Masuk Daftar
My Getplus

Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem

Ayah dan anak yang sama-sama sersan KNIL ini ditawan Jepang. Jajak keluarganya tak diketahui lagi setelah sang anak pindah ke Belanda. 

Oleh: Petrik Matanasi | 23 Okt 2024
Tentara KNIL dari Korps Marechaussee te Voet di Aceh. (Tropenmuseum)

WAKTU mendaftar jadi serdadu, umur Jan Thijmen Halkema belum genap 17 tahun. Menurut studbook atas nama dirinya menyebutkan dirinya lahir di Semarang pada 14 Agustus 1877. Dia teken kontrak sebagai serdadu pada 4 September 1894 di Depot Batalyon ke-2 Kedung Kebo, Purworejo. Putra Jan Thijmen Halkema (1838-1893) dan Carolina Henrietta Meeng (1843-1887) ini dikontrak tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indish Leger (KNIL) untuk enam tahun dengan uang premi 300 gulden. Pangkat awalnya fuselier (juru tembak, setara prajurit dua sekarang).  

Pada enam tahun pertama dinasnya, Fuseliar Halkema  dikirim ke Aceh. Dinasnya diperpanjang enam tahun lagi pada 1900 sehingga setahun kemudian dirinya sudah jadi kopral. Namun pada 21 Juli 1902, pangkatnya naik lagi menjadi sersan. Sersan saat itu biasanya memimpin sebuah brigade yang terdiri kurang dari 20 orang (setara regu sekarang) dan juga memimpin sebuah patroli.  

Pada 1-6 Juni 1905, Sersan Jan Halkema memimpin sebuah patroli di  Tiang Tengah dan Tadoe Atas. Dengan pasukan KNIL terlatih, senjata yang terhitung canggih di Aceh dan logistis memadai, Sersan Halkema berhasil memimpin pasukannya mengusir gerilyawan Aceh yang mengganggu dengan tembakan-tembakan tersembunyi itu. Orang Aceh yang terdesak itu tentu melarikan diri sebelum mati. Maka sungai tempat orang Aceh tadi bersembunyi akhirnya bisa dilewati pasukan Sersan Halkema dan lainnya. 

Advertising
Advertising

Aksi Sersan Halkema itu dicatat atasannya dan diaparesiasi dengan sebuah penghargaan. Berdasar Koninklijk Besluit tanggal 10 Agustus 1906 no 41 atas aksinya di Aceh pada pertengahan tahun 1905 itu, Sersan Halkema dianugrahi kerajaan sebagai Ridder Militaire Willemsorde 4e alias ksatria militer orde Willem kelas empat.  

“(Dia melakukan, red.) tindakan yang berani, bijaksana dan energik sebagai komandan patroli independen, yang mengejutkan beberapa orang jahat di tempat persembunyian mereka,” demikian bunyi keterangan tentangnya dalam Register Ridder Militaire Willemsorde 4e nomor 5229. 

Penghargaan tersebut membuat Sersan Halkema dihormati orang. Jika ada acara resmi, dia diberikan kursi kehormatan sebagai ksatria. 

Sersan Halkema memperpanjang masa dinasnya dari 1904 hingga 1910, namun setelah itu dia memilih pensiun, ketika  usianya baru sekitar 33 tahun. Dari pensiunnya, dia dapat tunjangan 506 gulden tiap tahunnya. Angka tersebut cukup untuk hidup di Jawa zaman itu. 

Eks Sersan Halkema  kemudian mengawini seorang perempuan Jawa bernama Maria Paikem. Menurut arsip OGS, Maria Paikem lahir di Padang sekitar 1890.  

Dari perkawainan itu lahirlah anak laki-laki pada 9 September 1917 di Wedibirit, Klaten. Anak itu dinamai seperti namanya dan nama ayahnya, Jan Thijmen Halkema. Ketika dewasa, postur anak Jan dan Paikem lebih tinggi dari ayahnya, yakni  172cm sementara sang ayah 162cm. 

Anak Jan dan Paikem kemudian mendaftar masuk tentara juga. Studboek atas nama Jan Thijmen Halkema Jr. menyebut dirinya menjadi serdadu milisi pada 3 Juli 1934 dan lima tahun kemudian menjadi militer sukarela di Cimahi sebagai fuselier juga. Pada 27 Desember 1939, Jan Junior kawin dengan Rosalia de Wilde, perempuan kelahiran Salatiga, 10 Oktober 1921. Keduanya dikaruniai anak pada 21 September 1940. Nama anak itu  sama seperti ayah, kakek, dan buyutnya.  

Sewaktu Jan Junior naik pangkatnya menjadi sersan pada 26 Mei 1941, Hindia Belanda mulai tersulut perang karena pada Mei 1940 Negeri Belanda diduduki Tentara Jerman. Tak hanya Jan Junior, Jan Senior yang sudah sepuh juga diaktifkan kembali sebagai pasukan cadangan di Surakarta. Pada 1942 , menjelang kedatangan Jepang, Jan Junior ditempatkan di  Jawa Barat. Jadi ayah dan anak itu sama-sama menjadi sersan KNIL di Jawa. 

Waktu tentara Jepang sukses menduduki Jawa, ayah dan anak itu ikut ditawan. Kartu tawanan perang Jan Junior menyebut dirinya ditangkap di Pangalengan, selatan Bandung. Sementara, Jan senior ditangkap di  Jawa Tengah. Jan Senior tidak lama ditahan, dia terkena bakteri disentri dan meninggal dunia di Surabaya pada 21 November 1942. Jenazahnya lalu dimakamkan di Kembang  Kuning.  

Jan Junior berhasil hidup hingga perang berakhir. Setelah dibebaskan, Jan Junior kembali berdinas di militer lagi. Bahkan, pada 13 November 1948 pangkatnya naik menjadi sersan mayor.  

Paikem sang ibu dari Jan Junior  tentu menghadapi hidup mengerikan di zaman Jepang meski barangkali tak ditahan. Usai perang dan  anaknya dibebaskan dari kamp Jepang, Paikem  meninggal dunia pada 14 Mei 1947 dan dimakamkan di Pandu. Jejak keluarga ini di Klaten kemudian menghilang. Sersan Mayor Jan Thijmen Halkema pada Juli 1950 pindah dari KNIL ke Koninklijk Landmacht (KL) alias Angkatan Darat Kerajaan Belanda dan ke  Belanda. 

TAG

knil perang dunia ii perang pasifik masapendudukanjepang perang kemerdekaan

ARTIKEL TERKAIT

Azab Pemburu Cut Meutia Prabowo Berenang di Manggarai KNIL Jerman Ikut Kempeitai Gara-gara Batang Pohon, Kapten KNIL Quant Tewas Komandan Belanda Tewas di Korea Salib Lombok dari Belanda Pun Dirampas Juga Kisah Perwira Luksemburg di Jawa Petualangan Said Abdullah di Lombok Evolusi Angkatan Perang Indonesia Kisah Letnan Nicolaas Silanoe