Masuk Daftar
My Getplus

Keluarga Jerman di Balik Serangan Jepang ke Pearl Harbor

Ketika terjadi serangan atas Pearl Harbor pada Desember 1941, sebuah keluarga asal Jerman menjadi saksi mata. Tak dinyana, keluarga tersebut punya andil.

Oleh: Amanda Rachmadita | 15 Nov 2024
Penampakan USS Arizona (BB-39) yang terbakar setelah serangan Jepang di Pearl Harbor, 7 Desember 1941. (Wikimedia Commons).

BERNARD Julius Otto Kühn merupakan satu dari sejumlah orang asing yang tinggal di Hawaii ketika Pearl Harbor menjadi target serangan Jepang pada 7 Desember 1941. Bersama dengan istri dan dua anaknya, satu orang putri dan seorang putra, Kühn telah menetap di Hawaii sejak tahun 1935.

Bila dilihat sekilas, keluarga Kühn tampak seperti keluarga biasa pada umumnya. Sang kepala keluarga dikenal sebagai pensiunan dokter yang memiliki ketertarikan besar terhadap sejarah Hawaii, sementara istrinya, Friedel, memiliki sifat keibuan yang membuatnya mudah dekat dan disenangi oleh banyak orang. Seperti ayah dan ibunya, putra-putri Kühn juga tak mengalami kesulitan dalam bergaul dengan orang-orang di sekitarnya. Putri Kühn, Ruth, bahkan memiliki bisnis salon kecantikan yang menjadi tempat berkumpul favorit para istri perwira tinggi militer di sana. Singkatnya, keluarga asal Jerman ini berhasil menampilkan citra sebagai keluarga hangat dan ramah yang membuat mereka menjalin hubungan persahabatan dengan orang-orang di kepulauan tersebut.

Kendati dikenal sebagai keluarga yang ramah dan cukup terbuka dengan orang-orang di sekitarnya, ada satu hal yang menjadi rahasia besar keluarga ini, yaitu Kühn beserta istri dan kedua anaknya adalah mata-mata yang membantu Jepang menyusun persiapan untuk menyerang Pearl Harbor.

Advertising
Advertising

Baca juga: 

Keponakan Hitler Melawan Jerman

Menurut Terry Crowdy dalam The Enemy Within: A History of Espionage, selain memiliki koneksi dengan pejabat Jepang, Kühn juga berkaitan erat dengan sejumlah pejabat tinggi Nazi. Sebelum dikontrak oleh intelijen angkatan laut Jepang pada 1935, Kühn pernah bertugas di Angkatan Laut Kekaisaran Jerman selama Perang Dunia I, di mana ia menghabiskan beberapa waktu di Inggris sebagai tawanan perang. Pada 1930, ia bergabung dengan Partai Nazi dan menjadi teman dekat Heinrich Himmler, yang menawari Kühn untuk bergabung dengan Gestapo. Putra sulung Kühn, Leopold, menjadi sekretaris pribadi Joseph Goebbels sementara putri Kühn, Ruth, menjadi kekasih gelap sang propagandis Nazi Joseph Goebbels.

Hubungan asmara yang terjalin di antara Ruth dan Goebbels lambat laun tersebar luas. Khawatir dengan dampak buruk yang mungkin ia terima imbas skandal perselingkuhan itu, Goebbels mencari cara untuk menutupinya. Kesempatan muncul ketika intelijen Jepang meminta bantuan untuk diberikan beberapa orang Eropa yang akan difungsikan sebagai agen mata-mata untuk operasi spionase mereka, khususnya di Amerika.

“Atas saran Leopold, Goebbels mengajukan seluruh keluarga Kühn sebagai kandidat, dengan pengecualian sekretaris pribadinya. Pada Agustus 1935, keluarga Kühn sudah berada di Hawaii. Diberi pemancar radio oleh Otojiro Okuda pada Maret 1939, Kühn diperintahkan untuk tidak menarik perhatian dan, jika terjadi perang antara Jepang dan Amerika Serikat, ia harus menggunakan pemancar tersebut untuk memberi sinyal kepada kapal selam Jepang yang beroperasi di lepas pantai Oahu,” tulis Crowdy.

Sebagai bagian dari penyamaran, Kühn kerap memperkenalkan diri dengan berbagai pekerjaan yang berbeda. Di satu waktu ia menyamar sebagai pensiunan dokter yang memiliki warisan besar sehingga mampu memiliki dua tempat tinggal, sebuah rumah di Pearl City dan sebuah pondok yang berada sangat dekat dengan lautan di Kalama –pondoknya ini memiliki posisi strategis karena menghadap ke Pearl Harbor. Terkadang ia menyebut dirinya sebagai mahasiswa sejarah Hawaii dan di waktu tertentu memperkenalkan diri sebagai penemu.

Penyamaran yang dilakukan keluarga Kühn dapat dikatakan berhasil. Sebab, tak satupun dari kenalan-kenalannya yang menaruh curiga terhadap aktivitas dan identitas asli keluarga ini. Bahkan, Patricia Lee Holt menulis dalam “Bombs over Pearl Harbor: A Family Affair”, termuat di World War II Journal Series: Pearl Harbor, tak ada yang curiga dengan aktivitas Nyonya Kühn yang sempat pergi ke Jepang dua kali dan kembali untuk kedua kalinya dengan membawa uang sebesar 16 ribu dolar yang ia setorkan ke rekening bank yang terus bertambah. Sekalipun ada yang bertanya tentang uang maupun kekayaan keluarga itu, Kühn hanya menjelaskan bahwa ia telah melakukan investasi yang sukses di luar negeri.

Baca juga: 

Sebelum Pearl Harbor, Pesawat AL Jepang Pernah Tenggelamkan Kapal AL AS.

Meski kenalan-kenalannya tidak menaruh curiga, kecurigaan terhadap aktivitas dan identitas keluarga Kühn bukan berarti tidak ada. Menurut Mark Harmon & Leon Carroll dalam Ghosts of Honolulu: A Japanese Spy, a Japanese American Spy Hunter, and the Untold Story of Pearl Harbor, kecurigaan itu justru berasal dari FBI yang mencium gelagat tidak biasa dari aktivitas Kühn dan keluarganya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salon kecantikan yang dioperasikan Ruth, putri Kühn, memang bukan sekadar bisnis biasa. Melalui salon yang menyediakan tarif paling murah bagi para pelanggannya itulah Ruth mengumpulkan informasi mengenai karier dan penugasan para perwira tinggi militer langsung dari mulut istri-istri mereka. Kebiasaan bergosip para ibu-ibu yang menjadi pelanggan tetap di salon milik Ruth ini sangat membantunya dalam mengumpulkan informasi, selain dari sang kekasih yang juga merupakan personel militer AS.

Hans, anak laki-laki Kühn yang masih berusia 6 tahun, juga tak mau ketinggalan menjalankan tugasnya. Dengan berpakaian seperti seorang pelaut, ia berjalan-jalan di tepi pantai dan menerima undangan dari sejumlah orang untuk berkeliling dengan kapal-kapal Angkatan Laut. Pelatihan singkat yang diberikan oleh orang tuanya membuat Hans kecil terbiasa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kapal dan operasinya. Sembari mengingat seluruh jawaban yang diberikan, “pelaut” cilik itu juga akan mengamati berbagai hal yang ia lihat saat berkeliling dengan kapal Angkatan Laut. Semua itu ia catat di dalam pikiran dan segera melaporkannya kepada sang ayah dan ibu sekembalinya ke rumah.

Foto Bernard Julius Otto Kühn, orang Jerman yang menjadi mata-mata Jepang, yang diambil oleh FBI ditempatkan di atas foto USS Shaw yang meledak ketika Jepang menyerang Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. (US Archives dan www.fbi.go.com/Wikimedia Commons)

“Kegiatan di Hawaii ini telah membuat keluarga Kühn diselidiki oleh FBI. ‘Pasangan ini memiliki sejumlah besar uang yang tampaknya berada di bawah kendali mereka,’ kata salah satu memo kepada direktur FBI, tertanggal 1 Mei 1939.‘ Mereka sering menjamu tamu dengan mewah, tamu-tamu mereka biasanya perwira Angkatan Darat dan istri mereka yang ditempatkan di berbagai benteng yang terletak dalam jarak dua puluh lima mil dari Honolulu dan perwira angkatan laut serta istri mereka yang ditempatkan di Pearl Harbor.’ Kesimpulan pada tahun 1939 sangat memberatkan: ‘Sudah sejak lama terlihat bahwa tujuan pasangan ini menghibur personel Angkatan Darat dan Angkatan Laut adalah untuk mendapatkan informasi mengenai rahasia dan pergerakan Angkatan Darat dan Angkatan Laut.’,” sebagaimana dikutip oleh Harmon dan Carrol.

Yang menarik, meski nyaris gagal dalam menjalankan operasi mata-matanya di akhir tahun 1930-an, Kühn yang oportunis melihat kesempatan untuk mendapat keuntungan yang lebih besar dari kemungkinan perang di antara Jepang dan Amerika Serikat seiring dengan memburuknya hubungan dua negara itu di medio awal tahun 1940-an. Berdasarkan hal ini, Kühn menghubungi pihak Jepang di mana ia menawarkan diri untuk menjadi pengawas pasukan Amerika. Meski sejumlah pihak Jepang menganggapnya tak terlalu dapat diandalkan, permintaan Kühn pada akhirnya disetujui. Setelah mengetahui hal ini, ia segera menyusun skema komunikasi rahasianya.

“Pada 30 November 1941, Kühn mengantarkan sebuah amplop ke dalam konsulat di Hawaii dengan skema komunikasi rahasianya, sementara istrinya menunggu di dalam mobil yang sedang berjalan. Ada tujuh belas jenis sinyal menggunakan sprei yang digantung di tali jemuran, lampu di jendela dua rumah yang berbeda, lampu mobil yang berkedip-kedip, bendera tertentu yang dikibarkan di tiang perahu layar, semuanya dalam berbagai kombinasi,” tulis Harmon dan Carrol.

Sayangnya, skema komunikasi rahasia yang diajukan Kühn dianggap terlalu rumit. Oleh karena itu ia diminta untuk memperbaikinya dan mengirimkan kembali ke pihak Jepang. Setelah direvisi, sistem tersebut dipangkas hanya menjadi delapan kode, yakni: lampu yang bersinar di jendela atap rumah Oahu dari pukul 9:00 hingga 10:00 malam berarti “kapal telah berlayar”; sprei yang tergantung di tali jemuran di Pantai Lanikai antara pukul 10:00 dan 11:00 berarti “formasi kapal perang telah meninggalkan pelabuhan”; dan masih banyak lagi. Selain itu, ada pula sandi-sandi rahasia yang disamarkan dalam iklan baris suratkabar.

Operasi mata-mata keluarga Kühn terus berlanjut hingga Jepang melancarkan serangan ke Pearl Harbor pada 7 Desember 1941 dan beberapa hari setelahnya. Sesaat setelah gempuran mematikan itu mengejutkan publik Amerika, Kühn dan keluarganya segera melakukan pengamatan dan memberikan informasi kepada intelijen Jepang di Hawaii.

Baca juga: 

Saat Pantai Barat Amerika Dibombardir Jepang

Di sisi lain, serangan terhadap Pearl Harbor membuat Amerika segera melakukan penyelidikan. Mereka mengetahui bahwa ada jaringan intelijen aktif di Hawaii yang bertugas melakukan pengamatan terhadap Pearl Harbor.

“Pertengahan pagi hari pada 11 Desember, pimpinan FBI, Angkatan Darat, dan Office of Naval Intelligence (ONI) berkumpul untuk membentuk respons terkoordinasi terhadap informasi mengenai jaringan mata-mata di Hawaii. FBI menugaskan sepasang agen ke Pantai Kalama untuk mengidentifikasi rumah dengan jendela atap yang disebutkan dalam sebuah informasi rahasia Jepang. Sementara itu, Angkatan Darat menempatkan penjaga di sepanjang pantai Kalam dan Lanikai, memindai garis pantai dan bentang laut untuk mengawasi lampu-lampu musuh berkedip-kedip,” tulis Harmon dan Carrol.

Penyelidikan ini pada akhirnya membawa mereka kepada keluarga Kühn. Setelah berhari-hari melakukan investigasi, agen intelijen AS mengetahui bahwa hanya ada dua rumah yang memiliki jemuran yang sesuai dengan sinyal yang digambarkan dalam informasi rahasia Jepang, dan pemilik kedua rumah itu adalah Kühn. Tak butuh waktu lama hingga keluarga ini ditangkap ketika mereka tengah asyik menjalankan tugasnya.

Atas perbuatannya, Kühn dijatuhi hukuman mati. Namun hukuman itu diringankan menjadi 50 tahun kerja paksa sebagai balasan atas sikap kolaboratifnya, ia bersedia memberikan informasi berharga terkait kontak-kontak Jepang dan Nazi yang dimiliknya. Selain Kühn, istri dan putrinya juga turut dijatuhi hukuman penjara, sementara Hans kecil dibesarkan di luar penjara selama keluarganya yang lain menjalani masa hukuman. Pada 1946, setelah beberapa tahun dibui, Kühn beserta keluarganya kembali ke Jerman.

TAG

perang dunia ii jepang amerika serikat

ARTIKEL TERKAIT

Potret Pribumi Ainu di Balik Golden Kamuy Ketika Jepang Tertipu Mata-mata Palsu Susu Indonesia Kembali ke Zaman Penjajahan Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Ulah Mahasiswa Kedokteran yang Bikin Jepang Meradang Mahasiwa yang Menolak Militerisme Jadi Orang Sukses Tamatnya Armada Jepang di Filipina (Bagian II – Habis) Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem Tamatnya Armada Jepang di Filipina (Bagian I) Azab Pemburu Cut Meutia