Masuk Daftar
My Getplus

Tio Tek Hong Menjual Senapan hingga Gramofon

Pengusaha Tio Tek Hong menjual beragam barang dari senapan hingga gramofon. Usahanya terdampak perang.

Oleh: Amanda Rachmadita | 05 Des 2022
Tio Tek Hong dan anak-anaknya. (Wikimedia Commons).

Kawasan Pasar Baru di Jakarta Pusat dikenal sebagai pusat perdagangan yang tak pernah sepi dari pengunjung. Toko-toko berjejer menjual beragam produk, mulai dari pakaian, alat olahraga, makanan, hingga berbagai kebutuhan harian lainnya. Bicara mengenai Pasar Baru tak lengkap bila tak membahas Tio Tek Hong, seorang pengusaha terkemuka di Hindia Belanda.

Nama Tio Tek Hong tersohor di masyarakat khususnya di Batavia. Selain dikenal sebagai pengusaha sukses, ia juga ambil bagian dalam mendirikan perkumpulan olahraga Tiong Hoa Oen Tong Hwee dan perkumpulan berburu N.I. Jagersgenootschap.

Tio Tek Hong lahir di Pasar Baru, Batavia pada 7 Januari 1877. Tak lama setelah berhenti sekolah di usia 16 tahun, ia memilih bekerja membantu saudaranya mengurus pelelangan barang-barang gadaian yang tidak tertebus.

Advertising
Advertising

“Telah ditetapkan, jika barang tidak mendapat harga cukup dilelang, barang itu kita beli kembali untuk dijual di toko kita sendiri di Pasar Baru yang diurus oleh Saudara Lie Bian Sioe dibantu oleh saya,” kata Tio Tek Hong dalam Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, Sebuah Kenangan 1882–1959.

Baca juga: 200 Tahun, Pasar Baru Terus Melaju

Tio Tek Hong membantu saudaranya sekaligus belajar berniaga. Ia kemudian memilih berjualan senapan karena hobinya berburu. Ia dibantu kenalannya, J.C. de Senerpont Domis, mendatangkan sejumlah barang, salah satunya senjata api. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda belum melarang membeli alat-alat menembak. Bahkan, senapan boleh didatangkan dari Eropa tanpa surat izin.

Pada 1902, Tio Tek Hong membuka toko di Pasar Baru No. 93. Ia mendapat izin memesan senjata api dan alat-alatnya atas namanya dengan perjanjian senapan hanya boleh dijual kepada orang Eropa.

“Selain orang Eropa, ‘orang asing’ harus meminta izin lebih dahulu kepada kepala plaatselijk bestuur (asisten residen) dan izin ini sukar sekali diperoleh. Jika ia dapat surat izin membeli, barulah kepadanya boleh dijualkan senapan,” kata Tio Tek Hong.

Seiring berjalannya waktu, toko Tio Tek Hong semakin populer karena menjual berbagai macam barang. Ia menyebut tokonyalah yang mulai menjual barang dengan harga pasti atau vaste prijs, sehingga pembeli tak perlu membuang waktu untuk melakukan tawar-menawar. Dengan mengetahui harga barang, pembeli dapat menentukan barang mana yang akan dibeli.

“Dan toko itulah pula yang tutup tiap-tiap hari Minggu dan hari raya, yang kemudian diturut oleh toko-toko Tionghoa lain,” ucap Tio Tek Hong.

Baca juga: Phoa Beng Gan, Jago Pengairan Tionghoa di Batavia

Nama Tio Tek Hong kian melambung setelah ia mendatangkan phonograph rol-lilin tahun 1904. Menurut Sam Setyautama dalam Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia, setahun kemudian Tio Tek Hong telah menjadi distributor plaatgramofon untuk seluruh Nusantara yang memperluas peredaran lagu-lagu lokal yang beragam.

Denny Sakrie dalam 100 Tahun Musik Indonesia menambahkan, kala itu Tio Tek Hong melakukan kerja sama dengan label rekaman asal Jerman, Odeon, mulai dari tahun 1905, lalu bekerja sama dengan Columbia pada 1911–1912. “Lagu-lagu yang direkam Tio Tek Hong mencakup jenis stambul, keroncong, gambus, kasidah, musik India, swing hingga irama Melayu,” tulis Denny.

Menurut Denny, Tio Tek Hong memiliki trademark tersendiri pada plat rekaman yang diproduksinya. Di setiap plat rekaman yang diproduksinya, ia menampilkan suara rekamannya dengan melafalkan kalimat: “Terbikin oleh Tio Tek Hong, Batavia”. Rekaman suara itu terdengar sebelum lagu track pertama diputar. Selain itu, ia juga menjual kartu pos bergambar Batavia dan Buitenzorg (Bogor) dengan harga lima sen hingga 75 sen.

Baca juga: Tio Oen Bik, Tokoh Tionghoa yang Terlupakan

Bisnis Tio Tek Hong tak selalu berjalan mulus. Perang Dunia I di Eropa berdampak pada tokonya yang kala itu sedang maju-majunya. Meski Belanda netral, pesanan barang-barang dari Eropa terkendala karena tak sedikit kapal dagang yang karam. Akibatnya harga barang-barang, terutama dari luar negeri, melambung tinggi. Sulitnya mengimpor barang-barang dari luar negeri juga menyebabkan persediaan barang habis.

“Banyak pedagang terpaksa gulung tikar karena kehabisan barang dagangannya,” sebut Tio Tek Hong. Beruntung tokonya masih memiliki barang persediaan sehingga masih dapat bertahan.

Di sisi lain, Tio Tek Hong memutuskan untuk mengembangkan bisnisnya dengan membeli banyak rumah di sekitar tokonya kemudian dijadikan kompleks pertokoan yang besar. Dalam surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, 29 Mei 1926 diberitakan, toko Tio Tek Hong di Pasar Baru menarik perhatian masyarakat karena beragam produk yang dijual tak hanya terbatas untuk wanita tetapi juga bagi para pria. Berbagai pilihan saputangan, dasi, kemeja hingga kaus kaki berkualitas tinggi dapat ditemukan di sana. Tio Tek Hong terus melakukan inovasi untuk meningkatkan minat publik, salah satunya melalui peragaan busana.

Baca juga: Perlawanan Liem Koen Hian untuk Kemerdekaan

Koran Bataviaasch Nieuwsblad, 25 Oktober 1930 mengabarkan, peragaan busana itu berlangsung pada Jumat (24/10/1930) pagi dan dihadiri sejumlah penonton. Peragaan busana itu digelar sebagai bagian dari perluasan departemen mode wanita di toko Tio Tek Hong. Beragam pakaian ditampilkan di atas panggung yang didekorasi dengan selera tinggi. Koleksi topi yang ditampilkan membuat penonton berdecak kagum.

“Harganya dipatok rendah, sehingga wanita dengan dompet sederhana juga dapat membeli pakaian dari Paris yang dijual di toko Tio Tek Hong,” tulis surat kabar tersebut.

Perusahaan Tio Tek Hong tak sepenuhnya mampu menahan krisis ekonomi akibat Perang Dunia I. Meski malaise hebat antara tahun 1919–1930 tak sampai membuat perusahaannya bangkrut, namun Tio Tek Hong merasakan beratnya bunga pinjaman dari bank. Sehingga ia pun harus menjual beberapa bagian tokonya. “Itulah yang menjadi sebab-musabab berhentinya perusahaan saya sebagai perusahaan terbatas (naamloze vennotschap),” ungkap Tio Tek Hong.

Tio Tek Hong kemudian tetap menjalankan tokonya menjual alat berburu dan alat olahraga, sementara saudaranya, Tio Tek Tjoe, menjual alat-alat musik.

Bisnis Tio Tek Hong kembali terimbas Perang Dunia II. Senapan-senapan yang dijualnya disita pemerintah Hindia Belanda. Kerugian yang diderita Tio Tek Hong membuatnya berhenti berniaga.*

TAG

tionghoa tio tek hong pasar baru

ARTIKEL TERKAIT

Njoo Han Siang, Pengusaha yang Tak Disukai Soeharto Mencari Ruang Narasi Peran Etnik Tionghoa dalam Sejarah Bangsa Pajak Judi Masa Kompeni Mula Pedagang Kelontong Kala Penduduk Tionghoa di Batavia Dipimpin Wanita Kala Kepala dan Kuku Dipungut Pajak Tio Tek Hong, Perintis Rekaman di Hindia Belanda Gubernur Jenderal VOC Dijatuhi Hukuman Mati 4 Februari 1921: Tjong A Fie Meninggal Dunia Wayang Potehi Terawat di Gudo