SETELAH putus sekolah di usia 14 tahun, dirinya hanya punya pilihan amat sedikit pilihan dalam hidup. Di antara yang sedikit itu, Republik Prancis negerinya di tahun 1950-an masih memberi tempat kepada remaja putus sekolah: menjadi sukarelawan. Suka tak suka, Alain Fabien Maurice Marcel Delon alias Alain Delon, remaja itu, pun masuk Marine Nationale (Angkatan Laut Perancis). Remaja bengal itu segera belajar hidup ala serdadu.
“Di militer saya belajar disiplin, bagaimana menghadapi orang lain dan atasan, dengan stres dan dengan rasa takut,” aku Alain Delon, dikutip Thilo Wydra dalam Eine Liebe in Paris – Romy und Alain.
Alain Delon bergabung di dalam satuan Fusiliers Marins. Berbeda dari pasukan bersenjata marinir pada umumnya, satuan itu bertugas menjaga kapal dan instalasi Angkatan Laut.
Ketika dirinya bergabung, negaranya sedang berperang dengan pejuang kemerdekaan di Vietnam. Perang yang dimulai sejak 1946 itu dikenal sebagai Perang Indochina Pertama (1946-1954).
Kawasan Indochina –terdiri dari Laos, Kamboja, dan Vietnam– sebelum 1942 adalah koloni Prancis. Kawasan tersebut jadi paradoks bagi Prancis, sebab tetap dijadikan koloni kendati slogan Kemerdekaan, Keadilan, dan Persaudaraan terus digaungkan sejak Revolusi Prancis (1789-1799). Jadi, Prancis masih bertindak sebagai penjajah kala itu meski Perang Dunia sudah berakhir.
Alain Delon pun jadi satu dari ribuan pemuda yang dikirim untuk menjaga kepentingan Perancis di tanah jajahan itu. Nyawa mereka dipertaruhkan.
“Saya berangkat ke Indochina pada 23 Januari 1953 dan kembali pada tanggal 1 Mei 1956,” kata Alain Delon, seperti dicatat Thilo Wydra.
Usianya belum genap 18 tahun ketika dikirim ke Indochina. Alain Delon, sebagaimana disebut Nick Rees-Roberts dan Darren Waldron dalam Alain Delon Style, Stardom and Masculinity, lalu ditempatkan di Saigon (kini Ho Chi Minh City), kota pelabuhan terpenting di sana.
Sebagai Fusilier Marins, Alain Delon tentu tinggal tak jauh dari pangkalan angkatan laut Perancis. Itu dijalaninya hingga Perang Indochina I berakhir pada 1954. Namun pada tahun terakhirnya itu, Perang Indochina II meletus di Vietnam.
Alain Delon yang masih belasan tahun itu barangkali tak paham politik. Namun, dia adalah prajurit bermasalah. Tanpa disadari, dia menjadi “kerikil” kecil yang mengganggu militer Perancis dalam usaha mengembalikan Indochina sebagai jajahannya. Maka, Alain Delon pun ditahan selama 11 bulan di sana.
“Saya membuat mereka sangat kesal sehingga mereka memecat saya dengan tidak hormat. Saya telah menandatangani kontrak selama lima tahun dan mereka memulangkan saya setelah tiga tahun,” kenang Alain Delon. “Aku berhutang kepada tentara, suka tau tidak suka.”
Setelah kembali pada kehidupan sipil di Prancis, Alain Delon jadi orang yang tak punya pemasukan. Dia pun bekerja serabutan untuk menghidupi dirinya, mulai dari pengangkut daging hingga pelayan.
Tahun 1957 menjadi titik penting baginya dan karier filmnya. Di Klab Saint-Germain di Distrik Saint-Germain-des-Pres, dia bertemu aktris yang baru saja membintangi film To Catch a Thief, Brigitte Auber. Aktris itulah yang mengajaknya tinggal bareng di rumahnya dan mengangkatnya dari “dunia bawah”. Di tahun itu juga dia ditemukan Henry Willson, pencari bakat yang bekerja pada produser film AS David O Selznick.
Setelah uji coba, Alain Delon pun terjun ke dunia layar lebar. Dia jadi aktor tanpa pernah ikut pelatihan khusus. Dahsyatnya, dalam waktu sebentar bintangnya sudah bersinar. Setelah 1959, Alain Delon sudah jadi aktor film terkenal. Dalam setahun dia bisa terlibat lebih dari dua film di masa jayanya. Ketampanannya membuatnya menjadi simbol sex era 1960-an.
“Pada masa kejayaannya di tahun 1960-an dan 1970-an, ia merupakan lambang maskulinitas modern dan gaya khas Eropa, simbol keanggunan Prancis. Daya tarik Delon telah menjangkau berbagai budaya dan benua, bahkan hingga Asia Timur, tempat para pemuda meniru penampilan dan tingkah lakunya,” tulis Nick Rees-Roberts dan Darren Waldron dalam pengantar di buku Alain Delon: Style, Stardom and Masculinity, “Introduction: Alain Delon, Then and Now”.
Dalam beberapa filmnya, dia berperan sebagai sebagai tentara pula. Seperti dalam film tentang Aljazair, Les Centurions (1966) yang di luar Perancis dikenal sebagai Lost Command, Alain Delon berperan sebagai Kapten Phillipe Esclavier. Film ini dibuka dengan adegan perang di Vietnam lalu berlanjut ke perang kemerdekaan di Aljazair. Diceritakan, kawan Kapten Phillipe di militer yang orang Aljazair berpaling menjadi musuh Prancis.
Kendati, Pada era 1990-an, Alain Delon mulai jarang tampil di layar lebar kendati namanya telah melegenda. Pemberitaan tentangnya justru banyak pemberitaan negatif. Mulai soal kehidupan pribadinya, terlebih soal perempuan.
“Kehidupan pribadinya yang penuh warna secara teratur menjadi berita utama saat ia memikat dan merayu orang-orang di Eropa di puncak ketenarannya. Hubungannya dengan perempuan juga menimbulkan kontroversi dan menyebabkan tuduhan kebencian terhadap perempuan,” tulis James Gregory dan Noor Nanji dalam “French film giant Alain Delon dies aged 88”, dimuat bbc.com, 18 Agustus 2024.
Seiring pemberitaan tentangnya yang terus bermunculan, Alain Delon terus menua dan seiring dengannya, kesehatannya menurun. Stroke akhirnya menghantamnya. Setelah olimpiade yang cela di Paris kemarin, pria kelahiran 8 November 1935 ini tutup usia pada 18 Agustus 2024 kemarin di usia 88 tahun.
“Hanya sedikit aktor pria Eropa yang begitu ikonik dan berpengaruh bagi para penikmat film dari berbagai generasi seperti Alain Delon,” tulis Nick Rees-Roberts dan Darren Waldron.