Masuk Daftar
My Getplus

Azab Pemburu Cut Meutia

Pemimpin penyergapan Cut Meutia ini mendapat bintang ksatria karena dianggap berjasa. Tewas sebagai tawanan perang Jepang.  

Oleh: Petrik Matanasi | 22 Okt 2024
Kapten Mosselman, pemimpin perburuan Cut Meutia yang meninggal dalam kamp tawanan Jepang. (oorlogsgravenstichting.nl)

TEUKU Raja Sabi sedang memancing ditemani seorang pengawal pada suatu hari. Si pengawal berdiri tidak jauh di dekatnya. Teuku ditemani pengawal karena ibunya, Cut Meutia, sedang tidak bisa menemaninya.  

Waktu itu, Cut Meutia baru sebulan menjanda setelah kematian Pang Nangroe, ayah tiri Raja Sabi. Ini adalah kedua kalinya Cut Meutia menjanda karena tentara Belanda.  

Di tengah keasyikan memancing tadi, Teuku Raja dan pengawalnya dikejutkan sebuah suara. Suara itu bukan panggilan orangtua yang menyuruh anaknya pulang, tapi suara peringatan bahaya. 

Advertising
Advertising

“'Kaphé datang!” bunyi peringatan yang diteriakkan dari sebuah pos jaga orang-orang Aceh untuk menandakan tentara Belanda mendekati mereka. Tak lama kemudian, suara tembakan terdengar. Raja Sabi langsung dipeluk pengawalnya lalu dibawa pergi lebih jauh ke dalam hutan menghindari bahaya. Sementara, sang ibu Cut Meutia terbunuh dalam perlawanannya. Begitulah kisah Cut Meutia yang digambarkan dalam Atjeh yang ditulis HC Zentgraaff tahun 1938.  

Penyergepan yang menyebabkan tewasnya Cut Meutia itu dikomando oleh Sersan Wilhelmus Jacobus Johannes Mosselman. Sepanjang September hingga Oktober 1910, selain Pang Nangroe dan Cut Meutia, gugur pula beberapa pejuang Aceh yang lain. Salah satunya Ulama Tengku Seupot Mata yang telah lama dicari oleh marsose-marsose yang dipimpin Mosselman. 

Brigade Marsose yang dipimpin Mosselman dianggap sukses. Penyergapan 22 hingga 26 Oktober 1910 itu membuat Mosselman dapat bintang lagi. Berdasar Koninklijk Besluit tanggal 6 Januari 1912 nomor 30, dirinya dianugerahi Ridders Militaire Willemsorde (RMW) 3e (Ksatria Militer Orde Willlem kelas tiga). Sebelum menyergap Cut Meutia, Mosselman sudah mendapatkan RMW kelas empatnya.  

Ketika operasi terhadap Cut Meutia itu sukses, Mosselman masih belia. Menurut stamboek militernya, anak Cornelis Mosselman dan Maria Johanna Loomans ini lahir pada 7 September 1884 di Geertruidenberg.  

Mosselman menjadi serdadu bawahan sejak 18 April 1900 di Belanda. Dalam hitungan bulan, dia mendapatkan sudah promosi kopral (14 November 1900) kendati baru pada 14 September 1901 dia resmi menjadi kopral. Pangkatnya naik menjadi sersan untuk tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indish Leger (KNIL) pada 10 Februari 1904.  

Pada April di tahun yang sama, dia naik kapal SS Sindoro untuk penugasan di tanah koloni.  Tiba di Batavia (kini Jakarta) pada Mei 1904, dia lalu ditempatkan di Batalyon Infanteri ke-11. Tiga tahun kemudian dia ditempatkan di satuan Marsose, sebuah pasukan anti-gerilya KNIL.  

Setelah menjadi sersan mayor pada 1913 dan menjadi onderluitenant yang setara pembantu letnan, dirinya lalu ditempatkan di satuan sambernyawa KNIL selain Marsose, penerbangan militer (Militaire Luchvaart). Koran Algemeen Handelsblad tanggal 31 Mei 1939 menyebutkan, Mosselman memperoleh lisensi terbang pada 1917 .  

Seperti Kapten Darlang, Mosselman pernah hampir mati karena kecelakaan pesawat. Koran Het Vaderland tanggal 4 September 1918 memberitakan, di Batavia pesawatnya jatuh setelah lepas landas. Dia terluka dan mesin pesawatnya hancur.  

Kendati selamat, Mosselman tak lama melanjutkan karier di militer. Pada 1922, dia pensiun setelah pemerintah Hindia Belanda mengabulkan permohonan pensiunnya. Dengan persetujuan itu, Mosselman berhak mendapat tunjangan 2.252 gulden setahun di samping pangkat tituler letnan dua. 

Namun 10 tahun menjalani masa “damai” pensiunnya, Perang Dunia II menganggunya. Mosselman kemudian diaktifkan lagi sebagai kapten cadangan pada staf divisi.  

Belanda di Nusantara akhirnya takluk lantaran tak mampu menghadapi tentara Jepang. Sebagaimana umumnya serdadu KNIL, Mosselman pun ditawan. Kartu tawanan perangnya menyebut Mosselman tertangkap di Cilacap pada 15 Maret 1942. Deritanya pun dimulai. Dia  pada 29 Oktober 1942 dibawa ke Thailand dan dari sana dibawa ke Birma. Dia ikut dipaksa mengerjakan pembuatan rel keretaapi Birma untuk kepentingan Jepang. Proyek militer Jepang itu memakan banyak korban nyawa, yang kemudian banyak difilmkan, mulai dari The Bridge on the River Kwai garapan David Lean hingga Railway Man karya Jonathan Teplitzky.  

Seperti umumnya tawanan perang Jepang berkulit putih, Mosselman pun kurang gizi sehingga mudah sakit setelah mengerjakan banyak pekerjaan berat. Mosselman akhirnya jatuh sakit dan kemudian dibawa ke Rangoon. Pemimpin regu pemburu Cut Meutia itu akhirnya meninggal di kampnya pada 3 Januari 1943 dan jenazahnya kemudian dikremasi.

TAG

marsose knil cut meutia perang aceh pendudukan jepang perang pasifik

ARTIKEL TERKAIT

Kapten KNIL Jadi Tuan Tanah Citeureup Belanda Tuan Tanah Cisarua Jenderal Belanda Tewas di Lombok Susu Indonesia Kembali ke Zaman Penjajahan Ulah Mahasiswa Kedokteran yang Bikin Jepang Meradang Bos Sawit Tewas di Siantar Mahasiwa yang Menolak Militerisme Jadi Orang Sukses Pelatih Galak dari Lembah Tidar Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem Prabowo Berenang di Manggarai