AUGUSTIJN Michiels (1769-1833) atau sering disebut Mayor Jantje dikenal sebagai tuan tanah kaya raya. Sebelum dikenal sebagai tuan tanah dia adalah komandan pasukan Papanger. Dia memilih pensiun dini untuk mengurus tanah luasnya di selatan Batavia (kini Jakarta). Tanahnya tersebar di Cileungsi, Klapanunggal, Citeureup, Nanggewer, Nambo dan lain-lain.
Tak hanya tanah, Mayor Jantje juga punya banyak anak. Di antaranya Agraphina Michiels, Augustina Michiels, dan Augustin Michiels. Anak-anaknya tentu kebagian warisan tanah-tanahnya.
Augustina Michiels (1821-1876) juga mendapat warisan tanah. Dia kemudian dinikahi oleh seorang pengusaha bernama Jan Willem Arnold (1813-1885) sekitar tahun 1838 dan menjadi keluarga kaya raya. Pasangan itu memiliki tanah di Cileungsi, Cibarusa, Cipamingkis, Tanah Baru, dan Klapanunggal. Sebagian merupakan warisan dari Mayor Jantje.
Baca juga:
Bohl Tuan Tanah Senayan dan Matraman
Keluarga Michiels-Arnold berusaha membangun tanah pertanian mereka agar mereka tetap kaya seperti Mayor Jantje. De Avondpost tanggal 8 Agustus 1937 menyebut, nilai sewa tanah milik pasangan ini pada 1876 mencapai 3.641.000 gulden.
Seperti umumnya tuan tanah Belanda, pasangan Michiels-Arnold tinggal di Batavia, jauh dari tanah-tanah partikelirnya. Alhasil mereka sering bolak-balik antara Batavia dan lokasi tanah partikelir-tanah partikelirnya yang kebanyakan di daerah Bogor sekarang.
“Panjang, melelahkan, dan yang pastinya berbahaya,” begitulah perjalanan Batavia-Cileungsi yang pada abad ke-19 yang dilukiskan koran Bataviaasche Nieuwsblad tanggal 23 Juli 1937.
Kondisi jalan antara Batavia-Bogor saat itu masih buruk, semacam jalan tanah rusak. Semakin menjauh dari Batavia kondisinya semakin buruk. Satu-satunya yang dapat diandalkan kekuatan dan kecepatannya untuk kendaraan hanyalah kuda atau kereta kuda. Oleh karenanya, Arnold punya 26 ekor kuda di kandangnya di sisi rumahnya di daerah Molenvliet (kini sekitar Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat).
Baca juga:
Di rumahnya, Arnold sering mengadakan pertunjukan musik gamelan dan tari-tarian pribumi dan menghamburkan koin-koin untuk meramaikannya. Kebiasaan ini mungkin meniru dari kebiasaan sang mertua, Mayor Jantje. Saking gemarnya menghibur para tamunya dengan pertunjukan musik yang dimainkan para budaknya (slaven orkest), Mayor Jantje sampai punya empat orkestra.
Setelah Arnold meninggal dunia pada 26 November 1885 di Bloomendal, Negeri Belanda, dan disusul istrinya yang tutup usia di Bogor pada 28 Juni 1876, tanah keluarga mereka dikuasai keturunannya. Oleh karena warisan dalam jumlah besar itu rentan perpecahan bila tidak bisa mengelolanya, Arnold jauh-jauh hari sudah mengantisipasinya.
“Demi kemajuan pendapatan tanah-tanah ini, kepemilikan bersama adalah yang paling penting,” kata Arnold berpesan sebelum meninggal dunia.
Tanah partikelir itu menghasilkan tanaman yang produktif, termasuk beras. Sebagai tindak-lanjut dari menjalankan pesan Arnold, pada 1887 didirikanlah perusahaan bernama Maatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java Michiels–Arnold di Cileungsi. Nama belakang Arnold dan juga leluhur mereka, Augustijn Michiels, dipakai untuk nama perusahaan itu.
Baca juga:
Kapten KNIL Jadi Tuan Tanah Citeureup
Maatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java Michiels–Arnold berjalan baik di tahun pertamanya. Bataviaasche Nieuwsblad tanggal 22 Juli 1889 memberitakan, pada 1888 Maatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java Michiels–Arnold untung setidaknya 260.000 gulden. Prestasi tersebut terus meningkat seiring perjalanan waktu.
Pada 1930-an, Maatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java Michiels–Arnold dipegang cucu pasangan Michiels–Arnold, yakni Alfred Ernest Reinier Arnold (1873-1959). Alfred merupakan anak dari Jan Willem Reinier Arnold dan Jane Ellen Cotrill. Di masanya, dia membuat gebrakan dengan membuka jalur transportasi penting di antara Jonggol-Lemahabang. Buku Maatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java "Michiels-Arnold", N.V., s'Gravenhage; 1887-23 Juli 1937 menyebutkan, untuk mendukung pengangkutan hasil bumi dari tanah partikelir mereka, perusahaan Maatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java Michiels–Arnold pada 1924 membangun rel lori sepanjang 30 km.
Manajemen yang baik peka terhadap segala kemajuan membuat perusahaan keluarga tersebut terus membesar. Soerabaijasch Handelsblad tanggal 26 Oktober 1940 menyebut Maatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java Michiels–Arnold pada 1940 meraup keuntungan sebesar 382.304 gulden.
Kisah Maatschappij tot Exploitatie van Rijstlanden op Java Michiels–Arnold berakhir pada 1942 ketika balatentara Jepang datang. Tak hanya menguasai aset-aset perusahaan Belanda, Jepang juga menahan orang-orang Belanda dari golongan apapun.*