Masuk Daftar
My Getplus

Pangeran Adiningrat Dibuang Karena Uang Palsu

Kasus uang palsu membuat seorang pangeran Jawa dibuang lima tahun ke Ternate.

Oleh: Petrik Matanasi | 14 Okt 2024
Uang yang beredar pada masa revolusi tahun 1947. (Cas Oorthuys/geheugen.delpher.nl).

KERAMAIAN terjadi di sekitar stasiun Jebres, Solo pada 29 Mei 1894. Keramaian itu mengalahkan keramaian pada sehari sebelumnya, saat mana hukuman mati dipertontonkan. Kali ini (29 Mei), keramaiannya bukan dari “pertunjukan” hukuman mati. Tapi rakyat yang datang untuk menontonnya di stasiun lebih banyak. Bukan hanya aparat keamanan kolonial yang dibuat repot, calon penumpang yang ingin naik keretaapi harus berusaha keras menembus massa untuk bisa mencapai peron.

Sekitar pukul 11 siang, polisi membuka jalan. Sebuah kereta kuda yang ditarik empat ekor kuda kemudian muncul memasuki stasiun. Kereta kuda itu tak sendiri, ada 10 pengawal berkuda, yang disebut dragonder. De Niuwe Vorstenlanden edisi 30 Mei 1894 menyebut kereta itu datang dari Benteng Vastenberg. Sepanjang jalan rombongan kereta kuda itu menjadi tontonan.

Begitu tiba di stasiun terlihat seorang pangeran duduk di dalamnya. Orang-orang pribumi yang melihatnya langsung berjongkok sebagai tanda hormat ala jelata kepada sang pangeran.

Advertising
Advertising

Sementara, orang-orang Eropa dan Tionghoa yang mengenalnya secara bergantian berjabat tangan dengan pangeran yang dijaga para dragonder. Di antara yang hadir melihat pangeran itu ada yang gugup dan menangis.

Baca juga: 

Merentang Sejarah Uang

Pangeran itu terus dijaga selusin abdi dalem. Mereka saja yang bisa mendekatinya. Itu pun harus diperiksai dengan seksama oleh penjaga dragonder.

Setelah kereta siap, pangeran diarahkan duduk di dalam kereta dan dikawal para dragonder juga. Sekitar delapan abdi dalem sang pangeran, termasuk seorang kurcaci, juga ikut naik kereta. Begitu juga Nona W, seorang perempuan Indo.

Setelahnya, kereta itu pun menuju Surabaya. Pangeran menuju tempat pembuangannya sebagai hukuman atas kesalahannya.

Pangeran Ario Adiningrat, sang pangeran itu, dianggap bersalah karena penyebaran uang palsu. Koran Soerabaijach Handelsblad tanggal 30 Mei 1894 menyebut jika saja Pangean Adiningrat mau mengaku siapa yang memberinya uang kertas palsu itu, mungkin hukumannya akan lebih ringan.

Di Surabaya, mereka diinapkan di rumah seorang jaksa. Putra dari Susuhunan Pakubuwono X Surakarta Hadiningrat itu dijamu musik gamelan ketika di sana sehingga menimbulkan keramaian juga.

Baca juga: 

Perang Uang Palsu Masa Revolusi

Pada pagi 30 Mei 1894, Pangeran Adiningrat diberangkatkan ke Makassar-Ternate dengan kapal laut SS Coen. Pangeran akan menjalani pembuangan di Ternate selama lima tahun.

Berhari-hari kapal SS Coen berlayar meuju Maluku. Sepanjang perjalanannya, Pangeran Adiningrat tak berlaku baik di atas kapal Coen. Menurut Soerabaijach Handelsblad tanggal 25 Juni 1894, meski dirinya adalah penumpang kelas satu, dirinya berhubungan dengan para pelaut dan tentara. Dia bermain kartu dan dadu bersama mereka. Pejabat pemerintah yang tahu hal ini tak senang.

Setibanya di Ambon, Pangeran Adiningrat dipertemukan dengan residen Ambon. Residen Ambon memberi perintah kepada para penjaganya agar mengawasi sang pangeran dan pengikutnya, terutama ketika sedang berbelanja. Residen khawatir mereka menggunakan uang palsu ketika berbelanja.

Kapal SS Coen lalu berlayar lagi menuju Ternate. Di Ternate, Komisaris Sprew menyerahkan Pangeran Adiningrat kepada residen Ternate. Sprew berpesan agar pangeran berlaku tertib dan tenang.

Tak seperti para residivis di penjara, Pangeran Adiningrat tidak sengsara dalam pembuangannya. Selama di pembuangan, dia mendapat tunjangan 2.500 gulden yang dianggarkan pemerintah untuknya. Setiap bulannya dia akan menerima 100 gulden. Uang tersebut lebih dari cukup untuk makan pangeran dan juga pengikutnya.

Baca juga: 

Peredaran Rupiah Palsu di Taiwan

Dalam sebuah pertemuan dengan residen, Pangeran Ario minta uang terpisah untuk pondokan dirinya dan pengikutnya di Ternate. Namun permintaan itu ditolak residen.

Lima tahun kemudian, Pangeran Adiningrat bebas. Soerabaijach Handelsblad tanggal 22 Februari 1899 memberitakan Pangeran  Adiningrat sudah diizinkan kembali ke Surakarta.

Namun setelah dirinya kembali ke Surakarta, kehebohan terjadi lagi. Koran Algemeen Handelsblad tanggal 1 Maret 1918 menyebut ada seorang pangeran yang bernama sama, Pangeran Adiningrat, memimpin gerombolan kecu atau perampok di Surakarta. Akibatnya Susuhanan Pakubuwono X menjadi malu karena ada bangsawan yang terlibat dalam perampokan. De Locomotief memberitakan Pangeran Adiningrat yang terlibat dalam perampokan itu lalu dibuang ke Ambon. Namun tak dapat dipastikan apakah Pangeran Adiningrat yang dibuang ke Ambon itu adalah orang yang sama yang pernah dibuang karena kasus uang palsu.*

TAG

pakubuwono uang palsu

ARTIKEL TERKAIT

Seabad Maskapai KLM Menghubungkan Amsterdam-Jakarta Perantau Tangguh yang Menaklukkan Batavia Gonjang-ganjing Nasionalisasi Perusahaan Asing Kasus Perampokan Kereta Api Terbesar Awal Mula Meterai di Indonesia Kisah Penipu Ulung yang Mencoba Menjual Menara Eiffel Takhta Sultan Dermawan Raib Dicuri Orang Resep Ekonomi dan Moneter Hjalmar Schacht Sekilas Riwayat Minyak di Sanga-sanga Datu Adil, Raja Tarakan yang Melawan Belanda