Pahitnya Hidup Cornelia
Janda kaya raya ini didekati banyak pria yang mencari istri. Pengacara yang menjadi suaminya ternyata memorot harta kekayaannya.
CORNELIA tak menyangka, pernikahan keduanya dengan Johan Bitter berujung nestapa. Tak hanya kehilangan harta yang digelapkan suaminya, Cornelia juga jadi buah bibir kalangan elite Belanda. Kisruh rumah tangga Cornelia dengan Bitter menjadi skandal di Batavia pada paruh kedua abad ke-17.
Cornelia van Nijenroode, putri Cornelis van Nijenroode, kepala cabang VOC di Jepang, dengan wanita Jepang bernama Surishia, salah satu selirnya. Sejarawan Leonard Blussé dalam Persekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan Belanda di Batavia VOC menulis, beberapa tahun setelah kematian ayahnya di pengujung Januari 1633, Cornelia dikirim ke Batavia.
Nicolaes Couckebacker van Delft, kepala perwakilan setempat, memberitahukan kepada gubernur jenderal bahwa pada 20 November 1637 Cornelia bersama saudara tirinya, Hester, telah berlayar ke Batavia dengan menumpang kapal pemburu Kompeni, Galjas.
Setibanya di Batavia, Cornelia dan Hester diasuh di sebuah panti asuhan. Biaya perawatannya selama di panti asuhan dari warisan ayahnya. Cornelia yang telah beranjak dewasa kemudian menikah dengan Pieter Cnoll, pria Belanda yang memiliki karier gemilang di Batavia, pada 1652. Dari pernikahannya antara 1653 dan 1670, Cornelia melahirkan sepuluh anak, namun hanya satu yang hidup sampai dewasa.
Baca juga: Istri Setia Sampai Sati
Karier Cnoll mencapai puncak saat menduduki salah satu posisi paling empuk dalam hierarki VOC tahun 1663. “Maka tidak usah heran apabila dengan cepat ia pun menjadi salah seorang penduduk Batavia yang paling kaya,” tulis Blussé.
Pada puncak kariernya itu pula Cnoll meminta Coeman yang baru tiba di Batavia untuk melukis potret keluarganya. Lukisan itu menggambarkan Cnoll, Cornelia, dua putrinya, dan dua budak yang salah satunya Untung Surapati.
Cnoll tutup usia karena sakit pada 1672. Sebelum wafat, ia membuat surat wasiat yang menunjuk Cornelia sebagai ahli waris utama dan wali anak-anaknya. Cornelia yang berusia kira-kira 42 tahun berhak atas beragam harta kekayaan mendiang suaminya.
Menurut John E. Wills Jr. dalam 1688: A Global History, banyak harta yang menjadi milik Cornelia di antaranya sebuah kereta besar dan rumah dengan empat puluh budak. Banyaknya harta yang dimiliki Cornelia membuatnya menjadi salah satu janda kaya raya yang tersohor dalam kelompok elite di Batavia.
Tak sedikit pria yang mencoba menjalin hubungan dengan Cornelia. Salah satunya Johan Bitter. Pertemuan dengan pengacara asal Belanda itu menjadi awal mimpi buruk bagi Cornelia. Sesuai namanya, Bitter membuat hidup Cornelia pahit.
Baca juga: Membina Rumah Tangga ala Raja Jawa
Menurut Heleen C. Gall dalam “European Widows in The Dutch East Indies, Their Legal and Social Position”, termuat dalam Between Poverty and The Pyre Moments in The History of Widowhood, pada masa itu seorang janda muda atau kaya sangat populer di kalangan pria yang mencari istri, pria dengan utang besar, maupun duda miskin dengan anak. Johan Bitter merupakan contoh untuk kategori terakhir.
Bitter pergi ke Hindia Belanda untuk berkarier di bidang hukum dalam VOC. Ia berlayar bersama istri dan lima anak. Istri dan seorang anak meninggal dalam perjalanan menuju Batavia. Setibanya di Batavia pada 12 September 1675, Bitter berstatus duda. Mimpinya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik menjadi angan-angan belaka, saat ia menyadari pendapatannya sebagai anggota dewan di Dewan Kehakiman Batavia tak cukup untuk menghidupi dirinya dan empat anak. Pertemuannya dengan Cornelia menjadi solusi masalah ekonomi yang dihadapinya.
Mengandalkan koneksi yang dimilikinya, Bitter mencoba mendekati Cornelia. Ia melancarkan bujuk rayu untuk memikat hati wanita tersebut. Lambat laun Cornelia pun menaruh perhatian kepada Bitter. Cornelia tertarik oleh latar belakang akademis dan pekerjaan Bitter di bidang hukum.
“Mungkin pertimbangan yang paling penting adalah bahwa kantor Bitter dapat memberi Cornelia dukungan hukum yang diperlukan untuk urusan bisnisnya. Orang-orang akan berpikir dengan sangat hati-hati sebelum menipunya,” tulis Heleen.
Empat tahun setelah Cnoll meninggal, Cornelia menikah dengan Bitter. Meski pernikahannya secara hati-hati dan penuh pertimbangan dengan dibuatnya sebuah perjanjian. Namun ambisi Bitter untuk menguasai harta Cornelia tak hilang begitu saja. Tak lama setelah bulan madu, hubungan keduanya segera memburuk.
Menurut Masatoshi Iguchi dalam Java Essay, The History and Culture of a Southern County, Bitter mulai mencoba untuk mengklaim kepemilikan properti Cornelia, yang telah ia kumpulkan dengan suami pertamanya. Bitter juga mencoba menggelapkan uang Cornelia dengan mengirim beberapa berlian dan surat wesel ke Belanda.
Tak hanya merampok harta kekayaan Cornelia, Bitter juga kerap melakukan kekerasan kepada istrinya. “Setelah dihina di depan budak-budaknya sedemikian rupa, sehingga mereka hampir tak mau lagi patuh kepadanya, Cornelia sekarang menjadi korban kekejaman Bitter di depan masyarakat Batavia. Tingkah laku ayahnya yang diragukan terus dicari-cari, wajahnya diburuk-burukkan, dan harta miliknya dirampas terang-terangan,” tulis Blussé.
Baca juga: Akhir Pernikahan Sutan Sjahrir
Perseteruan yang tak berkesudahan membuat Cornelia meninggalkan rumahnya. Bukan karena menyerah tapi untuk meminta bantuan teman-temannya, sehingga ia siap melancarkan serangan terhadap Bitter.
Puncaknya, Cornelia yang mengetahui suaminya menyadap harta kekayaannya dan mengalirkannya ke Belanda, menuntut Bitter ke Mahkamah Pengadilan pada 1677. Ia menuding Bitter dengan tuduhan pencurian harta miliknya dan perlakuannya yang kejam. Cornelia juga menuntut perceraian pisah kebo, pengembalian uang sebesar 25.000 ringgit, dan pengosongan rumahnya yang ditempati Bitter.
Pihak berwenang Belanda menyelidiki pengiriman beberapa berlian dan surat wesel ke Belanda. Upaya penyelundupan berlian itu terbongkar, Bitter dianggap bersalah karena melanggar monopoli perusahaan. Ia diberhentikan dari pekerjaannya dan dipulangkan ke Belanda pada 1680.
Baca juga: Skandal Pernikahan Raden Saleh
Drama rumah tangga yang menghebohkan publik Batavia itu belum sepenuhnya berakhir. Di Belanda, Bitter mengajukan gugatan baru. Ia meminta agar Cornelia diperintahkan berdamai dengannya dan setengah asetnya diakui sebagai haknya. Manuver yang dilakukan Bitter membuatnya berhasil memenangkan sejumlah tuntutan. “Tuduhan penyelundupan berlian dibatalkan, ia dipekerjakan kembali di perusahaan, dan ia kembali ke Batavia pada 1683,” tulis Wills Jr.
Karena diperintahkan pengadilan, Cornelia dan Bitter berdamai dan kembali tinggal serumah. Mereka bulan madu kedua untuk membangkitkan keharmonisan dalam rumah tangga. Namun, kondisi itu tak berlangsung lama karena Bitter sekali lagi berupaya menguasai harta Cornelia, melakukan kekerasan dan mempermalukan istrinya di hadapan publik. Cornelia pun memohon izin untuk hidup terpisah dari Bitter dan menjaga asetnya. Permintaannya ditolak dan pihak berwenang meminta pasangan suami istri ini pergi ke Belanda untuk menyelesaikan masalahnya.
Baca juga: Ratu Bendara Korban Pernikahan Politis
Pada 1687, Cornelia dan Bitter berangkat ke Belanda dengan menumpang kapal yang berbeda untuk menyelesaikan kasusnya di Pengadilan Tinggi Negeri Belanda. Dalam sidang tersebut, Cornelia meminta pemisahan hukum dari Bitter, pengembalian dana sebesar f.45.500 yang diambil Bitter, serta pembagian dana hasil penjualan rumah, kereta, dan aset lainnya di Batavia.
Merespons tuntutan Cornelia, Bitter meminta agar istrinya dapat kembali hidup bersama dengannya. Ia juga meminta agar Cornelia mengumumkan semua harta miliknya tanpa terkecuali, agar Bitter dapat dinyatakan sebagai pengampu terhadapnya, dan dengan demikian berhak atas bunga dari separuh pendapatan; demikian juga untuk pengelolaan serta pengalihan hak atas segala harta milik istrinya itu.
Mahkamah mengumumkan keputusannya pada 4 Juli 1691. “Setelah bertahun-tahun dengan segala susah payah itu akhirnya vonis dijatuhkan sebagai antiklimaks bagi pengamat dewasa ini: Cornelia diperintahkan kembali kepada suaminya dan hidup bersamanya dengan tentram dan takut akan Tuhan; Bitter dinyatakan berhak atas separuh pendapatan dan hasil yang diperoleh harta tertuduh,” tulis Blussé.
Setelah keputusan itu diumumkan akan ada konsultasi lebih lanjut tapi tidak pernah terjadi karena kemungkinan Cornelia telah meninggal dunia. Sementara Bitter tinggal di Belanda dengan keadaan yang sangat nyaman dan meninggal pada 1714.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar