Masuk Daftar
My Getplus

Gus Dur dan Keberagaman

Keberagaman bisa menjadi berkah atau musibah.

Oleh: Aryono | 23 Feb 2017
Presiden Abdurrahman Wahi dan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton di Gedung Putih pada 12 November 1999. (ANRI).

Daniel Sineon Darius Sinathrya Kartoprawiro, dikenal Darius Sinathrya, mengawali karier sebagai presenter olahraga di televisi. Pria berdarah Jawa-Swiss ini lantas merambah ke dunia seni peran. Hingga 2016, Darius telah membintangi selusin judul film layar lebar.

Pria yang hobi sepakbola ini ternyata pengagum Abdurrahman Wahid (Gus Dur), presiden Indonesia periode 1999-2001. Gus Dur lahir dan dewasa di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), menempuh pendidikan di beberapa universitas di luar negeri mulai dari Mesir sampai Irak.

Pada 1971, Gus Dur kembali ke Indonesia dan aktif dalam gerakan masyarakat sipil. Sejak 1984 Gus Dur terpilih menjadi nahkoda NU, organisasi yang didirikan oleh kakeknya, KH Hasyim Asyari. Sebagai aktivis dan intelektual terkemuka, dia kerap mengkritik kebijakan rezim Soeharto, salah satunya kasus pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kedung Ombo, Ketika Ikan Bader Memakan Bunga Kelapa

Ketika menjabat presiden di era reformasi, Gus Dur membuat keputusan penting: mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama dan Adat Istiadat Cina dan menerbitkan Keppres Nomor 19 tahun 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional sekaligus membuka keran keberagaman di Indonesia.

Di sela kesibukannya, Darius bercerita tentang tokoh idolanya tersebut.

Siapa tokoh sejarah yang Anda kagumi?

Tokoh dalam sejarah Indonesia yang saya kagumi ada dua. Bung Karno dan Gus Dur. Beliau ini negarawan, sekaligus pernah menjadi presiden di Indonesia. Meskipun singkat masa pemerintahannya namun dia meninggalkan satu hal yang penting bagi Indonesia, yaitu penghargaan atas pluralisme di Indonesia.

Baca juga: Dahsyatnya Humor Gus Dur (Bagian 1)

Kapan kekaguman kepada Gus Dur ini muncul?

Kekaguman ini muncul sejak Gus Dur naik menjadi presiden. Ketika masih di PBNU, saya hanya sekadar mendengar saja kiprahnya. Saat dia menjadi presiden, ada ungkapan yang cukup terkenal yaitu dia menganggap para wakil rakyat di DPR itu seperti anak TK.

Dengan keterbatasan fisiknya, Gus Dur dalam kacamata Anda seperti apa?

Kebijakannya tepat sasaran, rasional. Keberanian Gus Dur kala itu sebagai presiden, dalam melontarkan pendapat memang kadang membuat beberapa kalangan menjadi tidak nyaman. Hal itu pula mungkin, yang membuatnya menjadi presiden dalam waktu singkat lalu dilengserkan.

Baca juga: Dahsyatnya Humor Gus Dur (Bagian 2)

Tentang pluralisme, seperti apa Anda memandang?

Pluralisme ini kan menjadi modal bangsa kita untuk menjadi bangsa yang besar. Negara kita ini kan multiagama. Lalu juga banyak suku yang mendiami Indonesia ini.

Dalam sejarah bangsa kita, ada satu masa di mana banyak kerusuhan. Banyak gereja dibakar. Diskriminasi dan intimidasi terhadap satu ras tertentu. Dalam suasana yang kacau seperti itu, Gus Dur hadir dan bertindak untuk membenahi itu semua.

Baca juga: Hubungan Gus Dur dan Yahudi

Bagaimana tema pluralisme dalam perfilman Indonesia?

Kalo untuk saat ini, tema itu sudah tidak seksi lagi. Meski demikian masih ada kok beberapa film yang mengangkat tema pluralisme, seperti film “?” (Tanda Tanya) dan Sang Pencerah.

Aku rasa, sineas-sineas kita dalam membuat film, tetap akan memasukkan unsur-unsur pluralisme. Sebab, film itu juga memberi kontribusi penting dalam kemajuan bangsa. Nah, pluralisme itu saja sudah menjadi satu kekayaan tersendiri.

TAG

gus dur tokoh idola

ARTIKEL TERKAIT

Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Kematian-kematian Sekitar Pemilu 1971 Melawan Sumber Bermasalah Pangeran Bernhard, dari Partai Nazi hingga Panglima Belanda Kibuli Raden Paku Lyndon LaRouche, Capres Abadi AS Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian II) PPP Partai Islam Impian Orde Baru Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian I)