SENIO, Italia Utara pada malam 6 April 1945. Satu dari dua kubu pertahanan terakhir Jerman di Italia itu dibombardir dengan dahsyat oleh Sekutu yang memulai Operasi Grapeshot atau Kampanye Musim Semi Italia 1945. Kampanye Sekutu berskala besar itu tujuannya untuk mengusir sisa-sisa kekuatan Jerman di Italia.
Hingga awal April 1945 itu, kekuatan Jerman hanya merupakan sisa-sisa dari Grup Angkatan Darat (AD) C pimpinan Heinrich von Vietinghoff. Dari total 585 ribu personil di sepanjang kubu pertahanan di tepian Sungai Senio dan Santerno, 55 ribu di antaranya adalah Divisi Esercito Nazionale Repubblicano (ENR) atau pasukan nasionalis Italia yang masih setia pada diktator fasis Benito Mussolini.
Pada malam bombardemen Sekutu, 6 April 1945, Senio sekadar dipertahankan pasukan Divisi Infantri ke-98 AD Jerman pimpinan Generalleutnant Alfred-Herman Reinhardt dan Falschirmkorps I (Korps Parasut ke-1) Angkatan Udara (AU) pimpinan Jenderal Richard Heidrich. Keduanya adalah unit tempur di bawah naungan Korps Panser ke-76 yang dikomandani Jenderal Traugott Herr.
“Herr berupaya membalas pemboman pada malam 6 April demi menyamarkan garis tipis sektor yang dipertahankan Divisi ke-98 dan Korps Parasut ke-I. Ia juga bermaksud melancarkan serangan tipuan yang justru malah mengekspos pergantian manuver pasukan Jerman jelang ofensif pasukan AD ke-8 (Inggris),” tulis AD Amerika Serikat (AS) dalam kumpulan tulisan bertajuk “United States Army in World War II: The Mediterranean Theater of Operations”.
Sementara, Grup AD Sekutu ke-15 pimpinan Jenderal Mark Wayne Clark berhasil menghimpun kekuatan mencapai 1,3 juta personil. Yang kemudian jadi ujung tombak ofensifnya adalah AD ke-8 Inggris dan AD ke-5 AS.
AD ke-8 Inggris terdiri dari satu divisi India, satu korps polisi Polandia, dan dua resimen AD Italia. Sementara di bawah AD ke-5 AS ada tiga resimen infantri Força Expedicionária Brasileira (FEB) atau Pasukan Ekspedisi Brasil.
Baca juga: Anzio, Palagan Sengit Merebut Roma
Mula Pasukan Cobras Fumentes
Sebelum Pembokongan Pearl Harbor oleh Jepang pada pengujung 1941, Brasil merupakan negara netral di tengah kecamuk Perang Eropa. Ia bahkan menjadi relasi dagang terbesar non-Eropa bagi Jerman.
Namun segalanya berubah ketika AS memberi tekanan pada Konferensi Pan-Amerika di Rio de Janeiro, 15-28 Januari 1942. AS menawarkan bantuan ekonomi sebagai timbal-balik jika Brasil mau ikut dalam kerjasama keamanan sekaligus memutus hubungan diplomatik dengan tiga negara Poros: Jerman, Jepang, dan Italia.
Pemerintah Brasil makin menseriusi rencana pengiriman pasukan ekspedisi setelah 36 kapal dagang Brasil ditenggelamkan kapal selam Jerman dan Italia sepanjang Januari-Agustus 1942. Maka militer Brasil pun “turun gunung” dengan mengirim kekuatan Angkatan Laut (AL) dan AU ke dalam ARNORTH (Komando AD Utara Amerika) mulai September 1942.
Baca juga: Duka Italia di SantAnna
Kekuatan AL Brasil yang diterjunkan untuk Pertempuran Atlantik di antaranya dua kapal tempur Minas Geraes dan São Paulo; dua kapal penjelajah Bahia dan Rio Grande do Sul; empat kapal perusak M1 Marcílio Dias, M2 Mariz e Barros, M3 Greenhalgh, dan Maranhão; enam kapal korvet; satu kapal meriam; serta 12 kapal selam.
“Tugas utama AL Brasil adalah, bersama Sekutu, memastikan keamanan kapal-kapal yang berlayar di antara wilayah tengah dan selatan Atlantik dengan tujuan Gibraltar. Baik berlayar sendiri maupun berlayar secara terkoordinasi dengan Sekutu, AL Brasil tercatat mengawal 614 konvoi yang melindungi 3.164 kapal dagang dan kapal angkut pasukan,” ungkap Homer C. Votaw dalam The Brazilian Navy in World War II.
Sementara, AU Brasil membentuk Skadron Tempur ke-1 pada 18 Desember 1943 dan Skadron Penghubung dan Pengintai ke-1 pada Juli 1944 pimpinan Letkol Udara Nero Moura. Kedua skadron itu mulai bertugas di Italia dengan bernaung di bawah Grup Tempur ke-350 AD AS.
Baca juga: Orang Indonesia yang Berperang untuk Negara Lain
Sedangkan pasukan daratnya terdiri dari Divisi ke-1 FEB memiliki sekitar 51 ribu personil pimpinan Jenderal Mascarenhas de Moraes. Pasukan ekspedisi berjuluk “Cobras Fumantes” atau “Ular Merokok” itu ditempatkan di bawah AD ke-5 AS yang merupakan bagian dari Grup AD ke-15 Sekutu.
Pasukan FEB pertama yang mendarat di Italia adalah pasukan Resimen Tempur ke-6. Sebanyak 15 ribu personilnya yang dipimpin Mayor Franco Ferreira dikirim dengan kapal angkut USS General W. A. Mann dan tiba di Napoli pada 16 Juli 1944. Sisanya baru dikirimkan pada akhir Juli hingga Februari 1945. Mereka ditempatkan di kompleks barak yang sama dengan pasukan kulit hitam Divisi ke-92 “Buffalo Soldiers” dan pasukan keturunan Jepang-Amerika dari Resimen ke-442.
Resimen Tempur ke-6 FEB turut dalam manuver Sekutu menembus Gotenstellung atau Garis Gothic Jerman di utara Italia pada 25 Agustus 1944. Thomas R. Brooks dalam The War North of Rome mencatat, resimen Brasil itu menopang serangan sayap kiri bersama Resimen ke-370 AS untuk kemudian merebut kota Massarosa dan Camaiore pada September 1944.
Baca juga: Pembantaian Nazi di Gua Ardeatine
Pada awal November 1944, saat FEB menghimpun lagi kekuatan satu divisinya, mereka bersama pasukan Divisi ke-92 AS bahkan mendesak Jerman sampai ke Bologna dan Lembah Po. Berlanjut di Pertempuran Monte Castello (25 November 1944-21 Februari 1945), pasukan FEB memimpin Divisi Gunung ke-10 AS sebagai tulang punggung serangan di front Apeninna.
Walau menemui perlawanan alot pasukan Divisi Grenadier ke-232 Jerman, ofensif yang dipimpin langsung Jendera de Moraes sukses mencapai targetnya merebut puncak Monte Della Torraca dan Monte Belvedere. Serangan berani pasukan Brasil itu memakan korban 417 personelnya dan tercatat delapan prajuritnya ditawan Jerman.
“Sejujurnya, entah kalian prajurit Brasil gila atau sangat berani. Saya tidak pernah melihat siapapun maju di depan senapan-senapan mesin dan posisi-posisi yang dipertahankan dengan baik tanpa memedulikan nyawa yang jadi taruhannya…Anda seperti setan,” tutur seorang tawanan Jerman berpangkat kapten yang ditangkap personil FEB, dikutip Frank D. McCann dalam Brazil and the United States During World War II and Its Aftermath: Negotiating Alliance and Balancing Giants.
Akhir Gemilang
Tiga hari lepas bombardemen berskala besar lewat darat maupun udara terhadap kubu pertahanan Jerman di Senio dan Santerno, ofensif darat pun dimulai –menandakan dimulainya Operasi Grapshot (9 April 1945)– pasukan Sekutu. Serangan pertamanya dilancarkan Divisi British India ke-8, Divisi ke-2 Selandia Baru, dan Divisi ke-3 Carpathia (divisi senapan polisi Polandia) ke Santerno.
Sedangkan ofensif ke Senio dan Montese baru dimulai Korps ke-4 AS yang berisi Resimen ke-1 Brasil, serta Divisi Gunung ke-10 dan Divisi Lapis Baja ke-1 AS pada 14 April. Sehari setelahnya, ofensif ketiga unit itu baru dibantu Divisi Lapis Baja ke-6 Afrika Selatan dan Divisi ke-88 AS.
Pada Pertempuran Montese, pasukan FEB ibarat menjadi umpan bagi Korps IV. Manuver FEB dengan dikawal tank-tank Sherman dan ranpur ringan M8 membuat Jerman mengira itu manuver utama Korps IV hingga memuntahkan 1.800 dari total 2.800 peluru artilerinya. Alhasil garis pertahanan di Montese lebih mudah dikuasai sisa pasukan Korps IV lainnya.
Baca juga: Laskar Hitler di Afrika Utara
Sementara, pada Pertempuran Collecchio-Fornovo di dekat Sungai Taro, pasukan FEB pimpinan Brigjen Zenóbio da Costa yang dibantu dua batalyon tank Amerika sukses menggiring dan mengepung pasukan gabungan Divisi ke-148 Jerman dan Divisi ke-1 Italia di Fornovo.
“Lalu komandan Brasil, Jenderal Mascarenhas de Moraes menerima penyerahan pasukan Jerman dan ENR pada 29 April 1945. Dalam sepekan, pasukan Brasil telah menawan 14.700 prajurit, 800 perwira, dan dua jenderal. Pasukan Brasil juga merebut 1.500 kendaraan dan 80 meriam,” tulis Paul M. Edwards dalam Between the Lines of World War II.
Di hari yang sama, 29 April 1945, pasukan Jerman dengan diwakili Panglima Grup C AD Jerman, Generaloberst Heinrich von Vietinghoff, menandatangani dokumen penyerahan di Istana Caserta. Meski begitu, gencatan senjata dan berakhirnya kedudukan militer Jerman di Italia baru berlaku pada 2 Mei 1945 gegara miskomunikasi antara markas Jenderal Vietinghoff dengan markas Panglima Grup Barat Generalfeldmarschall Albert Kesselring.
Setelahnya pasukan FEB ditempatkan sebagai pasukan pendudukan untuk menjaga ketertiban di kota Piacenza, Lodi, dan Alessandria. Baru pada akhir 1945 segenap pasukan FEB dipulangkan dan secara formasi militer dibubarkan.
Baca juga: Palagan Terakhir di Eropa