Masuk Daftar
My Getplus

Ulah Mahasiswa Kedokteran yang Bikin Jepang Meradang

Lantaran alasan teknis, latihan kemiliteran mahasiswa kedokteran era Jepang bubar. Mereka yang diduga sebagai "otak" langsung ditahan. Ada nama paman Prabowo.

Oleh: M.F. Mukthi | 05 Nov 2024
Mahasiswa Ika Dai Gakku sedang melakukan latihan baris-berbaris di Box Laan. Latihan tersebut menyulut kemarahan Jepang kepada para mahasiswa. (Repro "Mahasiswa '45 Prapatan-10")

PRESIDEN Prabowo Subianto mengaku bahwa nama belakangnya, Subianto, diambil dari nama pamannya, Soebianto Djojohadikusumo. Hal itu berulangkali diutarakannya di berbagai kesempatan.  

“Banyak yang tidak tahu, paman saya yang satu, namanya Soebianto, itulah nama yang saya sandang sekarang, Prabowo Subianto, (saya, red.) diberi nama Subianto,” ujar Prabowo di Mako Brimob, Depok, November 2021.

Sama seperti Prabowo, mendiang Soebianto berprofesi sebagai tentara. Bersama adiknya, taruna Soejono Djojohadikusumo, Soebianto gugur dalam Peristiwa Lengkong, Januari 1946 melawan Jepang.

Advertising
Advertising

Sebelum menjadi tentara pasca-proklamasi kemerdekaan, Soebianto merupakan mahasiswa kedokteran Ika Dai Gakku. Di sekolah tinggi kedokteran zaman pendudukan Jepang itu, fasisme ditanamkan lewat berbagai macam kegiatan seperti penggundulan dan latihan kemiliteran. Banyak mahasiswanya --yang berpemikiran modern Barat anti-fasisme dan anti-fasis-- tidak setuju terhadap praktik tersebut. Soebianto termasuk di dalam kelompok mahasiswa yang berpendirian keras sehingga menanggung risiko dihukum.

Soebianto dianggap terlibat dalam gerakan melawan penggundulan paksa di kampus pada Oktober 1943. Para mahasiswa yang tak setuju menganggap penggundulan itu sebagai bentuk fasisme. Akibatnya, Soebianto dan kawan-kawannya yang dianggap “otak perlawanan” ditahan selama 20 hari berikut penyiksaan di dalamnya. 

Namun, hukuman lebih berat diterima Soebianto pada pengujung tahun. Kejadiannya bermula dari latihan dasar kemiliteran yang didapatkan para mahasiswa pada suatu hari di bulan Desember 1943. Latihan yang diadakan di Box Laan (kini Jalan Prambanan, Jakarta) itu dipimpin langsung oleh instruktur-instruktur asal Jepang. 

“Latihan itu sebetulnya sangat minim memberi kesan sebagai Latihan untuk membangunkan semangat perang, lebih bersifat 'proforma', hanya meliputi pengenalan senjata karaben eks KNIL, Vickers mitraliur (water-cooled) caliber 303 Lee Enfield, bekas senjata tantara Belanda Hembrug caliber 6.5 Manlicher, dan submachine gun Smeischer kaliber 9 mm Luger, dan Mortir 81 mm. Di dalam Latihan itu sama sekali memakai senjata tantara,” tulis Suhario 'Kecik' Padmodiwiryo, alumnus Ika Dai Gakku yang kemudian menjadi pangdam Kalimantan Timur, dalam Si Pemburu 2.

Latihan pertama yang mereka dapatkan adalah baris-berbaris. Namun ketika latihan itu baru saja dimulai, hujan turun dengan lebatnya. Para mahasiswa pun langsung tercerai-berai lantaran  mencari tempat berteduh masing-masing. Kontan hal itu membuat para instruktur Jepang tadi marah. 

“Karena peraturan tidak membenarkan, latihan kemiliteran dihentikan begitu saja hanya karena turun hujan,” tulis Soejono Martosewojo, Eri Soedewo dan kawan-kawan dalam Mahasiswa ‘45 Prapatan-10: Pengabdiannya 1.

Instruktur-instruktur Jepang pun langsung memanggil para anak didiknya untuk kembali ke lapangan. Namun alih-alih mendapat kepatuhan, para instruktur justru mendapati perintahnya tak diindahkan sama sekali. Yang lebih parah, satu persatu mahasiswa malah pergi meninggalkan lapangan. Sontak para instruktur Jepang langsung “main tangan” pada mahasiswa yang tersisa.  

Hukuman fisik dari para instruktur itu rupanya tak menjadi akhir dari penindakan terhadap ketidakdisiplinan para mahasiswa. Tiga hari kemudian, beberapa mahasiswa ditangkap lalu ditahan di markas Kempeitai. Ada nama Soebianto di antara nama-nama seperti Eri Soedewo, Soedjatmoko, Soedarpo, Soejono Ms, Soeroto Kunto dan sederet nama lain yang dianggap terlibat.

Namun, kali ini mereka ditahan tak semata karena membangkang dalam latihan saja. Ada soal politis di dalamnya.

“Adanya berita radio Australia yang ditangkap oleh penguasa Jepang, mengatakan para mahasiswa Indonesia akan mengadakan pemogokan lagi sebagai protes terhadap tindakan kejam penguasa Jepang,” sambung  Soejono, Eri Soedewo dan kawan-kawan.

Adanya faktor politis dalam tuduhan penguasa Jepang membuat para mahasiswa Ika Dai Gakku yang ditahan mendapat hukuman berat. Selain disekap dalam kamar berukuran 3 x 4 meter, mereka hanya diperbolehkan duduk bersila dan tak diizinkan keluar sekadar untuk menghirup udara segar. Mereka juga disiksa dengan beragam siksaan fisik, mulai dari dipukuli, disundut rokok, hingga digantung tinggi-tinggi. 

Kendati tubuh mereka sudah penuh luka dan cedera, para mahasiswa enggan menyerah. Mereka keukeuh bungkam ketika diinterogasi tentang siapa otak di balik pembangkangan dalam latihan militer di Box Laan. 

Semantara, menganggap hukuman kerasnya tak berhasil, Jepang akhirnya membebaskan beberapa mahasiswa Ika Dai Gakku yang ditahan. Soejono Ms dan beberapa nama lain diperbolehkan melanjutkan perkuliahan lagi setelah itu. Namun, Soebianto ada di antara Soedjatmoko, Soedarpo, dan Suroto Kunto yang tak diperbolehkan melanjutkan kuliah di Ika Dai Gakku.

TAG

ika daigaku masapendudukanjepang prabowo subianto

ARTIKEL TERKAIT

Susu Indonesia Kembali ke Zaman Penjajahan Mahasiwa yang Menolak Militerisme Jadi Orang Sukses Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem Prabowo Berenang di Manggarai KNIL Jerman Ikut Kempeitai KNIL Turunan Genghis Khan Eks KNIL Tajir Ayah Pendiri Kopassus Tenggelam di Samudera Hindia Raja Bali yang Digosipkan Punya Harem Kakek Glenn Fredly Disiksa Jepang