SENAYAN hari ini dikenal sebagai kompleks olahraga terbesar tanah air dan juga gedung DPR/MPR. Kawasan di Jakarta Selatan nan terkenal ini namanya sudah disebut lebih dari 140 tahun kendati tak dieja sebagai Senayan, tapi Senajan. Di era Hindia Belanda daerah ini merupakan tanah partikelir.
“Senajan dan Petjandran Wangsanja, bagian tanah seluas 1474 bau di Keresidenan Batavia, Bagian Meester Cornelis, distrik Kebayoran, 1,5 pal dari Kebayoran. Pemilik dan pengelola JML Bohl. Nilai sewa 36.000 gulden populasi 1.224 jiwa pada 1 Januari 1894. Penghasil kepala dan padi,” catat buku Handboek voor cultuur- en handels-ondernemingen in Nederlandsch-Indië.
Bohl adalah orang Belanda totok yang –lahir pada 1848– datang ke Hindia Belanda sejak usia sekitar 16 atau 17 tahun. Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië tanggal 19 Juni 1920 menyebut dia pernah bekerja di firma Pitcairn Syme & Co. Dari tabungan yang dikumpulkannya hasil bekerja, dia akhirnya menjadi pengelola tanah, lalu jadi tuan tanah ketika masih sangat muda.
Bohl memiliki tanah yang sekarang jadi Senayan itu setidaknya dari 1884. Menurut buku Adresboek van Nederlandsch-Indië voor den handel, pada tahun ketika Bohl memilikinya, tanah partikelir Senajan dan Petjandran Wangsanaja sudah dan menghasilkan padi dan kelapa.
Tak banyak cerita tentang Petjandraan kecuali dari pernah adanya kampung bernama Pecandraan di Senopati yang tak jauh dari Senayan. Di kawasan Senayan dulu juga ada kampung bernama Pecandran. Dari kata kedua nama Petjandran Wangsanaja (baca: Wangsanaja) itulah disinyalir Senayan berasal, meski pada 1884 nama Senajan dan Wangsanaja sebenarnya sudah ada.
Selain menjadi tuan tanah di Senayan, Bohl juga menjadi tuan tanah di Matraman. Selama 41 tahun dia menjadi tuan tanah Matraman, termasuk lama untuk kepemilikan tanah partikelir. Menurut Regeerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, tanah partikelir Matraman menghasilkan padi dan kelapa.
Selain Senayan dan Matraman, Bohl juga menguasai 1192 bau tanah di Padurenan yang dikelola W. Drosaers. Tanah itu juga menghasilkan kelapa dan padi.
Sebagai tuan tanah Matraman, Bohl tinggal di Landhuis Matraman. Di sana, kata De Locomotief tanggal 29 September 1920, Bohl memelihara sekitar 90 ekor rusa. Selain menyukai binatang, dirinya juga berpolitik. De Locomotief tanggal 21 Agustus 1908 memberitakan dia mencalonkan diri sebagai calon anggota dewan kota (gemeente raad) Meester Cornelis (kini Jatinegara).
Ketika sudah tua, Bohl tetaplah orang yang lincah. Dia biasa mengunjungi kenalannya di seantero Batavia meski umurnya sudah kepala tujuh. Pada 17 Juni 1920, Bohl mampir ke rumah menantunya, Den Hees Prentis. Di sana dia sempat minum teh pada sorenya.
Namun, minum teh itu ternyata menjadi minum teh terakhir Bohl di rumah menantunya. Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië memberitakan Bohl tutup usia pada pukul 10.15 pagi tanggal 18 Juni 1920 di Rumahsakit Saint Carolus di Jalan Salemba. Rupanya Bohl menyimpan radang usus buntu di perutnya kendati gagal ginjal disebut sebagai penyebab kematiannya.
Ketika Bohl meninggal dunia, tanah Matraman sudah berada di tangan pemerintah kolonial. Sin Po tanggal 3 Juli 1920 memberitakan, tanah itu dihargai 1.400.000 gulden. Namun di antara ahli waris Bohl, menurut De Locomotief tanggal 29 September 1920, ada yang memburu dan membunuh rusa peliharaan Bohl.