Shazam yang mentraktir musuhnya dengan makanan siap saji untuk menegosiasikan suatu keadaan yang pelik.
Hespera sang musuh bukan sosok dengan kekuatan kaleng-kaleng. Ia adalah salah satu keturunan Dewa Atlas. Dengan mengambil tokoh itu, Sandberg kembali menghadirkan karakter dari mitologi Yunani Kuno yang terbilang jarang eksis di DCEU.
“Dewa-dewi dari mitologi Yunani Kuno pada dasarnya adalah pahlawan super yang sesungguhnya, jadi rasanya akan sangat pas menghadirkan mereka bersamaan dengan para pahlawan super modern. Saya juga senang menghadirkan makhluk-makhluk mitos lain, semisal Ladon yang aslinya merupakan naga dengan 100 kepala,” tutur Sandberg kepada Above the Line, 17 Maret 2023.
Mula Shazam
Shazam pada awalnya tak lahir di bawah naungan DC Comics yang dahulu bernama National Comics. Ketika lahir sebagai “anak rohani” duet penulis-ilustrator William Lee ‘Bill’ Parker dan Charles Clarence Beck pun nama tokohnya juga belum disebut “Shazam”, melainkan Captain Thunder. Captain Thunder lantas berubah jadi Captain Marvel sebelum akhirnya menyandang nama Shazam.
Ketika bekerja jadi salah satu editor Fawcett Comics pada 1939, Parker ditugasi menciptakan sejumlah karakter untuk “meramaikan” era emas komik (1938-1956). Dari banyak tokoh yang muncul, sedikit di antaranya yang lantas melejit yakni Batman, Superman, dan Wonder Woman dari penerbit komik lain. Satu di antara karakter yang lantas diciptakan Parker yang bekerjasama dengan Beck adalah Captain Thunder.
“Ketika Bill Parker dan saya mengerjakan komik pertama (terbitan) Fawcett di akhir 1939, kami melihat betapa payahnya penulisan dan ilustrasi pahlawan super di banyak buku komik. Kami kemudian sepakat ingin memberikan para pembaca kami buku komik yang sebenarnya, digambar dengan gaya komik strip dan dikemas dengan cerita yang imajinatif berdasarkan dongeng dan cerita-cerita mitos era klasik,” kenang Beck saat diwawancarai Tom Heintjes 1982 yang dikutip Hoogan’s Alley Magazine, 28 Juni 2017.
Baca juga: The Batman dan Sisi Kelam Kehidupan Nyata
Beck kemudian mencontek model wajah dan postur tubuh aktor Fred MacMurray. Rona wajahnya dibuat charming dan acap menyunggingkan senyum lebar. Beck lantas memberikan atribut berupa balutan setelan flanel merah, jubah berwarna emas, dan simbol petir di dada.
Sementara, Parker kebagian menghiasi latarbelakang tokohnya yang bernama asli Billy Batson itu, termasuk kekuatan-kekuatannya. Adalah Parker yang kemudian menamai karakter yang digambarkan Beck itu dengan nama Captain Thunder, bertolak dari simbol petir yang disandang sang superhero.
Sosok Captain Thunder itu memang sudah dimunculkan Fawcett pada satu edisi terbatas non-komersial Thrill Comics pada November 1939. Namun ketika nama komiknya hendak diubah menjadi Whiz Comics dan dirilis pertamakali di edisi Februari 1940, nama tokohnya sudah diganti menjadi Captain Marvel atas permintaan ilustrator senior Fawcett, Pete Costanza.
Baca juga: Captain Marvel, Antara Nostalgia dan Isu Feminisme
Dalam komik itu, Parker memberi latarbelakang tokohnya dengan alter ego Billy Batson, seorang anak yatim piatu berusia 12 tahun. Inspirasi nama “Billy” disematkan Parker dari sosok pendiri Fawcett, yakni Wilford Hamilton Fawcett. Fawcett punya julukan “Captain Billy” mengingat ia merupakan veteran Angkatan Darat Amerika Serikat dalam Perang Spanyol-Amerika (21 April-13 Agustus 1898).
Sebagaimana juga yang digambarkan dalam film Shazam! (2019), sosok Billy memiliki kekuatan setelah pada suatu hari bertemu penyihir Shazam. Shazam sendiri merupakan akronim dewa-dewa Yunani yang punya kekuatan khas masing-masing: Solomon, Hercules, Atlas, Zeus, Achilles, dan Mercury.
Baca juga: Lima Aktor Berjubah Superman
Namun karena kekuatannya mirip Superman, Fawcett pun menghadapi tuntutan hukum dari National Comics (kini DC Comics) pada 1941. Dalam serangkaian persidangan yang berjalan hingga 1948, diputuskan Fawcett agar menghentikan segala penerbitan komik pahlawan supernya.
“Fawcett Publications diperintahkan menutup divisi Fawcett Comics-nya dan membatalkan semua penerbitan komiknya termasuk yang menghadirkan tokoh Captain Marvel dan karakter-karakter pendamping lainnya. Baru pada 1970-an ketika Nationals Comics me-rebranding menjadi DC Comics, mereka mendapatkan lisensi ha katas Captain Marvel dan menghidupkan karakternya. DC Comics baru membeli haknya secara utuh pada 1991 kemudian,” tulis Roy Thomas dan Jerry Ordway dalam “Not Your Father’s Captain Marvel!” yang termaktub dalam buku Alter Ego.
Pada 1972, DC Comics mengubah lagi nama karakternya menjadi Shazam, meski tetap tak menanggalkan penyebutan “Captain Marvel” di komiknya. DC Comics mulai menghadirkan kembali sosok Captain Marvel sebagai Shazam di komik Shazam!: The Original Captain Marvel nomor 1 terbitan Februari 1973.
Deskripsi Film:
Judul: Shazam! Fury of the Gods | Sutradara: David F. Sandberg | Produser: Peter Safran | Pemain: Zachary Levi, Asher Angel, Jack Dylan Grazer, Helen Mirren, Lucy Liu, Rachel Zegler, Adam Brody, Ross Butler, Meagan Good, Djimon Hounsou | Produksi: New Line Cinema, DC Studios, The Safran Company | Distributor: Warner Bros. Pictures | Genre: Superhero | Durasi: 130 menit | Rilis: 14 Maret 2023.