Masuk Daftar
My Getplus

Letnan Rachmatsyah Rais Gugur saat Merebut Tank Belanda

Perwira remaja jebolan Kadet Brastagi ini dikenal sebagai sosok yang humoris. Gugur dalam tugas dan namanya diabadikan menjadi salah satu jalan di Kota Medan.

Oleh: Martin Sitompul | 13 Nov 2024
Para perwira Kadet Brastagi dari kiri ke kanan: Rachmatsyah, H.A. Sunarno, Sumego, Hazman Pasaribu, dan Roestam. Letnan Rachmatsyah gugur dalam misi merebut tank Belanda di Pondok Kelapa, Medan, pada 27 Februari 1947. Sumber: "Kisah dari Pedalaman" karya Arifin Pulungan.

DI Kota Medan, sejumlah nama pejuang dijadikan nama jalan. Jl. Sisingamangaraja, misalnya, menjadi salah satu jalan protokol di mana terletak Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan. Berdekatan dengan Jl. Sisingamangaraja, ada Jl. Rachmadsyah yang menghubungakan Jl. Sisingamangaraja dengan Jl. Ismaliyah. Warga Medan pada umumnya lebih mengetahui sosok Sisingamangaraja yang telah menjadi pahlawan nasional ketimbang Rahmadsyah.

Rachmadsyah atau lengkapnya bernama Rachmatsyah Rais merupakan perwira TNI jebolan Sekolah Kadet Brastagi. Seperti Akademi Militer Yogyakarta dan Akademi Militer Tangerang, Sekolah Kadet Brastagi adalah sekolah perwira zaman revolusi kemerdekaan. Sekolah Kadet Brastagi dibentuk pada akhir 1945 dan dipimpin oleh Letnan Martinus Lubis, eks perwira Giyugun.

Rachmatsyah Rais menjadi salah satu dari 149 siswa Sekolah Kadet Brastagi angkatan pertama. Setelah menyelesaikan pendidikan enam bulan, Rachmatsyah lulus dan menyandang pangkat sersan mayor kadet. Pangkat letnan dua baru disandangnya setelah bertugas selama setahun di lapangan.

Advertising
Advertising

Baca juga: Sehimpun Riwayat Giyugun

Menurut Arifin Pulungan, rekan seangkatan Rachmatsyah di Sekolah Kadet Brastagi, Rachmatsyah dikenal sebagai sosok yang humoris. Meskipun pada mulanya pendiam, Rachmatsyah acapkali memecah suasana dengan tingkah lakunya yang kocak. Apalagi saat-saat setelah pelantikan para kadet menjadi perwira, terasa sekali suasana keakraban. Tidak hanya dikalangan kadet, tapi juga bersama rakyat.

Arifin mengenang, pada malam perpisahan, para kadet mempersembahkan acara hiburan kepada masyarakat Brastagi. Rachmatsyah tampil sebagai pelawak. Celetukan-celetukan Rachmatsyah disertai mimiknya yang khas acapkali membuat kawan-kawannya tertawa. Selain Rachmatsyah, para kadet yang lain seperti Agus Salim Rangkuti (kelak Walikota Medan 1980—1990), Datuk Achterbay, Del Juzar, juga punya jiwa seni dan humor yang sama.

“Mereka inilah bersama Rachmatsyah membuat malam perpisahan kami itu di samping memang sangat sentimentil yang membuatnya menjadi suatu malam yang takkan mudah dapat dilupakan. Dan menggemalah di udara kota pegunungan yang sejuk ini lagu-lagu perjuangan seperti: Pahlawanku Selamat Berjuang, Selendang Sutera, dan lain-lain,” catat Arifin Pulungan dalam Kisah Dari Pedalaman: Sebuah Epos Perang Kemerdekaan RI di Daerah Sumatra Utara dan Aceh.

Baca juga: Lelucon Para Kadet

Malam perpisahan usai bagi para perwira siswa lulusan Kadet Brastagi. Mereka diberi cuti dua minggu untuk kemudian menuju ke pos masing-masing. Rachmatsyah bertugas di Binjai dalam Kompi Basudin Dasuki di bawah Batalion Kapten Burhanuddin.

Kurang lebih setahun Letnan Rachmatsyah bertugas, tibalah hari nahas baginya pada 27 Februari 1947. Di siang hari nan terik, Rachmatsyah mendapat perintah patroli tempur untuk mencari kontak dengan pasukan Belanda di sektor barat Medan Area (Sunggal—Kampung Lalang). Order kepada Rachmatsyah itu tak lepas dari kejadian yang terjadi sehari sebelumnya.

Menurut Basudin Dasuki, komandan kompi tempat Rachmatsyah bertugas, pasukan Belanda mengadakan ofensif melalui Pondok Kelapa untuk menembus pertahanan Republik di front Barat. Gerakan itu dihadang oleh pasukan TNI sehingga terjadilah pertempuran di area yang sekarang menjadi Terminal Pinang Baris. Dalam pertempuran itu, tank Belanda terperosok ke dalam parit. Karena menghalangi laju gerak pasukan Belanda selanjutnya, tank itu ditinggalkan begitu saja.

Baca juga: Alkisah Kompi Parang Berdarah

Satu malam lamanya tank itu dibiarkan terpuruk dalam parit. Markas batalion mengirim Letnan Rachmatsyah bersama satu regu pasukan (10 orang) untuk menguasai dan mengambil tank tersebut. Pada subuh, Rachmatsyah memimpin regunya untuk merebut tank Belanda. Tanpa disadari, patroli Belanda dengan anjing pelacaknya mengawasi keberadaan tank mereka dari jauh.

“Begitu muncul Rachmatsyah dengan pasukannya begitu pula peluru dimuntahkan kepadanya dan regunya. Dan disitulah Rachmatsyah gugur sebagai kesuma bangsa,” catat Muhammad TWH dalam Belanda Gagal Rebut Pangkalan Brandan.

Jenazah Rachmatsyah dikebumikan keesokan harinya, 28 Februari 1947, tepat di hari ulang tahunnya ke-22. Menurut Arifin Pulungan, seminggu sebelum gugur, Rachmatsyah masih mengunjungi ibunya yang telah hampir setahun tak dapat ditemuinya lantaran mengikuti pendidikan kadet dan bertugas di front. Pertemuan itu terjadi karena keluarga Rachmatsyah sedang mengungsi ke Binjai. Rachmatsyah selalu menyempatkan bertemu keluarganya bila bertepatan sedang melapor ke markas batalion di Binjai. Sayangnya itu menjadi pertemuan terakhir Rachmatsyah dengan ibunda.

Baca juga: Martir Letnan Kadir dan Seloroh Kopral Panamo

Berita gugurnya Rachmatsyah cukup mengejutkan, khususnya bagi rekan-rekannya sesama jebolan Kadet Brastagi. Saat itu belum genap dua minggu berlaku gencatan senjata. Pertempuran terus berkecamuk walaupun resminya disebut terjadi gencatan senjata.

“Takkan terdengar lagi suara Letnan Rachmatsyah, perwira yang paling banyak humor diantara kami para kadet Brastagi. Dialah yang terpilih sebagai pemegang peranan lelucon di waktu diadakan pertunjukan sebagai perpisahan kami dengan masyarakat Brastagi,” kenang Arifin.

Taman Makam Pahlawa Binjai menjadi pusara Letnan Rachmatsyah Rais. Atas jasa dan perjuangannya, namanya diabadikan sebagai salah satu jalan di Kota Medan.

Baca juga: Binjai, dari Kota Rambutan sampai Kedebong Pisang

TAG

medan pertempuran medan area

ARTIKEL TERKAIT

Nurnaningsih Datang, Kota Medan Berguncang Pejuang Tua dari Aceh dalam Perang Kemerdekaan Laskar Napindo dari Halilintar hingga Naga Terbang Kari Perjuangan Hamzah Abdullah Teror Darul Islam Mengintimidasi sampai ke Alam Mimpi Polonia, Tanah Tuan Kebun Polandia di Medan Kerajaan Karo Itu Ada Brigjen M. Noor Nasution di Panggung Seni Hiburan Westerling Nyaris Tewas di Tangan Hendrik Sihite Menculik Pacar Westerling