Penemuan arkeologi telah mengungkap banyak hal tentang Mesir Kuno. Kuil-kuil fantastis, makam-makam kuno yang mengesankan, piramida-piramida yang ajaib, yang masih mampu berdiri setelah 4.500 tahun berlalu. Namun, penemuan ini juga menunjukkan makanan apa yang dikonsumsi oleh penguasa dan masyarakatnya. Misalnya, relief dinding dan makam menggambarkan persiapan makanan, peralatan memasak, dan bahan-bahan makanan.
Sebagaimana dilansir History, roti dan bir adalah makanan pokok masyarakat Mesir Kuno, di samping makanan yang dihasilkan oleh tanahnya seperti bawang merah, bawang putih, lentil (kacang-kacangan), daun bawang, lobak, selada, dan timun.
Magda Mehdawy dan Amr Hussein dalam The Pharaoh’s Kitchen menyebutkan, sejak periode pra-dinasti, orang Mesir Kuno mengonsumsi berbagai roti yang terbuat dari biji-bijian yang berbeda. Biji-bijian utama yang dibudidayakan orang Mesir Kuno adalah gandum emmer. Emmer merupakan sumber nutrisi yang cukup seimbang, tinggi mineral dan serat dibandingkan biji-bijian lain yang sejenis.
Untuk membuat roti, tepung biasanya dicampur dengan bahan ragi, garam, dan rempah-rempah. Terkadang juga dengan telur dan mentega.
Roti dibuat dari adonan yang menggunakan lebih banyak ragi daripada roti biasanya. Lalu roti dipanggang pada suhu yang tidak mematikan kultur ragi.
Roti juga bisa diisi dengan kacang-kacangan atau sayuran. Bisa juga dibuat manis dengan madu atau kurma.
Baca juga: Serba Serbi Makanan Zaman Purba
Sementara itu, para pembuat bir biasanya menghancurkan roti di dalam tong lalu membiarkannya berfermentasi secara alami di dalam air.
"Ini menghasilkan minuman kental dan keruh yang mungkin akan membuat jijik selera modern kita," catat History. "Tapi itu juga bergizi dan sehat, dan mengisi banyak kekurangan nutrisi dari makanan kelas bawah."
Baca juga: Santapan Aneh Para Raja
Dari pendeta sampai pekerja kasta paling rendah mengonsumsi roti dan bir setiap hari. Tentu saja kualitas yang dimakan para pendeta lebih baik. Buruh biasanya makan dua kali sehari. Menu pagi terdiri dari roti, bir, dan bawang. Mereka makan malam dengan sayuran rebus, daging, dan lebih banyak roti dan bir.
Pendeta dan keluarga kerajaan makan lebih baik. Mereka akan makan sayuran, daging, dan biji-bijian setiap makan. Ditambah anggur dan produk susu seperti mentega dan keju.
Baca juga: Makanan Kesukaan Sultan Yogyakarta
Mengolah Lauk Pauk
Orang Mesir Kuno bisa jadi juga berburu hewan liar, termasuk kuda nil, rusa, bangau, dan hewan-hewan kecil seperti landak. Dari peninggalan-peninggalan di makam kuno diketahui bahwa mereka mengolah daging hewan seperti kijang liar panggang madu dan bebek panggang; delima dan buah-buahan seperti jujube. Ada juga kue madu sebagai pencuci mulut.
"Sayuran liar berlimpah. Di antaranya seledri, batang papirus, dan bawang," tulis History.
Pada relief dinding bangunan-bangunan Mesir Kuno juga terdapat aktivitas menangkap ikan dengan ditombak atau jaring. Ikan menjadi sesuatu yang dipersembahkan.
"Ada juga banyak bukti arkeologi untuk konsumsi ikan dari situs-situs seperti Gaza dan Amama," kata Kate Spence, arkeolog dan spesialis Mesir Kuno di Universitas Cambridge, Inggris, sebagaimana dikutip Live Science.
Masyarakat Mesir Kuno biasanya mengasinkan dan mengawetkan ikan. "Faktanya, perawatan ikan sangat penting bagi orang Mesir sehingga hanya pejabat kuil yang diizinkan melakukannya," jelas History.
Baca juga: Ikan, Kuliner Favorit Sejak Dulu
Vegetarian
Wajar saja orang Mesir Kuno mengonsumsi ikan mengingat peradabannya berada di sepanjang Sungai Nil. Namun, temuan tim peneliti dari Universitas Lyon cukup mengejutkan. Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Archaeological Science dan dilaporkan Live Science itu menyebutkan bahwa sebagian besar orang Mesir Kuno adalah vegetarian.
Kesimpulan itu setelah tim peneliti menganalisis atom kabon pada mumi yang pernah hidup di Mesir antara 3.500 SM dan 600 M. Mereka mengambil sampel dari 45 orang Mesir Kuno yang dikirim ke dua museum di Lyon, Prancis pada abad ke-19. Rasio karbon dari tulang, enamel gigi, dan rambut pada mumi-mumi itu diukur dengan metode mutakhir.
"Kami bekerja dengan periode yang berbeda-beda, sehingga kami bisa mendapatkan data dari periode yang panjang," jelas Alexandra Touzeau, pemimpin tim peneliti dari Universitas Lyon, sebagaimana dikutip Live Science.
Baca juga: Makan Daging Masa Jawa Kuno
Touzeau menjelaskan, semua atom karbon diambil oleh tumbuhan dari karbondioksida di atmosfer melalui fotosintesis. Misalnya, seseorang memakan tumbuhan atau hewan yang memakan tumbuhan, karbon akan berakhir di tubuh orang itu.
Hasilnya mengungkapkan bahwa makanan orang Mesir Kuno terutama berbasis gandum dan barley. Sereal seperti millet dan sorgum merupakan bagian kecil dari makanan mereka, yakni kurang dari 10 persen.
Salah satu poin dari penemuan itu yang paling tidak biasa adalah tampaknya ikan bukanlah makanan utama orang Mesir Kuno. Sebagaimana ditulis Live Science, di dalam budaya kuno, vegetarian jauh lebih umum, kecuali dalam populasi nomaden. Sebagian besar populasi yang menetap akan lebih sering makan buah dan sayuran.
"Faktanya, banyak makan daging adalah fenomena baru," tulis laman itu.
Masih Bisa Ditemukan
Magda Mehdawy dan Amr Hussein menulis bahwa beberapa bahan makanan tertentu tidak diperkenalkan ke Mesir sampai setelah zaman firaun. Di antaranya gula, lemon, tomat, ayam, dan cabai. Makanan tersebut telah masuk ke dapur Mesir selatan modern.
Namun, apa yang dulu disiapkan di dapur firaun kemungkinan masih bisa dirasakan lewat kuliner di wilayah Mesir bagian selatan, yakni wilayah Mesir Hulu dan Nubia. Di sana metode dan bahan memasak kemungkinan besar belum banyak berubah sejak zaman firaun. "Karena relatif kurangnya pengaruh asing di daerah tersebut," lanjutnya.
Baca juga: Kisah Rempah dan Kuliner Khas Yogyakarta
Metode memasak di Mesir Hulu dan Nubia, wilayah yang selalu sangat terpencil, berpegang erat pada budaya kuno dan tradisi yang diwariskan. Sebagaimana kebiasaan pada era firaun, mereka cenderung menggunakan sedikit bahan dan rempah-rempah. Kemiripan juga ditemukan pada preferensi mereka untuk sayuran, biji-bijian, dan rempah-rempah asli daerah itu.
"Masakan di wilayah itu kemungkinan paling dekat dengan makanan yang disiapkan di dapur para firaun," jelas Magda Mehdawy dan Amr Hussein.
Baca juga: Jejak Kuliner pada Karang Gigi
Dibandingkan itu, kuliner di Mesir Hilir, yakni wilayah paling utara dari Mesir yang meliputi kawasan Delta Sungai Nil yang subur, kini telah banyak berubah. Itu karena wilayah itu mendapat banyak pengaruh dari Yunani, Romawi, invasi Islam, invasi Ottoman, dan imigran lainnya.
"Semua ini berdampak langsung pada kebiasaan makan dan memasak serta variasi resep. Dapur Mesir modern di wilayah ini adalah hasil dari pengaruh ini," jelasnya.