Masuk Daftar
My Getplus

Perantau Tangguh yang Menaklukkan Batavia

Trijntje meninggalkan Belanda untuk mencoba peruntungan di Batavia. Ia menjelma menjadi seorang pengusaha wanita yang gigih dan tak mudah menyerah, meski cobaan silih berganti menerpanya.

Oleh: Amanda Rachmadita | 02 Okt 2024
Pemandangan kota Batavia yang menampilkan kanal Tijgersgracht ini berasal dari catatan perjalanan yang diilustrasikan dengan sangat baik oleh pelancong dunia asal Amsterdam, Johan Nieuhoff. Pada pertengahan abad ke-17, banyak orang Eropa yang berdatangan ke Batavia untuk mencari peruntungan dengan bekerja di bawah naungan VOC. (Koninklijke Bibliotheek Den Haag/www.geheugen.delpher.nl).

Trijntje tak tahu di mana letak pasti Batavia, kota yang didirikan Gubernur Jendral VOC Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1619. Yang ia tahu, kota yang berada jauh dari Belanda dan hanya dapat dijangkau melalui pelayaran selama berbulan-bulan itu menawarkan sebuah kesempatan untuk memiliki hidup yang lebih baik. Seperti halnya orang-orang Eropa lain yang mendaftarkan diri untuk menjadi pegawai VOC di wilayah koloni, mimpi untuk mengubah nasib itulah yang membuat Trijntje nekat mencari peruntungan di Batavia.

Tak banyak informasi yang bisa didapat mengenai kehidupan Trijntje di Belanda. Namun, Herald Van der Linde mencatat dalam Jakarta: History of a Misunderstood City bahwa wanita yang berasal dari Amersfoort itu berlayar menuju Batavia dari Texel dengan menumpangi kapal Walcheren pada akhir tahun 1621. Setelah mengarungi lautan selama kurang lebih lima bulan, kapal yang ditumpangi Trijntje tiba di Batavia pada 27 Mei 1622. Di kota yang belum lama didirikan oleh Coen itulah ia memulai hidup barunya dan harapan untuk memiliki hidup yang lebih beruntung mulai terbuka ketika wanita muda itu berkenalan dengan Floris Hendricksz.

Menurut Bea Brommer dalam Batavia in 1627: Wonnen en Leven in een Multiculturele Stad, Hendricksz bukan pria sembarangan. Mantan nakhoda kapal yang berasal dari Hasselt itu berangkat ke Asia pada akhir November 1607, di mana ia menjadi salah satu orang yang ambil bagian dalam ekspedisi pelayaran ke wilayah Timur di bawah komando Pieter Willemsz Verhoeff. Hampir dua ribu orang berlayar dengan armada tersebut dan terdapat beberapa nama yang kelak menduduki posisi penting di wilayah koloni seperti Jan Pieterszoon Coen dan Jacques Specx.

Advertising
Advertising

Meski di masa-masa awal aktivitasnya bersama kompeni pangkat Hendricksz tidak cukup tinggi untuk diperhatikan dan dicatat, calon suami Trijntje itu berhasil memiliki kehidupan yang mapan di wilayah koloni. Ketika Coen mendirikan Batavia pada 1619, Hendricksz dilaporkan telah menjadi warga bebas (vrijburgers) dan ia merupakan salah satu orang pertama yang menetap di kota tersebut. Terlepas dari pangkat dan jabatannya, Hendricksz mendapatkan gaji yang cukup besar sehingga setelah dua belas tahun bekerja, ia dapat menetap dengan tenang di Batavia.

Baca juga: 

Riwayat di Balik Berdirinya Kompeni Dagang VOC

Pernikahan Trijntje dan Hendricksz dilangsungkan tak lama setelah wanita itu menapakkan kakinya di Batavia. Namun sebelum pernikahan tersebut dapat digelar, pasangan ini harus lebih dahulu mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen. Untuk itu, keduanya membuat pernyataan mengenai beberapa hal, salah satunya terkait dengan status pernikahan terdahulu, apabila mereka pernah melangsungkan pernikahan sebelumnya. Dari pernyataan ini diketahui bahwa Trijntje pernah menikah ketika berada di Belanda, namun ia menyebut bahwa suaminya telah meninggal dunia. Dengan demikian ia diizinkan untuk menikah lagi.

“Status pernikahannya tidak menjadi perhatian khusus bagi Coen, yang sangat ingin mengembangkan Batavia menjadi pusat perdagangan dan ingin lebih banyak wanita seperti Trijntje datang dan mengisi kotanya yang berkembang pesat,” tulis Van der Linde.

Trijntje yang tiba di Batavia tanpa memiliki apa-apa, selain keberanian dan kenekatannya, menjelma menjadi seorang pengusaha wanita yang tangguh dan berkemauan besar. Tak lama setelah menikah, wanita itu sukses mengumpulkan kekayaan yang membuatnya berhasil membangun sebuah rumah batu berukuran besar dan memiliki sejumlah barang tak bergerak senilai 8.000 real. Nahas, seluruh harta yang dimiliki Trijntje dan sang suami lenyap tak bersisa akibat kebakaran yang terjadi pada 1624. Mereka bahkan tak memiliki pakaian selain apa yang melekat di tubuh keduanya. Tak berselang lama, suaminya pun meninggal dunia.

Cobaan demi cobaan yang menimpa Trijntje pada awalnya membuat wanita itu putus asa. Ia tak menyangka mimpinya untuk memiliki hidup yang mapan bersama sang suami kini telah menghilang. Namun, wanita itu tak ingin larut dalam kesedihan terlalu lama. Ia bangkit lagi dengan usaha pembuatan arak dan pembakaran batu bata serta kapur. Tak hanya itu, Trijntje juga mencoba peruntungan dengan membuka lahan perkebunan.

“Dengan bantuan 20 budak, ia mengolah lahan lembab hingga menjadi kebun yang penuh dengan pohon lamoen, pohon jeruk serta berbagai pohon buah lain. Sesudah beberapa tahun, hasil perkebunan, pohon-pohon pinang serta 5.500 pohon kelapa mengucurkan 200 real setiap bulan. Sesudah lima tahun bekerja keras, Trijntje kembali memiliki sebuah rumah batu yang indah senilai 3.000 real yang menjadi ‘perhiasa kota’,” tulis Hendrik E. Niemeijer dalam Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII.

Baca juga: 

Auw Tjoei Lan, Musuh Para Mucikari

Bagi Trijntje, kehidupan sehari-hari dimulai lebih awal. Hampir setiap hari, ia bangun sebelum fajar menyingsing. Setelah menikmati sarapan, biasanya ia menyantap bubur nasi encer dengan ikan kering, Trijntje akan memeriksa perkebunan kelapa dan buah-buahan yang berada di luar kota. Sekembalinya dari perkebunan, ia mulai mengurus bisnis araknya dan melanjutkan aktivitas hari itu dengan mengunjungi pasar di dekat Kastil Batavia, di mana ia akan melihat berbagai macam hasil bumi yang dijual di sana.

Di waktu lain, ia akan memperbaiki sepatu dan pakaian di rumah lalu tidur siang untuk menghindari panasnya matahari. Setelah beristirahat, Trijntje pergi mengunjungi teman-teman atau berjalan-jalan di sekitar kanal Tijgergracht yang indah di sore hari. Sementara itu pada hari Minggu, wanita itu akan mengenakan pakaian terbaiknya dan berkumpul dengan warga kota lainnya di Gereja. Sebagai salah satu wanita sukses di Batavia, Trijntje membangun koneksi dengan kalangan elite Batavia dengan menghadiri berbagai pertemuan. Terkadang ia mengunjungi kediaman temannya untuk menikmati anggur Spanyol atau mengunyah sirih, dan pada pukul sembilan malam ia telah kembali ke rumah untuk beristirahat.

Ketenangan hidup yang dirasakan Trijntje tak berlangsung lama, sebab kemalangan kembali menyergapnya ketika terjadi pengepungan kedua oleh tentara Mataram pada 1629. Menurut Van der Linde, kala itu tentara Mataram memasuki bagian selatan kota, di mana sebuah gereja dan beberapa rumah dibakar, termasuk kediaman Trijntje yang berada di dekat kanal. Pada saat yang sama, sebagian tentara bergerak ke tepi barat sungai dan membabat habis semua pohon di perkebunan pengusaha wanita itu.

Keadaan ini, sekali lagi, menunjukkan kualitas Trijntje sebagai wanita yang tangguh dan tak mudah menyerah. Bertekad untuk tidak jatuh pada kesulitan hidup yang sama untuk kedua kalinya, ia kembali merintis usaha seperti sebelumnya. Tak hanya itu, ia juga berencana untuk menikah lagi. Niemeijer mencatat bahwa pada 1625, Trijntje sempat berencana menikah dengan Dirck Pietersen van Maersen, seorang pengawas istal kuda Kompeni, namun hal itu gagal terlaksana. Besar kemungkinan rencana itu batal karena tersebarnya rumor mengenai status pernikahan Trijntje terdahulu. Rumor yang tersebar luas di Batavia tak lama setelah kematian Floris Hendricksz itu menyatakan bahwa Trijntje masih memiliki suami di Amersfoort, Belanda. Akibatnya, dewan gereja menolak menyetujui pernikahan keduanya.

Baca juga: 

Pahitnya Hidup Cornelia

Dalam surat permohonan yang ia kirimkan kepada Staten Generaal (Parlemen Nasional Republik Belanda) di tahun 1631, Trijntje menyebut bahwa rumor itu sangat merugikan bagi dirinya. “Informasi yang tidak benar yang menyebar dengan cepat di sini, menyebabkan saya tidak dapat menikah kembali. Informasi itu sesungguhnya tidak benar, sebab suami saya di tanah air sesungguhnya telah meninggal dunia dan saya telah menerima berita kematiannya,” tulis Trijntje sebagaimana dikutip Jan Willem Ijzerman, ketua Koninklijk Nederlands Aardrijkskundig Genootschap, dalam Het Verzoekschrift eener Bataviasche Weduwe in 1631, termuat di Tot de Taal-Land-en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie Deel.78 (1922).

Penolakan terhadap rencana pernikahan keduanya memang membuat Trijntje kecewa, tetapi ia tak mau menyerah begitu saja. Oleh karena itu ia mengirim surat permohonan kepada Staten Generaal di bulan Februari 1631, untuk menarik simpati para pejabat di negeri asalnya. Ia berharap melalui surat tersebut mereka mau menyetujui rencana pernikahannya. Di sisi lain, pengusaha wanita itu kembali menanami perkebunannya dengan semangat besar. Ia melakukan berbagai hal untuk membangkitkan kembali usaha-usahanya. Enam belas tahun setelah Trijntje tiba di Batavia dengan kapal Walcheren, ia tutup usia pada 7 April 1639. Seluruh harta kekayaannya kemudian diwariskan kepada Dirck Pietersen van Maersen, pria yang sebelumnya sempat ingin ia nikahi dan telah mendampingi Trijntje di tahun-tahun terakhir hidupnya.

TAG

batavia voc

ARTIKEL TERKAIT

Susunan Pemerintahan VOC Daeng Mangalle dan Konspirasi Melawan Raja Thailand Awal Mula Meterai di Indonesia Kisah Pejabat VOC Dituduh Korupsi tapi Malah Dapat Promosi Ambisi van Goens Membangun Batavia Baru di Ceylon Kisah Dua Anak Gubernur Jenderal VOC yang Bermasalah Nepotisme Sudah Terjadi Sejak Zaman VOC Misteri Rumah Hantu di Gang Pecenongan Hukuman bagi Pejabat yang Memberatkan Rakyat dengan Pajak Kembali ke Sunda Kelapa