AKSI spionase Jepang di Amerika Serikat pada masa Perang Dunia II tidak selalu berhasil. Dalam sebuah peristiwa, Jepang justru dengan mudah diperdaya oleh mata-mata gadungan yang berujung pada penangkapan sejumlah spion Jepang di Amerika.
Peristiwa ini terjadi pada medio awal tahun 1941. Menurut Terry Crowdy dalam The Enemy Within: A History of Espionage, pada Mei 1941 FBI melaporkan telah menemukan kegiatan spionase seorang perwira Jepang bernama Itaru Tachibana. Sejak tahun 1939, Tachibana beroperasi sebagai pemilik klub malam dengan nama samaran Mr. Yamamoto, memata-matai peningkatan teknologi Angkatan Laut AS dan memimpin jaringan mata-mata terbesar di Pesisir Barat.
“Dengan gema taktik Naga Hitam di Manchuria, Tachibana mendanai kegiatannya melalui kejahatan terutama penjualan narkotika,” tulis Crowdy.
Baca juga:
Aksi Spionase Jepang Sebelum Menyerang Pearl Harbor
Yuji Ichioka dalam Before Internment: Essays in Prewar Japanese American History menyebut Tachibana merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut Jepang dan Naval War College. Setelah tiba di Amerika pada Juli 1939, Tachibana mengambil kelas di University of Pennsylvania di Philadelphia. Kedatangannya di California Selatan bertepatan dengan kembalinya petugas bahasa pendahulunya yang ditempatkan di Los Angeles ke Jepang. Atasan langsungnya di Los Angeles adalah perwakilan lokal atase Angkatan Laut Jepang.
Tachibana berada di Los Angeles pada Februari 1940 sebagai perwira Angkatan Laut yang berpura-pura belajar bahasa Inggris di University of Southern California. Ketika berbasis di Los Angeles, ia tinggal di Olympic Hotel, yang terletak di 117 N. San Pedro Street, jantung Little Tokyo.
Hasil penyelidikan badan intelijen Amerika terhadap aktivitas Tachibana membuat FBI mengetahui bahwa spion Jepang itu menempatkan agen-agennya di Seattle, Portland, San Fransisco, dan Los Angeles. Setelah mendapat informasi, FBI menangkap Tachibana. Operasi ini melibatkan seorang informan Office of Naval Intelligence (ONI) bernama Al Blake, yang mengenal Tachibana melalui Toraichi Kono, salah satu spion utama Jepang dan kaki tangan Tachibana.
Kono beremigrasi ke Amerika dari Hiroshima pada masa Perang Rusia-Jepang untuk belajar hukum. Menurut Crowdy, pada 1916 Kono dipekerjakan oleh bintang film Charlie Chaplin sebagai pelayan dan dapat dilihat sebagai figuran di beberapa film Chaplin, termasuk The Circus (1928). Konflik antara Kono dengan istri ketiga Chaplin berujung pada pemecatannya.
“Setelah menolak pekerjaan manajerial di United Artists Jepang, Kono menjadi pengacara di Los Angeles. Pada saat itu, FBI mengidentifikasinya sebagai mata-mata Jepang, namun tidak ada yang bisa dibuktikan sampai Kono berusaha merekrut seorang Amerika bernama Al Blake,” tulis Crowdy.
Baca juga:
Mata-mata Jepang dalam Kekalahan Belanda
Kono mengenal Blake sejak tahun 1917 ketika ia muncul dalam film Shoulder Arms. Pada 1940, mereka bertemu kembali di Pameran Dunia San Fransico, di mana Blake menjalankan “Candid Camera Artist’s Model Studio” –sebuah pertunjukan untuk para fotografer amatir. Sejak terakhir kali mereka bertemu, Blake telah menjalani tugas singkat di Angkatan Laut AS, tetapi kemudian bekerja sebagai seniman pantomim dengan nama panggung “King of the Robots”. Kono tertarik pada karier Angkatan Laut Blake dan mengatakan kepadanya bahwa sangat disayangkan meninggalkan dinas tersebut karena ia bisa menghasilkan banyak uang.
Ichioka menulis, Kono memperkenalkan Blake kepada Tachibana. Ketika diberi tahu tentang kemungkinan mendapatkan informasi intelijen melalui Blake, Tachibana setuju membayar Blake untuk setiap informasi berharga yang diberikannya. Blake segera memberi tahu ONI tentang tawaran uang dari Tachibana, dan ONI memutuskan untuk mempertahankan Blake sebagai informan yang menyamar.
“Dalam dua kesempatan terpisah, Tachibana membayar Blake sebesar enam ratus dolar untuk pergi ke Honolulu untuk mendapatkan informasi rahasia. Dan pada satu kesempatan, dia benar-benar menerima informasi yang telah diberikan kepada Blake di Honolulu oleh ONI yang memang sudah dirancang,” tulis Ichioka.
Setelah menangkap Tachibana, intel Amerika menggeledah kamar mata-mata Jepang itu di Hotel Olympic. Dari hasil penggeledahan, intel Amerika mengungkapkan, Tachibana telah mengumpulkan sejumlah besar informasi terkait Angkatan Laut AS, pertahanan nasional, dan maritim secara umum. Materi ini terdiri dari catatan, foto, kliping koran, dan data-data lain yang bersifat publik. Beberapa dokumen juga terkait fasilitas Angkatan Laut AS dan rencana pertahanan pabrik Boeing di Pasifik Barat Laut.
aca juga:
“Materi yang terakhir ini telah disampaikan Tachibana kepada Letnan Komandan Okada Sadatomo, seorang perwira bagian bahasa Angkatan Laut Jepang yang ditempatkan di Seattle. Penangkapan Tachibana dan Kono terjadi kurang dari tujuh minggu sebelum pemerintah Amerika membekukan semua aset Jepang di Negeri Paman Sam,” jelas Ichioka.
Kemungkinan berkecamuknya perang antara Jepang dan Amerika membuat penindakan kasus spionase Tachibana dan Kono dilakukan dengan hati-hati. Kendati dituduh melakukan “konspirasi melawan Amerika Serikat atas nama negara asing”, Amerika tak mengambil tindakan lebih jauh terhadap dua spion Jepang tersebut karena campur tangan Departemen Luar Negeri AS dan perwakilan Jepang di AS.
Menurut Michelle Malkin dalam In Defense of Internment: The Case for “Racial Profiling” in World War II and the War on Terror, meski agen intelijen Angkatan Laut AS dan Direktur FBI J. Edgar Hoover merasa telah mengumpulkan lebih dari cukup bukti untuk menuntut Tachibana dan anggota kelompoknya, namun Departemen Kehakiman setuju dengan Departemen Luar Negeri, menentang penuntutan terhadap dua mata-mata Jepang karena lebih mementingkan hubungan dengan Jepang yang tengah memanas daripada membawa kedua spion itu ke pengadilan.
Atas dasar hal itu, Tachibana dibebaskan dengan jaminan lima puluh ribu dolar. Ia dan perwira Angkatan Laut Jepang yang terlibat dalam jaringan spionasenya meninggalkan Amerika pada Juni 1941 dengan menumpangi kapal Nitta Maru menuju Jepang.
Baca juga:
Berbeda dengan Tachibana, menurut Ichioka, Toraichi Kono tidak dideportasi. Ia dibebaskan dari penjara pada 25 Juni 1941, beberapa hari setelah Tachibana berlayar ke Jepang. Deportasi Tachibana membuat Departemen Kehakiman AS mau tidak mau harus mengubah penanganan hukum atas kasus yang menimpa Kono.
“Awalnya, Departemen Kehakiman bermaksud untuk mengadili Kono sebagai konspirator atau kaki tangan dalam spionase. Namun, setelah departemen tersebut setuju untuk mengizinkan Tachibana meninggalkan Amerika tanpa penuntutan, maka tak mungkin lagi untuk melanjutkan kasus Kono. Karena bagaimana mungkin Kono diadili sebagai kaki tangan dalam spionase tanpa kehadiran konspirator utama. […] Meski begitu pada 7 Desember 1941, ketika Pearl Harbor diserang, FBI tidak ragu-ragu untuk menangkap dan menahan Kono bersama mata-mata Jepang lainnya karena dianggap sebagai orang asing yang berbahaya,” tulis Ichioka.*