Masuk Daftar
My Getplus

Pengalaman Mantan Direktur CIA di Indonesia

Pengalaman John O. Brennan berkunjung ke Indonesia. Barack Obama mengangkatnya sebagai direktur CIA.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 16 Nov 2020
Wakil Presiden Joe Biden mengambil sumpah John Brennan sebagai direktur CIA di Ruang Roosevelt Gedung Putih pada 8 Maret 2013. (David Lienemann/Official White House Photo).

John O. Brennan diterima di Georgetown University di Washington D.C., tetapi memutuskan untuk kuliah ilmu politik di Fordham University di Bronx. Pada musim semi tahun pertama, dia diundang sepupunya, Tom Brokaw, untuk menghabiskan musim panas bersamanya di Indonesia. Tom bekerja sebagai petugas Food for Peace USAID di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Tom yang membayar tiket pesawat pulang-pergi. Tawaran untuk melepaskan diri dari kebosanan musim panas New Jersey terlalu bagus untuk dilewatkan.

Sehari setelah menerima surat undangan dari Tom, Brennan menemui dosennya, John Entelis. Profesor ilmu politik ini menilai kunjungan ke Indonesia akan menjadi kesempatan besar bagi Brennan untuk melakukan penelitian lapangan. Dia merekomendasikan agar Brennan mengerjakan makalah penelitian yang berfokus pada minyak dan politik di Indonesia. Universitas Fordham menyetujui proyek penelitian ini.

Brennan diantar keluarga ke Bandara JFK New York pada sore hari tanggal 29 Juni 1974. Perjalanan ke Jakarta memakan waktu dua hari. Dia naik pesawat Air France menuju Paris. Dari Paris, dia terbang ke Amsterdam, Belanda, tempatnya bermalam. Dari Amsterdam, dia melanjutkan penerbangan menuju Jakarta dengan transit di Wina, Bahrain, Karachi, Kolombo, Bangkok, dan Kuala Lumpur.

Advertising
Advertising

Baca juga: Agen CIA Pertama di Indonesia

Beberapa hari setelah tiba di Jakarta, Brennan mengikuti acara peringatan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat pada 4 Juli di Kedutaan Besar Amerika Serikat. Dia merasa acara ini membangkitkan patriotisme, terutama ketika Marine Security Guard berdiri dengan penuh perhatian selama pengibaran bendera dan nyanyi lagu kebangsaan.

Tom mengatur serangkaian pertemuan dan wawancara untuk Brennan dengan para pejabat Amerika Serikat, terutama Duta Besar David Newsom dan Direktur AID Richard Cashin. Selain itu, dia juga mewawancarai beberapa perwakilan perusahaan minyak lokal. Wawancara dan penelitian tambahan diikuti penulisan selama beberapa minggu menghasilkan makalah penelitian yang dapat diterima oleh Prof. Entelis.

“Selama di Jakarta, saya belajar banyak tentang perusahaan minyak nasional, Pertamina, dan peran sentral produksi dan ekspor minyaknya dalam perekonomian Indonesia serta dalam politiknya,” kata Brennan dalam memoarnya, Undaunted: My Fight Against America’s Enemies, At Home and Abroad, yang terbit pada Oktober 2020.

Baca juga: CIA dan Daftar Anggota PKI yang Dihabisi

“Namun, politik, sejarah, dan budaya Indonesia itulah yang paling menarik perhatian saya,” kata Brennan. “Kurang dari satu dekade sebelum saya tiba, pembantaian berdarah telah terjadi terhadap lebih dari satu juta orang yang memiliki kartu serta yang dicurigai sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), etnis Tionghoa, dan penentang rezim Presiden Soeharto yang didukung tentara.”

“Ketegangan politik masih membara di bawah pemerintahan yang semakin korup dari penerus Sukarno, Presiden Soeharto, yang fotonya sering saya lihat di papan reklame dan di halaman depan surat kabar harian,” kata Brennan.

“Selama diskusi saya di Jakarta,” lanjut Brennan, “saya mendengar cerita dari orang Indonesia dan Amerika yang menuduh CIA mendukung tentara Indonesia dalam menangkap dan mengeksekusi para pemimpin PKI sebagai bagian dari upaya umum Amerika Serikat untuk menghentikan Komunis di Asia Tenggara.”

Pergi ke Bali

Tom bertekad untuk memastikan bahwa kunjungan Brennan ke Indonesia tidak terbatas pada kalangan diplomatik, pemerintahan, dan bisnis di Jakarta. Maka, dia rutin mengajak Brennan untuk melihat kemiskinan yang ada di dalam dan sekitar kota.

“Ke mana pun kami pergi, kulit kami yang cerah dan sifat asing yang terlihat jelas menarik minat penduduk setempat,” kata Brennan. “Sementara beberapa mulai mengemis, lebih banyak yang ingin menggunakan beberapa kata dalam bahasa Inggris yang mereka ketahui untuk menanyakan tentang kebangsaan kami dan mengapa kami berada di Jakarta.”

Tom juga ingin Brennan melihat pedesaan Jawa dari dekat dan personal. Jadi, dia mengirimnya dalam perjalanan tujuh ratus mil melintasi pulau. “Bagian paling menarik dari musim panas saya di Indonesia adalah perjalanan pulang-pergi sendiri selama seminggu ke Bali,” kata Brennan.

Tom mengantar Brennan ke stasiun kereta di Jakarta. Selama dua puluh empat jam, meskipun sedang menderita disentri yang parah, Brennan naik kereta dan bus sampai akhirnya tiba di kota pantai timur Jawa, Banyuwangi. Dari sana, dia naik kapal feri yang penuh sesak ke Denpasar, Bali.

Baca juga: Kegagalan Kepala Stasiun CIA di Jakarta

Di Bali, Brennan tinggal di sebuah penginapan sederhana yang harganya enam dolar per malam. Setelah beberapa hari, dia bertemu dan melakukan tur dengan beberapa remaja dari kalangan diplomat Amerika di Jakarta, menghabiskan sisa waktu dengan bersepeda motor di sekitar pulau yang mayoritas beragama Hindu, dan berselancar serta bersantai di Pantai Kuta.

“Salah satu aspek musim panas saya yang paling berkesan di Indonesia adalah toleransi sosial, agama, dan budaya yang saya saksikan di negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Islam memang dominan, tetapi Kristen, Buddha, dan Hindu tampaknya memiliki tempat sosial yang dihormati –dan penganutnya memiliki peluang ekonomi– di negara kepulauan yang heterogen itu,” kata Brennan.

Brennan merasa aman selama di Indonesia. Kemanapun pergi, dia tidak pernah merasa dalam bahaya atau dipandang mengancam karena keasingannya.

“Saat masa tinggal saya di Indonesia berakhir pada akhir Agustus,” kata Brennan, “saya merasa seolah-olah saya telah melalui kursus pengantar delapan minggu yang intens tentang kehidupan.”

Baca juga: Penculikan Kepala Stasiun CIA

Setelah kembali ke Amerika Serikat, pada 25 Maret 1975, Brennan mengambil mata kuliah politik Timur Tengah yang diampu oleh Prof. Entelis. Dia mengajar dengan pengetahuan dan semangat yang begitu luas sehingga membuat Brennan tertarik pada bidang politik Timur Tengah.

Prof. Entelis membagikan brosur tentang American University di Cairo (AUC). Brennan berminat dan mengisi aplikasi AUC. Pada pertengahan Juni 1975, dia diterima dalam program setahun di AUC.

Setelah lulus dari Fordham University pada 1977, Brennan kemudian kuliah di University of Texas di Austin. Pada 1980, dia mendapatkan gelar master bidang pemerintahan dengan konsentrasi dalam studi Timur Tengah.

Pertemuan di Gedung Putih pada 20 April 2013 membahas investigasi pengeboman Boston Marathon. Kiri-kanan: Presiden Barack Obama, Penasihan Keamanan Nasional Tom Donilon, Jaksa Agung Eric Holder, Direktur FBI Robert Mueller, Direktur CIA John Brennan, dan Lisa Monaco, Asisten Presiden untuk Keamanan Dalam Negeri dan Kontraterorisme. (Pete Souza/Official White House Photo).

Direktur CIA

Dalam profilnya di cia.gov, Brennan bekerja di CIA dari 1980 hingga 2005. Dia menghabiskan sebagian besar awal kariernya di bagian analisis utama CIA, yaitu Direktorat Analisis, dengan spesialisasi wilayah Timur Dekat dan Asia Selatan, sebelum mengarahkan analisis ke kontraterorisme di awal 1990-an. Pada 1994 dan 1995, dia menjadi briefer CIA untuk Presiden Bill Clinton.

Setelah penugasan sebagai kepala stasiun CIA di Timur Tengah, dari 1999 hingga 2001 Brennan menjabat kepala staf untuk Direktur CIA George Tenet. Brennan selanjutnya bekerja sebagai wakil direktur eksekutif CIA hingga tahun 2003, ketika dia mulai memimpin multilembaga untuk mendirikan Pusat Kontraterorisme Nasional.

Baca juga: Direktur CIA Terburuk Berkunjung ke Indonesia

Pada 2004, Brennan menjadi Direktur Interim Center CIA. Setelah pensiun dari CIA pada 2005, dia bekerja di sektor swasta selama tiga tahun. Presiden Barack Obama mengangkatnya sebagai Asisten Presiden untuk Keamanan Dalam Negeri dan Kontraterorisme dari 2009 hingga 2013. Setelah itu, Obama mengangkatnya sebagai direktur CIA (2013–2017).

Setelah berganti pemerintahan, Brennan kerap melancarkan kritik keras kepada Presiden Donald Trump. Gerah dengan kritikan itu, Trump mencabut surat keterangan keamanan tingkat tinggi (security clearance) Brennan. Namun, Gedung Putih dikabarkan tidak menindaklanjuti proses pencabutan tersebut.

Bahkan, Brennan termasuk di antara tokoh-tokoh (Barack Obama, Joe Biden, Hillary Clinton, James Clapper, George Soros, dan Robert de Niro), yang mendapat kiriman bom pipa dari pendukung Donald Trump. Pelakunya, Cesar Sayoc ditangkap dan divonis 20 tahun penjara.

Baca juga: Darah Aktivis Kamala Harris

Lewat akun twitter-nya (@JohnBrennan), dia terus melancarkan kritik keras kepada Donald Trump dan mengajak memilih Joe Biden-Kamala Harris dalam pemilihan presiden pada 3 November 2020.

“Ini adalah hari yang akan mengubah sejarah. Ini adalah hari ketika Amerika berkata, ‘Tidak ada lagi kebohongan Donald Trump, pidato penuh kebencian, ketidakmampuan, & ketidaktahuan’. Ini adalah hari di mana kebaikan menang, pemulihan dimulai, & harapan muncul selamanya,” cuit Brennan.

Joe Biden-Kamala Harris berhasil mengalahkan Donald Trump-Mike Pence. Dalam cuitan terakhirnya (16/11/2020), Brennan mengatakan “Trump tidak akan pernah mengakui dia kalah dalam pemilihan. Kejujuran & menerima kenyataan bukanlah DNA seorang lalim. Meski mengamuk, Hari Pelantikan akan tiba, dan Presiden Biden & Wakil Presiden Harris akan segera mengembalikan martabat, kompetensi, & kejujuran ke Gedung Putih. Tidak sabar.”

TAG

intelijen cia amerika serikat

ARTIKEL TERKAIT

Mata Hari di Jawa M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado D.I. Pandjaitan dan Aktivis Mahasiswa Indonesia di Jerman Sukarno, Jones, dan Green Sepak Terjang Spion Melayu Adam Malik Sohibnya Bram Tambunan Operasi Monte Carlo, Misi Intelijen Koes Bersaudara Satu-satunya Perempuan Amerika yang Dieksekusi Hitler Bapaknya Indro Warkop Jenderal Intel Ali Moertopo Disebut Pernah Jadi Agen Belanda