Masuk Daftar
My Getplus

Captain Marvel, Antara Nostalgia dan Isu Feminisme

Cewek superhero tangguh dari semesta Marvel. Ada agenda empowerment tentang perempuan.

Oleh: Randy Wirayudha | 11 Mar 2019
Judul: Captain Marvel | Sutradara: Anna Boden, Ryan Fleck | Produser: Kevin Feige | Pemain: Brie Larson, Samuel L. Jackson, Jude Law, Ben Mendelsohn, Djimon Hounsou, Lashana Lynch, Gemma Chan, Annette Bening | Produksi: Marvel Studios | Genre: Superhero | Durasi: 124 Menit | Rilis: 8 Maret 2019

KEKALUTAN mengacaukan sebuah misi rahasia. Alih-alih menyelamatkan mata-mata, Vers (Brie Larson) dan rekan-rekan militer bangsa Kree justru disergap. Vers sempat ditangkap dan diinterogasi Talos (Ben Mendelsohn), pemimpin bangsa Skrull, tapi lantas bisa melarikan diri meski harus terdampar ke planet C-53 alias bumi.

Adegan itu jadi pilihan duet sutradara Anna Boden dan Ryan Fleck untuk membuka film bertajuk Captain Marvel. Keduanya ingin lebih dulu menghadirkan asal-usul sang jagoan yang superhero perempuan terkuat di Marvel Cinematic Universe (MCU) yang berpusar pada rentang masa 1995.

Kedatangan Vers di bumi tak pelak menarik perhatian bos agen SHIELD, Nick Fury (Samuel L. Jackson). Walau harus melewati “perkenalan” rumit, Vers dan Fury akhirnya bisa akur dan bertandem untuk meladeni Talos dan anak-anak buahnya yang juga mengejar Vers ke bumi. 

Advertising
Advertising

Seiring petualangan menghadapi Talos dkk., Vers dan Fury lamat-lamat mendapati pemahaman bahwa apa yang dilakukannya bersama pasukan Kree pimpinan Yonn-Rogg (Jude Law) dalam memerangi bangsa Skrull ternyata tak seperti dugaannya. Sepanjang perjalanannya, Vers juga mengetahui bahwa dirinya bukanlah bangsa asli Kree, melainkan bangsa manusia asal bumi bernama Carol Danvers yang sebelumnya merupakan pilot tempur Angkatan Udara Amerika Serikat (AU AS).

Untuk lebih detail tentang keseruannya, jauh lebih baik menyaksikannya langsung di bioskop-bioskop tanah air, di mana produksi ke-21 MCU ini sudah tayang sejak 6 Maret 2019. Di film ini juga Anda akan tahu sedikit-banyak tentang muasal “Avengers Initiative” yang jadi core seri-seri “Avengers”.

Baca juga: Asal-Usul si Kocak Deadpool

Jangan pula segera beranjak dari kursi bioskop saat film usai lantaran ada dua adegan post-credit di pengujung film yang akan berkelindan dengan produksi MCU berikutnya yang juga patut dinanti –Avengers: Endgame. Selain apiknya efek visual, film berdurasi 124 menit itu juga akan membawa Anda sedikit-banyak bernostalgia dengan sejumlah hal di era 1990-an.

Era 1990-an hadir mulai dari music scoring, suasana, hingga teknologinya. Eksistensi komputer jadul dengan loading yang lelet kala Vers dan Fury mencoba mengakses sebuah CD (compact disc), misalnya. CD sudah beredar sejak 1982 meski baru jadi perangkat penyimpanan populer menggantikan floppy disc alis disket pada 2000-an.

Di beberapa adegan lain, penonton yang tumbuh di era 1990-an akan dimanjakan selipan-selipan lagu sohor era itu, seperti “Come as You Are” (Nirvana), “Only Happy When It Rains” (Garbage), “Man on the Moon” (REM) hingga “Just a Girl” (No Doubt). Di sisi lain, beberapa pembeda akan sangat terasa ketimbang 20 produksi MCU terdahulu. Selain tetap ada selingan-selingan komedi yang menyegarkan dan menjadi film terakhir dengan (mendiang) Stan Lee sebagai cameo, Captain Marvel sarat akan isu feminisme.

Sarat Agenda Feminisme

Di negara asalnya, AS, Captain Marvel baru resmi rilis pada 8 Maret 2019, bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional. Bukan kebetulan, lantaran jadwal rilis Marvel semula 2 November 2018. Captain Marvel juga menjadi film superhero perempuan solo pertama dari MCU, yang tak mau kalah dari DC Entertainment yang lebih dulu menelurkan Wonder Woman (2017).

MCU selama ini hanya menghadirkan para jagoan perempuan macam Black Widow, The Wasp, Shuri, Scarlet Witch, atau Valkyrie sebagai sidekicks. Dalam 20 produksi sebelum Captain Marvel, MCU juga belum pernah mempercayakan penggarapannya pada sineas perempuan.

Baca juga: Aquaman Sang Penguasa Tujuh Lautan

“(Captain Marvel) ini jadi film pertama dengan karakter utama jagoan perempuan dan yang pertama digarap sutradara perempuan (Anna Boden). Tentu ini pertaruhan yang besar tapi film ini sangat layak dinanti. Paketan dua jam tentang pemberdayaan perempuan dengan kekuatan visual yang Anda harapkan dari sebuah blockbuster Marvel,” ungkap Patricia Puentes dalam ulasannya di CNET, Minggu (10/3/2019).

Dalam salah satu adegan, Anna Boden menggambarkan bagaimana diskriminasi gender pernah dialami Carol Danvers dalam masa lalunya saat menjalani orientasi untuk menjadi pilot perempuan AU AS. Dalam riset dan pendalamannya, Brie Larson, pemeran Carlon Danvers, berkonsultasi langsung dengan para pilot tempur AU AS dan Brigjen Jeannie Leavitt, perempuan pilot AS pertama yang mendobrak hegemoni kaum adam pada 1993.

“Saya sangat respek tentang betapa seriusnya dia (Brie Larson) mendalami perannya. Dalam film, mereka bekerjasama sebagai sebuah tim dan itu yang kami lakukan di AU. Memiliki teladan yang positif, seseorang yang bekerja keras dan berjibaku demi kebebasan dan keadilan, itu yang kami lakukan di AU dan Captain Marvel menjadi role model yang patut dicontoh para pilot muda kami,” ujar Brigjen Leavitt di situs Kemenhan AS, defense.gov, 8 Maret 2019.

Satu dari Sekian Versi

Karakter Captain Marvel merupakan karya mendiang Stan Lee dan ilustrator Gene Colan. Sosoknya pertamakali dimunculkan dalam komik Marvel Super-Heroes edisi ke-12 pada Desember 1967.

Tom DeFalco dan Gilber Laura dalam Marvel Chronicle: A Year by Year History mengungkapkan, versi pertama Captain Marvel bukanlah seorang manusia bernama Carol Danvers, melainkan pahlawan alien laki-laki yang dijuluki Captain Mar-Vell. “Captain Mar-Vell adalah perwira militer Kree yang dikirim sebagai mata-mata ke bumi. Tetapi kemudian oleh Kree dia dianggap pengkhianat dan seterusnya bertarung melindungi bumi dari segala ancaman jahat dari lain semesta.”

Hingga kini, setidak ada tujuh versi Captain Marvel. Khusus di film ke-21 MCU, karakter yang diambil adalah versi Carol Susan Jane Danvers yang aslinya punya julukan Ms. Marvel, buah karya penulis Roy Thomas yang didampingi ilustrator Gene Colan.

Carol Danvers muncul pertamakali di komik Marvel Super-Heroes edisi ke-13 pada Maret 1968, sebagai kepala keamanan pangkalan udara AU Cape Canaveral. Danvers mendapatkan kekuatannya setelah DNA-nya terpapar ledakan peralatan teknologi yang sedang dikembangkan Dr. Walter Lawson alias Captain Marvel, ilmuwan alien Kree yang menyamar di bumi.

Tapi seperti yang diketahui bersama, produser tim penulis (Nicole Perlman dan Meg LeFauve) justru membawa karakter Danvers sebagai Captain Marvel itu sendiri meski basis ceritanya tetap mengacu pada versi Carol Danvers ciptaan Roy Thomas. Terkait improvisasi ini, Roy Thomas mengaku tak keberatan.

Baca juga: Gundala, Ikon Superhero Indonesia

“Saya mengenalkan sosoknya (Carol Danvers) sebagai kepala keamanan di Cape Canaveral, namun identitasnya (dalam film) sebagai pilot tempur masih masuk akal. Mulanya aneh melihat karakter yang saya ciptakan bersama Gene Colan dikembangkan setelah 50 tahun oleh orang-orang berbakat, sampai dia menjadi pahlawan utama Marvel. Tapi mereka patut dipuji dan saya senang bisa memberi sesuatu (karakter Carol Danvers) untuk bisa mereka kembangkan,” tutur Roy Thomas saat diwawancara Majalah Trip Wire, 13 Februari 2019.

TAG

Film Marvel Feminisme Superhero

ARTIKEL TERKAIT

Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Hasrat Nurnaningsih Menembus Hollywood Alkisah Eksotisme dan Prahara Sarawak lewat Rajah Sabra, Superhero Israel Sarat Kontroversi Alain Delon Ikut Perang di Vietnam Nostalgia Wolverine yang Orisinil Anak-anak Nonton Film di Zaman Kolonial Belanda Nyanyi Sunyi Ianfu Heroisme di Tengah Kehancuran dalam Godzilla Minus One House of Ninjas dan Bayang-Bayang Masa Lalu Ninja Hattori