“Sekarang lehermu yang dipenggal Nazi menjadi milikku. Berteriaklah, agar keberanianmu yang terbungkam bersinar.” Penggalan puisi berjudul “To and From the Guillotine” karya sastrawan cum aktivis Amerika Serikat Clara Leiser itu tercipta untuk mengenang kolega dekatnya, Mildred Harnack, yang dieksekusi pada 16 Februari 1943 lewat perintah Adolf Hitler.
Lahir di Milwaukee, Wisconsin, Amerika pada 16 September 1902, Mildred Elizabeth Fish sudah bersahabat dengan Clara sejak Mildred sering bolak-balik Amerika-Jerman untuk menyelesaikan studi sastra Jermannya di Milwaukee State Normal School (kini Universitas Wisconsin-Milwaukee) dan studi ekonomi di London School of Economics pada 1926 lewat beasiswa Rockefeller Foundation. Saat berkuliah di London pula ia bersua kekasih yang lantas jadi suaminya yang seorang ekonom Marxis, Arvid Harnack.
Sejak 1929, Mildred dibawa suaminya ke Jena, Jerman, sekaligus melanjutkan studi doktornya di bidang sastra di Universitas Giessen. Dua tahun berselang, Mildred mendapat beasiswa dari Alexander Humboldt Foundation untuk studi lagi ke Universitas Berlin.
Baca juga: Perempuan Biasa Melawan Nazi-Jerman
Namun terlepas dari kiprah pendidikannya yang bermodal dari beasiswa ke beasiswa, Mildred dan suaminya makin dalam menyuarakan Marxisme di tengah melonjaknya dukungan Naziisme di kalangan mahasiswa.
“Di Giessen saja, lebih dari setengah populasi mahasiswanya sangat vokal mendukung Nazi. Pasutri itu berangsur-angsur jadi musuh politik sejumlah anggota fakultas karena mereka berteman dekat dengan akademisi Marxis: Profesor Ernst von Aster, ekonom Friedrich Lenz, dan novelis Swedia Hildur Dixelius,” ungkap Shareen Blair Brysac dalam Resisting Hitler: Mildred Harnack and the Red Orchestra.
Kendati begitu, Mildred berusaha tetap bersosialiasi dengan para diaspora Amerika di Berlin. Ia seringkali hadir di pesta-pesta dansa American Student Association, menjadi anggota American Women’s Club, dan bahkan taat untuk beribadah di Gereja ACB (American Church Berlin).
Nasib Nahas Sang Aktivis Orkestra Merah
Sebulan pecahnya Perang Dunia II, Mildred yang sudah bergelar doktor di bidang sastra Amerika, kebetulan diperlukan jasanya untuk mengajar bahasa dan sastra Inggris di Deutsche Hochschule für Politik (Departemen Studi Asing di Universitas Friedrich Wilhelm, kini Universitas Humboldt-Berlin). Seiring kegiatannya mengajar, Mildred dan suaminya menyambi aktivitas spionase. Sejak Desember 1939-Maret 1941 Mildred bahkan sudah sering bertukar pesan intelijen lewat Donald Heath Jr., salah satu murid Mildred cum putra atase keuangan Kedutaan Amerika di Berlin.
“Pasutri Harnack sejak medio 1940 juga sudah menjalin kontak dengan beberapa kelompok resistance (perlawanan bawah tanah, red.). Salah satunya dipimpin seorang letnan Luftwaffe (AU Jerman) Harro Schulze-Boysen yang sudah mengenal pasutri Harnack sejak 1935. Pada 17 September 1940 pasutri Harnack juga tercatat bertemu sekretaris III Kedutaan Uni Soviet, Alexander Korotkov, di mana saat itu juga Arvid sang suami menegaskan dirinya menjadi agen Soviet,” imbuh Brysac.
Saat itu, hampir semua kelompok resistance yang saling berkontak dengan pasutri Harnack tak punya sebutan resmi. Namun bukan berarti aktivitas mereka tak terdeteksi dinas intelijen militer Jerman Abwehr. Abwehr pula yang memberi julukan jaringan resistance itu dengan sebutan “Die Rote Kapelle” atau Orkestra Merah.
Baca juga: Stauffenberg, Opsir "Judas" Kepercayaan Hitler
Ibarat sambil menyelam minum air, Mildred dan suaminya aktif mengasuh grup diskusi Sekolah Pekerja Marxis Berlin (MASCH), mengajar di universitas, dan menyusupkan sejumlah informasi ke pihak Soviet. Mildred bahkan memberanikan diri menyamar dan masuk jadi anggota Partai Nazi untuk bekerja di Kementerian Ekonomi.
“Jaringan Harnack dan Schulze-Boysen menentang Nazi dengan memberi bantuan advokasi bagi tokoh-tokoh yang dipersekusi (Nazi), menyebarkan pamflet-pamflet yang berisi pembangkangan kebijakan-kebijakan Nazi, mengumpulkan dan berbagi informasi dengan perwakilan-perwakilan asing terkait persiapan perang dan kejahatan perang Nazi, hingga menulis draf-draf tentang politik pasca-perang,” ungkap Corina L. Petrescu dalam Against All Odds: Models Subversive Spaces in National Socialist Germany.
Nahas, petualangan pasutri Harnack berakhir pada 7 September 1942. Sejoli itu ditangkap Gestapo (polisi rahasia Nazi) di rumah persembunyiannya di Preila, Lithuania.
“Sejak Agustus 1941, agen-agen intelijen Jerman sudah bisa meng-intercept pesan-pesan mereka. Hanya tinggal menunggu waktu buat mereka memecahkan kode-kode dalam pesan itu. Pada September 1942, Gestapo memulai gelombang penangkapan: Schulze-Boysens, keluarga Kuckhoff, pasangan Harnack dan 150 anggota jaringan lainnya,” tulis Anne Nelson dalam “Women and Resistance: New Perspectives from Germany and France” yang termaktub dalam buku Women Defying Hitler: Rescue and Resistance Under the Nazis.
Mereka pun dibawa ke Berlin untuk dihadapkan ke muka Reichskriegsgericht (pengadilan militer). Sejak saat itu pula Mildred dipisahkan dari suaminya dan tak pernah lagi bertemu.
Baca juga: Kisah Mata-Mata Perempuan di Tengah Perang
Arvid sendiri didakwa sejumlah dakwaan, termasuk berkhianat pada negara dan divonis hukuman mati pada 19 Desember 1942. Tiga hari berselang, Arvid menemui ajalnya di tiang gantung di Penjara Plötzensee.
Sedangkan Mildred juga didakwa di Reichskriegsgericht pada 19 Desember 1942. Ia dianggap bersalah atas aksi spionase dan pengkhianatan kepada negara meski kemudian Mildred divonis enam tahun bui di Penjara Wanita Charlottenburg.
“Tetapi Adolf Hitler menolak putusan vonis tersebut dan memerintahkan persidangan baru yang pada 16 Januari 1943 hasilnya vonis hukuman mati,” ungkap Ingo Juchler dalam Mildred Harnack and the Red Orchestra in Berlin.
Diputuskan pula Mildred akan dieksekusi mati dengan dipenggal menggunakan guillotine. Eksekusinya ditetapkan akan dilakoni di Penjara Plötzensee pada 16 Februari 1943. Maka pada 15 Februari malam pun ia sudah dipindahkan dari Penjara Charlottenburg ke Plötzensee. Ia diberi waktu beberapa jam ditemani seorang pendeta penjara, Harald Poelchau.
“Di hari menjelang eksekusi, Mildred menghabiskan waktu meminum kopi jagung, membaca, dan menerjemahkan beberapa puisi (Johann Wolfgang von) Goethe. Di sisi lain Poelchau memerhatikan betapa pucatnya Mildred. Menderita kekurangan gizi, tuberculosis, dan tampak bekas luka penyiksaan. Dia tampak lebih tua dari usianya yang 40 tahun. Rambutnya yang dulu pirang dan tebal kini telah tipis dan memutih. Mereka mendiskusikan Alkitab lalu Goethe. Poelchau memberi kata-kata yang menenangkan tentang betapa beraninya sang suami, Arvid menjelang ajalnya,” sambung Brysac.
Mildred mengamini. Toh ketika suaminya dieksekusi, puluhan ribu serdadu Hitler menderita dan tewas di Pertempuran Stalingrad (23 Agustus 1942-2 Februari 1943).
Baca juga: Selusin Jenderal yang Disingkirkan Hitler (Bagian I)
Sebagaimana mendiang suaminya, Mildred percaya Hitler sudah akan menyongsong kekalahannya. “Dan saya akan tetap sangat mencintai Jerman,” ucap kata-kata terakhir Mildred yang diingat Poelchau.
Dan pada 16 Februari pagi, waktunya pun tiba. Mildred dijemput opsir penjara dari kamar tahanannya, dibawa ke tempat eksekusi dengan tangan terborgol ke belakang.
Di ruang eksekusi, jaksa Manfred Roeder memeriksa lagi identitasnya, Nyonya Dr. Mildred Harnack-Fish, pengajar bahasa Inggris di Universitas Berlin. Ia juga kembali membacakan dakwaan dan vonisnya: “Karena membantu pengkhianatan, memperlihatkan dukungan pada musuh dan melakukan tindakan spionase, dengan ini pengadilan militer menjatuhkan Anda hukuman mati dengan guillotine.” Sang jaksa lalu berpaling pada sesosok bertopi tinggi dan mengenakan sarung tangan putih. “Algojo, lakukan tugas Anda!”
Rambut Mildred lebih dulu dicukur habis sebelum lehernya direbahkan ke guillotine dengan tangan masih terborgol ke belakang. Dia disaksikan perwakilan SS (Schutzstaffel) atau pasukan paramiliter Nazi dan delegasi Kementerian Hukum.
Dalam waktu sepersekian detik, pisau guillotine itu dijatuhkan untuk memenggal kepala Mildred. Waktu menunjuk pukul 06.57 pagi kala eksekusi itu dilaksanakan. Nama Mildred pun dicatat dalam Bibliotheksbuch atau buku catatan para tahanan yang dieksekusi di Plötzensee.
Alih-alih dipulangkan ke Amerika, jenazahnya justru ditransfer ke Universitas Humboldt untuk dijadikan objek riset anatomi Profesor Hermann Stieve. Belakangan diketahui jenazahnya dikuburkan di Pemakaman Zehlendorf Berlin.
“Selama puluhan tahun pemerintah Amerika berusaha mengubur kisahnya Harnack dari khalayak umum karena aktivitas komunisnya. Bahkan menjadi hal yang mengejutkan karena terdapat memo dari perwira tinggi CIC yang mengatakan Mildred pantas dihukum. Sungguh menyesakkan otoritas Amerika mengatakan hal itu kepada seorang warga Amerika yang berani menentang rezim Nazi dan perwira itu menggunakan kata ‘dapat dibenarkan’,” tandas Rebecca Donner dalam All The Frequent Troubles of Our Days: The True Story of the American Woman at the Heart of the German Resistance to Hitler.
Baca juga: Selusin Jenderal yang Disingkirkan Hitler (Bagian II–Habis)