DAERAH Kesawan di Medan sejak dulu daerah ramai. Selain kantor perkebunan, stasiun keretaapi, restoran legendaris di Medan, Tip Top, pun ada di sana. Namun, ada satu titik menarik di Kesawan, tepatnya dekat Restoran Tip Top, yang “mampu mengubah” semua keramaian Kesawan jadi ketenangan dan kenyamanan. Namanya Tjong A Fie Mansion.
Bangunan rumah lawas berarsitek Tionghoa dengan nuansa tempo dulu itu cukup asri halamannya. Rumah besar itu milik mendiang Mayor Tionghoa Tjong A Fie. Koran De Locomotief tanggal 4 Februari 1921 memberitakan, Tjong A Fie tutup usia di Medan pada pagi 4 Februari 1921.
Kata penjaga Tjong A Fie Mansion, salah satu cucu Tjong A Fie masih tinggal di sayap kanan rumah tadi. Meski sudah pergi lebih dari seabad silam, Tjong A Fie (1859-1921) masih diingat di kota Medan. Tjong A Fie meninggalkan kesan baik sebab dia orang yang suka menolong siapapun tanpa memandang latar belakang.
Baca juga:
4 Februari 1921: Tjong A Fie Meninggal Dunia
Tjong A Fie, menurut Sam Setyautama dalam Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia, lahir di Sungkow, Kwangtung, sekitar tahun 1859. Tjong A Fie datang ke Medan ketika remaja. Dia ke Medan untuk menyusul kakaknya yang sudah sukses.
Di Medan, mula-mula Tjong A Fie bekerja di toko kelontong Tjoeng Soei. Sebagai bentuk adaptasinya di tempat barunya itu, Tjong A Fie belajar bahasa Melayu dan Belanda sehingga dia bisa bicara dengan lebih banyak orang di Medan. Dengan modal kemampuan bahasa dan keramahannya, setidaknya dia punya kawan orang Arab, India, Melayu, Belanda dan bermacam etnis lain. Tjong A Fie dengan cepat dijadikan kepala kampung.
Dia sempat berbisnis candu ketika candu dilegalkan, sebelum mendirikan maskapai Banjoen Tjong & Co. yang bergerak disektor perkebunan. Perusahaannya itu memiliki perkebunan karet Si Bulan. Kemudian dia juga membeli perkebunan teh dan tembakau di Bandar Baru. Ketika dia membelinya, bisnis tembakau Deli sedang naik daun. Tjong A Fie kemudian meluaskan jejaring bisnisnya dengan merambah ke pertambangan lalu kelapa sawit. Bisnis kelapa sawit baru ramai setelah 1911 dan kemudian banyak perkebunan tembakau beralih ke sawit. Di tanah kelahirannya, Tjong A Fie berinvestasi dengan mendirikan perusahaan keretaapi, hingga wajahnya dan wajah abangnya dijadikan gambar uang koin di Tiongkok.
Tjong A Fie tak hanya semakin kaya, tapi juga semakin terpandang. Pengaruhnya di kalangan Tionghoa Medan membuatnya dijadikan Letnan Tionghoa, kepala masyarakat Tionghoa, pada 1886. Seiring pengaruhnya yang makin bertambah, pada 1898 pangkat titulernya pun dinaikkan menjadi Kapitan Tionghoa. Pada 1911, Tjong A Fie dijadikan Mayor Tionghoa di Medan.
Baca juga:
Besarnya pengaruh yang dimilikinya atas orang Tionghoa di Medan membuatnya harus didekati orang Belanda. Caranya dengan memberinya jabatan. Koran De Locomotief tanggal 4 Februari 1921 memberitakan, dirinya menjadi Penasihat Kehormatan Urusan Tiongkok di Kegubernuran Pantai Timur Sumatera. Lalu pada 1916, sebagaimana diberitakan De Sumatra Post edisi 4 Juli 1916, Tjong A Fie mendapat penghargaan atas 30 tahun pengabdiannya.
Pengabdian itu sejalan dengan “pengabdian” Tjong A Fie kepada masyarakat. Selain suka berkeliling ke kampung-kampung untuk memberikan uang dan beras kepada mereka yang membutuhkan, Tjong A Fie kerap memberi bantuan kepada orang yang datang meminta sumbangan. Kedekatan Tjong A Fie dengan sultan Deli membuatnya ikut menyumbang untuk pembangunan masjid raya di Deli meski dia bukan penganut Islam.
Selain di Deli, Tjong A Fie juga ikut membangun beberapa masjid di Sipirok dan sebuah di Petasih. Dia juga ikut membangun sekolah dan jembatan di sekolah. Kakaknya juga dikenal sebagai seseorang dermawan dan dikenal sebagai pembangun Jembatan Kebajikan di dekat Kampung Madras.
“Lihat apa yang kamu kumpulkan dari orang lain, aku akan mengurus yang belum ada,” kata Tjong A Fie kepada yang mebutuhkan, sebagaimana dikisahkan De Locomotief, 12 Februari 1921.