Masuk Daftar
My Getplus

Alkisah Eksotisme dan Prahara Sarawak lewat Rajah

Mengenal lebih dekat eksotisme dan sejarah Sarawak lewat dramatisasi kisah Sir James Brooke, si Rajah Sarawak berkulit putih pertama.

Oleh: Randy Wirayudha | 03 Okt 2024
Para pemeran dan produser film "Rajah" (Randy Wirayudha/Historia)

MATA Kapten James Brooke (diperankan Jonathan Rhys Meyers) berbinar-binar saking kagumnya dengan kekayaan alam yang dilihatnya ketika menyusuri Sungai Sarawak pada suatu hari di tahun 1839. Hutan hujan nan lebat dengan beragam flora dan fauna eksotis begitu memanjakan hasrat sang petualang Inggris itu.

Ditemani sepupunya, Kolonel Arthur Crooksbank (Dominic Monaghan), dan keponakannya, kadet Angkatan Laut Inggris Charles Brooke (Otto Farrant), Brooke bertualang ke Sarawak dari Singapura. Sarawak menjadi menarik bagi Brooke untuk dijelajahi bukan karena luasnya semata tapi juga kekayaan flora, fauna, rempah-rempah, emas, dan tentu batubara yang belum lama jadi komoditas penting bagi Revolusi Industri (1760-1840).

Namun ketika sudah turun dari perahu dan menjelajah hutan lebatnya, rombongan mereka dicegat sekelompok penduduk asli Suku Dayak Iban pimpinan Tujang (Yusuf Mahardika). Tak ayal Brooke cs. digelandang untuk dihadapkan kepada Gubernur Sarawak Pengiran Indera Mahkota (Bront Palarae) dan wakil Kesultanan Brunei di Sarawak, Pengiran Badaruddin (Samo Rafael).

Advertising
Advertising

Baca juga: Ali dalam Ekspedisi Wallace

Begitulah sutradara Michael Haussman membuka film Rajah dengan tempo cepat. Film drama-historis yang di Amerika Serikat dan Inggris mengusung tajuk Edge of the World ini jadi versi fiksi kiprah Sir James Brooke. Broke kemudian diangkat sultan Brunei menjadi Rajah Sarawak berkulit putih pertama berkat jasanya memberantas perompakan oleh Suku Lanun.

Rajah menarik karena penonton diajak menyelami perpaduan dan persilangan antarbudaya di Sarawak. Utamanya antara masyarakat Melayu dan penduduk Dayak lewat adegan-adegan yang menampilkan adat-istiadat dan berbagai kebiasaan mereka yang tak kalah eksotis dari kekayaan alam di sekitarnya.

Rombongan Kapten James Brooke (kedua dari kiri) menyusuri hutan Sarawak (Tim Publisis)

Brooke sampai dibuat jatuh hati tidak hanya pada surga dunia yang ditemukannya itu tapi juga kepada masyarakatnya. Termasuk dengan Pengiran Badaruddin dan Puteri Fatimah (Atiqah Hasiholan). 

Namun, di mana ada kekayaan alam, di situ ada pula prahara. Ambisi Pengiran Indera Mahkota bersama sejumlah orang kaya atau para bangsawan Brunei untuk menguasai Sarawak dan Labuan memicu konflik dengan Brooke yang dibantu Pengiran Badaruddin dan pemberontak China, Madame Lim (Josie Ho).

Baca juga: Warrior, Prahara di Pecinan Rasa Bruce Lee

Konfliknya makin runyam setelah Kapten Edward Beech (Ralph Ineson) datang menggunakan kapal perang bertenaga uap yang mampu melawan arus deras Sungai Sarawak. Kapten Beech kepincut juga untuk menguasai Sarawak yang masih merdeka di bawah Rajah Brooke dan menjadikannya koloni Kerajaan Inggris.

Bagaimana keseruan konfliknya? Baiknya saksikan sendiri film Rajah yang mulai tayang di bioskop-bioskop tanah air mulai 9 Oktober 2024. 

Adegan Puteri Fatimah (kiri) memadu kasih dengan James Brooke (Tim Publisis)

Mengenalkan Sejarah Sarawak pada Dunia 

Film Rajah tidak sekadar menceritakan kiprah Sir James Brooke tapi juga adat-istiadat masyarakat Melayu dan Dayak yang mendiami Sarawak, lengkap dengan dialog-dialog bahasa Dayak, Melayu, dan Arab selain bahasa Inggris yang jadi bahasa utamanya.

Penyajian scene panorama alam dan lantunan senandung-senandung khas Dayak dan Melayu dalam beberapa iringan music scoring-nya menambah daya tariknya. Pun dengan penggambaran sejumlah kompleksitas ritual ngayau (berburu kepala manusia) dari masyarakat Dayak dan sengkarut perebutan kekuasaan di antara Orang Kaya di masyarakat Melayu.

Namun meski dibubuhi keterangan “Based on True Story Inspired By James Brooke”, Rajah bukanlah biopik dengan alur dan lini masa historis yang akurat sebagaimana fakta-fakta historisnya. Menteri Pariwisata, Industri Kreatif, dan Seni Pertunjukan Sarawak Abdul Karim Hamzah pun menyadari itu. Sebagaimana dikutip Dayak Daily, 13 Maret 2023, dia menyatakan bahwa Rajah memang film yang didramatisir dan bukanlah semacam dokumenter.

Baca juga: Kritik Adat dalam Tenggelamnya Kapal van der Wijck

Hal itu diamini Bront Palarae. Aktor Malaysia bernama asli Nasrul Suhaimin bin Saifuddin itu mengakui Rajah adalah versi fiksi dari sejumlah tokoh sejarah. Tokoh-tokoh asli itu “dipinjam” produser merangkap penulis naskah Rob Allyn untuk dijahitnya sebagai drama.

“Kita tahu (film) ini semacam versi fiksi dari tokoh-tokoh nyata jadi memang harus dicari sweet spot-nya antara fiksi dan realitasnya atau fakta-fakta historisnya. Seperti pada tokoh Pengiran Indera Mahkota yang merupakan tokoh asli ditambah dengan beberapa karakter dan nyatanya Michael (Haussman, sutradara) ingin filmnya cenderung fiksi,” tutur Bront Palarae konferensi pers pasca-screening filmnya, Rabu (2/10/2024) petang.

Ilustrasi sosok asli Pengiran Indera Mahkota (kiri) & karakterny dalam film Rajah (British Library)

Karakter Pengiran Indera Mahkota yang diperankan Bront diambil dari tokoh Pengiran Mohammad Salleh Ibnu Pengiran Sharifuddin, pendiri kota Kuching –yang kini menjadi ibukota Sarawak– pada 1827. Ia lahir di Sambas (Kalimantan Barat) dan fasih berbahasa Belanda dan Inggris. Ia merupakan gubernur Sarawak ketika James Brooke tiba di Kuching pada Agustus 1838.

Dalam Narrative of Events in Borneo: Journals of James Brooke, Kapten Rodney Mundy, perwira AL Inggris yang bertugas di komando East Indies Station, mencatat kesan Brooke terhadap Pengiran Salleh sebagai sosok yang santun, cerdas, berselera humor dan tinggi. Ia menyambut hangat keinginan Brooke yang berniat menbuka tambang batubara.

“Tapi untuk kebutuhan sinematografi, karakternya dikembangkan dari pada (aslinya) itu. Dia menjadi seseorang dengan karakter pemimpin yang lemah,” tambah Bront.

Baca juga: Sengkarut Dongeng Putri Salju

Dalam film, digambarkan Pengiran Indera Mahkota dibunuh James Brooke di pengujung pemberontakan. Padahal, faktanya sang pengiran tewas pada suatu hari tahun 1858 akibat tenggelam karena tak bisa berenang pasca-perahunya terbalik di Lubai.

Pun dengan sosok Puteri Fatimah yang diperankan aktris Indonesia, Atiqah Hasiholan. Ketika mendapat naskahnya dari Rob Allyn, Atiqah sempat riset singkat via beberapa buku dan internet.

“Fatimah seorang puteri yang sangat mencintai tanahnya. Dia sangat concern dengan keadaan di wilayahnya dan pada saat bersamaan, bertemu dengan James Brooke dan akhirnya jatuh cinta. Tantangannya karena ini true story, saya harus benar-benar memahami karakternya untuk memerankannya,” timpal Atiqah.

Tokoh Puteri Fatimah alias Pengiran Anak Puteri Fatimah yang diperankan Atiqah Hasiholan Alhady (Tim Publisis)

Karakter itu mengambil tokoh Pengiran Anak Puteri Fatimah, salah satu putri dari Pengiran Anak Abdul Kadir dan salah satu cucu Sultan Muhammad Kanzul Alam yang berkuasa hingga 1829. Fakta ini sama sekali tak tersaji dalam film meski di pengujung film diimbuhi keterangan keduanya menikah dengan adat Islam.

Terkait karakter Pengiran Badaruddin yang diperankan Samo Rafael, karakternya mengambil tokoh Pengiran Badruddin. Menurut Nigel Barley dalam White Rajah: A Biography of Sir James Brooke, Ia merupakan salah satu adik Pengiran Muda Hashim. Namun tokoh Pengiram Muda Hashim justru tak ditampilkan dalam film. Padahal, Pengiran Muda Hashimlah yang paling mendukung Brooke untuk dinobatkan sebagai Rajah Sarawak oleh Sultan Omar Ali Saifuddin II. Tapi dalam film, justru Pengiran Badaruddin yang “mengambil” peran itu.

“Dia (karakter Pengiran Badaruddin) melihat kedatangan James Brooke sebagai darah segar. Karena melihat Pengiran Mahkota seperti bom waktu (untuk memberontak), maka dia yang paling mendukung untuk bagaimana James Brooke menjadi rajah. Jujur saya meriset dan mencoba menghidupkan (karakter) Badaruddin sebagai manusia yang lebih mengerti hubungan antarkarakter,” tutur Samo Rafael.

Baca juga: Tjoet Nja’ Dhien Petarung Konsisten

Menariknya, Brooke dan Badaruddin punya hubungan cinta inkonvensional. Dalam film digambarkan Badaruddin tampak mengejar cintanya Brooke. 

“Cara pandang dia melihat dunia itu cukup romantis. Jadi hubungan dia dan orang-orang di sekitarnya terbilang cukup eksentrik. Jadi pendekatan saya lebih ke bentuk cinta yang tidak konvensional. Lebih ke arah cinta sebagai bentuk loyalitas dan dedikasi yang besar (kepada Brooke),” imbuhnya.

Samodra Angkasa Putro alias Samo Rafael yang memerankan Pengiran Badruddin (Tim Publisis)

Faktanya, justru sebaliknya. Dalam sebuah catatan yang dikutip Barley, Brooke mengungkapkan, “Cinta saya untuknya (Badruddin) lebih dalam dari siapapun yang saya kenal.”

Terlepas dari beberapa catatan “offside” itu, setidaknya film Rajah bisa jadi perantara untuk memperkenalkan sejarah Sarawak, terutama bagi penonton Indonesia. Kendati serumpun dan berbagi Pulau Kalimantan, banyak orang Indonesia belum mengetahui peradaban dan sejarah Sarawak sebagai sebuah negeri yang kini merupakan bagian dari Malaysia tapi dulunya merupakan bagian dari Kesultanan Brunei. Semangat memperkenalkan ini yang ingin dibawa tim produksi Rajah kepada dunia dan tentunya kepada publik Indonesia meski terbilang terlambat tayang di tanah air.

“Dari film ini kita juga bisa melihat bagaimana semua budaya (di Sarawak) bisa dipersatukan. Juga film ini untuk memperkenalkan sejarah tentang tokoh sejarah Rajah (James Brooke) ini. Kami berharap penonton bisa tahu tentang sejarah Sarawak, lebih jauh tentang peradaban manusianya di sana,” tandas produser Josie Ho.

Baca juga: Sabah Milik Siapa?

Deskripsi Film:  

Judul: Rajah | Sutradara: Michael Haussman | Produser: Rob Allyn, Conroy Chi-Chung Chan, Josie Ho | Pemain: Jonathan Rhys Meyers, Atiqah Hasiholan, Dominic Monaghan, Josie Ho, Bront Palarae, Samo Rafael, Otto Farrant, Yusuf Mahardika, Ralph Ineson | Produksi: Margate House Films | Distributor: 852 Films | Genre: Drama Sejarah | Durasi: 104 menit | Rilis: 4 Juni 2021 (Amerika), 9 Maret 2023 (Malaysia dan Brunei), 9 Oktober 2024 (Indonesia). 

TAG

film brunei borneo kalimantan

ARTIKEL TERKAIT

Jalan Perjuangan Tak Berujung dalam Perang Kota Empat Film Korea Selatan yang Menggambarkan Darurat Militer Senna Si Raja Lintasan Basah The Children’s Train dan Nasib Anak-anak Korban Perang di Italia Mengenal Tang Soo Do dari Cobra Kai Munculnya Si Doel (Bagian III – Habis) Munculnya Si Doel (Bagian II) Rahayu Effendi Pernah Susah di Awal Karier Yok Koeswoyo yang Tinggal dari Koes Plus Potret Pribumi Ainu di Balik Golden Kamuy