Masuk Daftar
My Getplus

Presiden Sukarno Memberangkatkan Timnas Indonesia

Dalam persiapan Olimpiade 1956 di Melbourne, Timnas Indonesia membekali diri dengan aneka pertandingan uji coba ke negara-negara Eropa Timur. Dilepas Presiden Sukarno dan diberi wejangan agar membawa nasi supaya punya cukup tenaga.

Oleh: Martin Sitompul | 17 Mar 2025
Partai perempatfinal Olimpiade 1956 antara Uni Soviet vs Indonesia yang berkesudahan 0-0 (nla.gov.au)

PARA pemain Timnas Indonesia di bawah asuhan pelatih anyar Patrick Kluivert bertolak ke Sydney, Australia kemarin (16/3). Keberangkatan ke "Negeri Kanguru" itu dalam rangka pertandingan lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Dengan penuh harapan, Ketua Umum PSSI yang juga Menteri BUMN Erick Thohir melepas langsung keberangkatan Timnas Indonesia.

“Selamat berjuang Timnas Indonesia yang malam ini berangkat ke Australia. Mohon doa dan dukungan seluruh masyarakat Indonesia agar Timnas bisa memberikan yang terbaik,” kata Erick Thohir dikutip dari akun Instagram-nya.

Dalam pertandingan yang bakal digelar hari Kamis (20/3) nanti, Timnas Indonesia dituntut menang atas kesebelasan tuan tumah Australia. Saat ini, Indonesia berada di posisi ke-3 klasmen sementara Grup C kualifikasi Piala Dunia Zona Asia. Sementara, Austrlia berada di urutan kedua dengan selisih satu poin saja dengan Indonesia. Kemenangan atas Australia bakal memperbesar asa Timnas Indonesia untuk lolos ke putaran final Piala Dunia sekaligus untuk pertama kalinya dalam sejarah. Itulah sebabnya harapan publik membubung tinggi terhadap skuad Garuda, julukan Timnas Indonesia.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kiprah Toni Pogacnik, Pelatih Timnas Indonesia asal Kroasia

Harapan yang sama juga melekat pada Timnas Indonesia lebih dari enam dekade silam. Pada 1956, Timnas Indonesia mempersiapkan diri untuk Olimpiade 1956 di Melbourne, Australia. Untuk itu, PSSI menggelar tur laga ke sejumlah negara Eropa. Timnas Indonesia saat itu juga baru saja dibesut oleh Toni Pogacnik yang asal Yugoslavia (kini Kroasia). Persiapan ini menyita perhatian dari segenap publik Indonesia, termasuk Presiden Sukarno.

Kumpul di Istana Bogor

Pada Agustus-September 1956, Timnas Indonesia menggelar serangkaian pertandingan uji coba menghadapi sejumlah klub-klub top Eropa Timur. Dipilihnya Eropa Timur sebagai arena uji coba bagi Timnas Indonesia karena kedekatan Indonesia dengan nega-negara di wilayah itu. Selain itu, kualitas para pemain dan permainan negara Eropa Timur tentu jauh di atas Indonesia. Untuk itulah PSSI memberangkatkan para pemainnya ke sana sebagai pembekalan menjelang Olimpiade 1956.

“Ada hubungannya dengan politik luar negeri antara Indonesia dengan negara-negara Eropa Timur. Saat itu juga bertepatan dengan kunjungan Bung Karno ke wilayah itu kan. Malah Bung Karno ikut hadir dan menonton laga Timnas vs Trudovye Rezervy di Stadion Kirov, Leningrad pada 3 September,” terang pundit sejarah sepakbola Dimas Wahyu Indrajaya kepada Historia.id.

Sehari sebelum berangkat ke Moskow, Uni Soviet, Ketua Umum PSSI Maladi membawa serta rombongan timnas berisi 25 orang  ke Istana Bogor atas undangan Presiden Sukarno. Ketika menghadap Bung Karno, seperti diberitakan Merdeka 8 Agustus, 1956, rombongan mengenakan setelan berwarna coklat abu-abu dalam balutan gabardin tulen, kemeja putih, dasi merah, dan di dada sebelah kiri tersemat lencana Bineka Tunggal Ika. Tak lupa peci melekat di kepala mereka. Pemain keturunan seperti Kiat Sek, Him Tjiang, Sian Liong, Kian An, dan pelatih Toni Pogacnik juga turut pakai peci.

Baca juga: Nasionalisme Peci

Di Istana Bogor, para pemain timnas yang dikomandoi penjaga gawang Maulwi Saelan, yang juga tentara, itu memohon restu kepada presiden. Bung Karno setuju prakarsa PSSI agar para pemain meluaskan pengalaman bertanding di luar negeri sekaligus menjadi duta keliling Indonesia. Kepada pelatih Toni Pogacnik, Bung Karno juga berbincang soal gaya bermain sepakbola yang hendak diterapkan bagi Timnas Indonesia. Pogacnik sendiri lebih menekankan kolektivitas dan visi bermain sebagai kualitas yang mesti dimiliki anak-anak asuhnya.

“Sepakbola adalah permainan bersama dan harus pakai pikiran, pakai otak,” kata Pogancik diberitakan Merdeka. “Kalau pintar dan pakai otak pasti menang.”

Bawalah Nasi

Selain memotivasi para pemain, Bung Karno juga membagikan pengalamannya beradaptasi dengan cuaca di luar negeri. Bung Karno tentu mafhum, bagi sebagian besar pemain, inilah kali pertama mereka berkunjung ke luar negeri. Apalagi ke Uni Soviet yang terkenal sangat dingin.

Menurut Bung Karno, beraktivitas di luar negeri sebenarnya tidak begitu melelahkan. Sebagaimana pengalamannya yang kerap kali ke Eropa, dia biasa bekerja sampai pukul setengah tiga pagi. Biasanya setelah selesai acara resmi, Bung Karno harus mengoreksi lagi pidato-pidatonya untuk keesokan hari. Pukul 06.30 pagi, pengawal masuk kamar meminta naskah pidato untuk distensil. Selama seharian itu, Bung Karno mengaku dirinya tak merasa lelah. Dia pun mengharapkan para pemain juga dalam kondisi prima selama tur di Moskow. Para pemain mendengar penuh antusias sementara sang kapten Ramlan Yatim terlihat ketawa girang.

Menu makanan para pemain pun jadi perhatian Bung Karno. Dia menanyakan apakah perlu bagi rombongan timnas untuk membawa nasi agar asupan para pemain tetap terjaga. Berkaca lagi dari pengalamannya, di negara-negara Eropa sangat susah mencari nasi karena orang Eropa tak lazim makan nasi. Seperti di Italia, misalnya, nasi putih selalu dimasak dengan minyak zaitun sehingga rasanya jadi aneh. Perbedaan budaya demikian menyebabkan orang Indonesia di Eropa kekurangan nasi sehingga jadi cepat lelah. Rasa rindu pada nasi pun selalu terbayang-terbayang.

Baca juga: Pesona Nasi Goreng

Toni Pogacnik terkekeh mendengar uraian Bung Karno soal nasi. Pogacnik memastikan menu makanan terhadap para pemain sudah dijamin, termasuk makan nasi, asalkan jangan kebanyakan. Secara berseloroh, Pogacnik bilang salah satu pemainnya, Machmu, sudah melatih diri memasak nasi selama tur di luar negeri. Pada akhir pertemuan itu, Bung Karno melepas rombongan Timnas Indonesia untuk berangkat dengan pesan singkat.

“Selamat jalan dan menang,” demikian pesan Bung Karno.

Menelan Kekalahan

Dalam tur ke Moskow, Timnas Indonesia diperkuat sejumlah pemain utama. Selain penjaga gawang Maulwi Saelan, ada sang kapten Ramlan Jatim yang bermain di posisi tengah, dan para striker ganas macam Aang Witarsa, Andi Ramang, serta Mohammad Djamiat. Tapi, Ramang, striker asal Makassar yang terkenal dengan kecepatan, dribel, dan tendangan kerasnya tidak banyak memainkan pertandingan.

“Ramang cedera tuh, sayang banget,” ungkap Dimas. Pada awal tur, Ramang mengalami cedera. Dia baru merumput lagi menjelang tur berakhir.

Selama uji coba, Timnas Indonesia lebih banyak menelan kekalahan. Menurut data yang dihimpun Henry Kurniadi dkk. dalam web arsip sepakbola Rec.Sport.Soccer Statistics Foundation (RSSSF), dari 11 pertandingan, Timnas Indonesia hanya sekali menang, saat melawan Krasnoye Znamya Ivanovo dengan skor 2-0. Gol dicetak oleh Phoa Sian Liong (menit 7) dan Ramly Jatim (77). Namun, paling tidak, pemain Indonesia selalu mencetak gol di semua pertandingan.

Baca juga: Persija Kontra Salzburg di Lapangan Ikada

Kekalahan Timnas Indonesia tentu saja tidak ada hubungannya dengan perkara tidak makan nasi. Kualitas lawan tentu berada jauh di atas. Toh, dalam uji coba, skor boleh saja dikesampingkan karena yang penting adalah menimba pengalaman bagi para pemain.

Menurut Dimas, dalam wawancaranya dengan salah satu jurnalis olahraga kondang saat itu Abdullah Katili, Toni Pogacnik menyampaikan sejumlah penilaian. Antara lain, timnya yang kurang kompak bermain dan juga soal taktik. Pujian sendiri tetap ada, dan itu dari pihak lawan.

“Toni menyampaikan ahli sepak bola di sana takjub melihat pemain-pemain Indonesia gesit dalam jarak 10 meter dan berkembang dibantu seorang coach saja,” ulas Dimas.

Baca juga: Satu Episode Tim Garuda di Olimpiade

Pencapaian justru diraih Timnas Indonesia dalam perhelatan Olimpiade. Timnas Indonesia berhasil mencapai babak perempat final, capaian tertinggi selama keikutsertaaan dalam Olimpiade. Perjalanan Timnas Indonesia kandas oleh Uni Soviet, yang --di laga pertama berhasil ditahan Saelan cs., 0-0-- diperkuat oleh kiper terbaik dunia Lev Yashin yang dijuluki “Si laba-laba hitam”. Uni Soviet pula yang menjadi juara Olimpiade untuk cabang sepakbola.

“Tapi tetap ada kebanggaan karena sempat menahan imbang 0-0 dan kalah 0-4 di laga ulangan. Setelah match imbang itu, pemain disambut bak pahlawan di Bandara Kemayoran,” pungkas Dimas.

TAG

sepakbola timnas indonesia pssi uni soviet istana bogor pogacnik

ARTIKEL TERKAIT

Jordi Cruyff di Bawah Bayang-Bayang Sang Ayah Delapan Diaspora Filipina di Barcelona dan Madrid Denis Law dan Memorinya di Lapangan Hijau Kakek Buyut Ole Romeny Korban Perang Pasifik Cerita dari Stadion Hoegeng di Pekalongan Ayah Patrick Kluivert Legenda Sepakbola Suriname Kiprah Toni Pogacnik, Pelatih Timnas Indonesia asal Kroasia Cerita dari Stadion Diponegoro (Bagian II – Habis) Mengenal Lebih Dekat Patrick Kluivert Cerita dari Stadion Diponegoro (Bagian I)