Masuk Daftar
My Getplus

Negara Gagal

Cita-cita revolusi kemerdekaan Indonesia tak untuk memperlebar jurang orang kaya dan miskin dan mengabaikan hak-hak minoritas.

Oleh: Bonnie Triyana | 28 Sep 2012
Ilustrasi oleh Adhitya Maheswara. (Historia.id).

Tahun 2012 Indonesia masuk dalam peringkat 63 calon negara gagal berdasarkan survey The Fund for Peace yang berpusat di Washington, Amerika Serikat. Seperti berdiri di tubir jurang, hanya selangkah lagi Republik yang didirikan dengan elan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme ini menjadi negara gagal. Penyebab utamanya tentu karena pemerintah dinilai gagal melindungi minoritas dan gagal mempersempit jurang perbedaan si kaya dan si miskin.

Padahal cita-cita revolusi kemerdekaan Indonesia tak untuk memperlebar jurang orang kaya dan miskin dan mengabaikan hak-hak minoritas. Republik ini didirikan, mengutip pidato Sukarno 1 Juni 1945, “semua untuk semua.” Artinya setiap orang dan kelompok yang menjadi bagian negeri ini memiliki hak dan kewajiban setara, tanpa kecuali.

Baca juga: Setelah Lewat Jembatan Emas

Advertising
Advertising

Tapi cita-cita hanya tersisa sebagai angan-angan kosong kala dalam perjalanan 67 tahun kemerdekaan Indonesia, nasib minoritas di negeri ini semakin tertindas. Jurang perbedaan makin melebar. Sehingga rasa-rasanya pas juga kritik beberapa kalangan terhadap pemegang kekuasaan yang disebut menjalankan negeri ini hanya dengan menekan tombol “auto pilot”. Yang di atas tetap di atas, yang di bawah, tetaplah berada di bawah. Tak ada perubahan yang cukup berarti.

Sejarawan Howard Zinn pernah melontarkan sebuah cara pandang yang berbeda di dalam melihat sejarah revolusi Amerika Serikat. Dalam artikelnya "Untold Truths About the American Revolution" Zinn mengemukakan pendapatnya bahwa sebenarnya revolusi Amerika yang melepaskan diri dari penjajahan Inggris tak mendatangkan manfaat apa-apa bagi orang kecil. Dia menelaah revolusi itu dengan melihat "siapa mendapat apa."

Baca juga: Melacak Akar Negara Miskin dan Kaya

Menurutnya, para petani misalnya, hidup biasa-biasa saja pada masa kolonialisme Inggris dan setelah Amerika merdeka, mereka pun tak beranjak menjadi lebih baik. Kehidupan mereka biasa. Sirkulasi nasib justru terjadi pada kalangan elite. Jauh di atas para wong cilik.

Demikian juga agaknya di Indonesia. Revolusi kemerdekaan hanya menghasilkan sebentuk negeri merdeka yang dikendalikan oleh elite bangsa sendiri. Sebelumnya Belandalah yang menjalankan kuasa atas negeri ini. Revolusi nasional tak sempat diteruskan sampai pada tahap revolusi sosial untuk mengubah struktur masyarakat warisan kolonialisme.

Baca juga: Otak vs Otot

Lantas kini, Indonesia disebut-sebut menuju negara gagal. Karena gagal meningkatkan kesejahteraan rakyatnya yang menyebabkan jurang perbedaan kaya dan miskin kian melebar. Pula gagal melindungi minoritas yang juga punya hak untuk hidup di Republik ini. Jadi, selama perjalanan sejarah sejak kemerdekaan sampai zaman sekarang, tanpa disadari, bangsa ini bagai berjalan menuju tepian jurang kegagalan. Benar tak pernah ada negara yang sempurna, namun ketidakadilan di negeri ini begitu terasa telanjang. Vulgar dan semakin lama semakin dianggap sebagai sebuah kelumrahan.

Umar Kayam, beberapa tahun lampau, pernah mengatakan bahwa Indonesia adalah negeri “salah kedhaden” atau negeri yang sudah salah sejak awal. Yang tentu tersisa sekarang hanyalah harapan semoga negeri yang ini tidak (jadi) gagal.

TAG

sukarno

ARTIKEL TERKAIT

Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Supersemar Supersamar Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah Kemaritiman Era Sukarno Obrolan Tak Nyambung Sukarno dengan Eisenhower D.I. Pandjaitan Dimarahi Bung Karno Anak Presiden Main Band