WAKTU sudah menunjuk pukul 11 malam. Walau sudah larut, sebuah bar di Reno, Nevada masih ramai di suatu hari di tahun 1988 itu. Kenneth ‘Kenny’ Wells (diperankan Matthew McConaughey) dan rekan-rekannya masih sibuk dengan komputer dan telepon mereka untuk mengontak banyak investor.
Bar itu adalah bar milik Kay (Bryce Dallas Howard), kekasih Wells. Wells berada di jurang kebangkrutan dan tertatih-tatih mempertahankan Washoe Mining Corporation, perusahaan keluarganya, usai kematian ayahnya.
Wells melihat secercah cahaya di ujung terowongan, terutama setelah ia mendapat mimpi dalam tidurnya. Ia bermimpi tentang Indonesia dan hutan tropis Kalimantannya. Ia bermimpi mendapatkan perak, tembaga, bahkan emas. Mimpi itu kemudian membuatnya menggadaikan perhiasan sang kekasih untuk bisa berangkat ke Jakarta menemui geolog Michael Acosta (Édgar Ramírez).
Baca juga: Percy Melawan Perusahaan Raksasa
Mimpi itu jadi pembuka petualangan Wells dalam film bertajuk Gold. Film drama kriminal besutan sutradara Stephen Gaghan ini terinspirasi dari kisah nyata seorang pebisnis dan pencari emas yang rela bertualang jauh-jauh dari Amerika ke Indonesia. Gaghan menggarap Gold dengan alur maju-mundur.
Di hadapan agen khusus FBI Paul Jennings (Toby Kebbell), Wells menceritakan awal mula bagaimana ia menemukan tambang emas dekat habitat suku Dayak Kensana. Bermodalkan teori cincin api Acosta, ia yakin ada kandungan emas di bawah tanah sana.
Baca juga: Petualangan Gereget Pria Berusia 100 Tahun
Acosta dikenal para investor dan pebisnis tambang lewat teorinya itu karena menemukan tambang tembaga di Sulawesi Utara. “Ada Lempeng Nazca, Lempeng Pasifik, Juan de Fuca, Amerika Utara, Amerika Selatan, Aleut, Mariana, Tonga. Lempeng-lempeng itu bergesekan satu sama lain dengan tekanan enam triliun kilobit. Dari situ saya menemukan tembaga dan karena itulah saya akan menemukan emas,” ujar Acosta sesumbar.
Wells mempercayainya. Setelah masuk ke hutan untuk melihat spot-spot yang diyakini Acosta, Wells mengajak Acosta bekerjasama dengan tanda tangan kontrak di atas kertas tisu. Wells lalu kembali ke Amerika dan pontang-panting mencari investor. Dia akhirnya mendapat modal awal 267.434 dolar untuk operasional mengongkosi buruh dari masyarakat Dayak hingga membeli mesin coring untuk mendapatkan sampel dari lapisan-lapisan bumi.
Wells kembali ke Kalimantan dan terjangkit malaria, Acosta mengklaim mendapat kandungan emas. Wells yang wara-wiri Indonesia-Amerika tak sia-sia karena akhirnya ia mendapat banyak investor. Salah satunya adalah perusahaan investasi di Wall Street di New York, “Brown, Thomas”.
Sayangnya deal tak berjalan lancar. Bos “Brown, Thomas” Mark Hancock (Bruce Greenwood) menginginkan kemitraan strategis. Ia bahkan ingin mengambilalih mayoritas saham Washoe dengan tawaran 300 juta dolar. Saat Wells menolak, Hancock memanfaatkan relasinya dengan Presiden RI Soeharto untuk mencabut izin eksplorasi dan menutup tambang Washoe di Kalimantan.
Baca juga: Vice yang Menyibak Tabir Kebohongan Amerika
Tak habis akal, Acosta mencari kenalannya untuk bisa melawan balik. Bersama Wells, Acosta menemui Darmadi ‘Danny’ Soeharto (Jirayu Tantrakul), putra bungsu Presiden Soeharto. Acosta dan Wells ingin mengajak kerjasama Danny agar bisa membujuk Presiden Suharto membuka lagi tambangnya.
Geliat pencarian emas di tambang Kalimantan itu pun melonjak lagi. Namun kenapa kemudian Wells sampai diwawancara FBI? Temukan jawabannya sembari menyaksikan kelanjutan kisahnya hanya di aplikasi daring Mola TV.
Terinspirasi Skandal Busang
Untuk lebih menguatkan nuansa era 1980-an, lagu-lagu pop 1980-an dan awal 1990-an disisipi komposer Daniel Pemberton dipadukan dengan music scoring “nge-beat” era itu. Sutradara Gaghan puas terhadap garapan Pemberton.
“Anda memainkan musik di masa 1992 atau 1993 dan sejenisnya, ada G. Love dan The Special Sauce. Lalu Anda padukan dengan masa 1987, 1988, 1989, dan Anda merasakan getaran baru yang lebih terasa,” kata Gaghan kepada Calgary Herald, 30 Januari 2017.
Namun, suasana 1980-an Jakarta tak begitu terasa karena proses produksinya tak dilakukan langsung di Jakarta. Pun dengan bentangan alam tropisnya yang bagi penonton tanah air akan langsung dipahami itu bukanlah Kalimantan.
Baca juga: Kisah Sekelompok Pemuda Berambisi Harta, Tahta, dan Wanita
Produksinya sendiri dilakukan di Thailand. Alhasil nuansa ke-Indonesia-annya kurang terasa.
Kendati demikian, intrik-intrik dalam kesepakatan bisnis dan tetek-bengeknya digambarkan dengan cukup apik. Hal itu membuka mata penonton bahwa situasi di masa itu semua urusan di Indonesia melulu bermuara pada Soeharto sang penguasa rezim Orde Baru. Wells dan Acosta, sebagaimana para pebisnis lain, mesti menyiapkan uang lebih untuk menyuap pejabat-pejabat pemerintah daerah demi mendapatkan izin dan hak eksplorasi.
Dan seperti disebutkan dalam label filmnya, Gold terinspirasi dari kisah nyata skandal perusahaan tambang Bre-X Minerals Ltd. yang berasal dari Calgary, Kanada. Skandal yang dipupuk sejak 1993 itu baru terkuak ke publik empat tahun berselang dan menjadi kasus penipuan terbesar di Kanada.
“Kami tak percaya belum ada yang menggarap kisah ini. Kami menelepon agen-agen kami dan bertanya, apakah sudah pernah ada yang memproduksi kisah penipuan Bre-X? Nyatanya belum pernah ada yang mendengarnya, mungkin karena cerita itu berasal dari Kanada dan publik Amerika hanya fokus pada cerita-cerita Amerika,” ungkap produser merangkap penulis skenario Patrick Massett kepada CBC, 26 Januari 2017.
Wajah Umum Bisnis Era Orba
Meski begitu, ketika diputuskan untuk digarap, tim produksi mendramatisasi banyak detail demi alasan legal. Semisal, identitas perusahaan Bre-X yang difiksikan menjadi Washoe dan lokasi asli tambangnya di Busang (Kalimantan Timur) didramatisasi menjadi Kensana.
Pun dengan para tokohnya. Karakter utama, Kenny Wells, dibuat berdasarkan Presiden dan CEO Bre-X David Walsh; tokoh Michael Acosta merupakan perpaduan alter ego pakar geologi John B. Felderhof dan Michael de Guzman. Sementara, Darmadi Suharto merupakan samaran dari Sigit Harjojudanto, putra kedua Presiden Suharto.
Jalan cerita Gold sejalan dengan skandal penipuan Bre-X yang banyak diulas media massa Kanada, Amerika, dan bahkan Indonesia. Ulasan dari Indonesia yang paling mendalam adalah laporan investigasi jurnalis (mendiang) Bondan Winarno yang dibukukan dengan tajuk Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi.
Baca juga: The Godfather: Part III dan Skandal Vatikan
Bondan menguraikan kronologisnya dengan David G. Walsh datang ke Jakarta mulanya untuk mencari geolog John Felderhorf. Dalam film digambarkan, Walsh terbang dari negerinya dengan harta terakhirnya, 10 ribu dolar Kanada, untuk bertualang ke Kalimantan bersama Felderhorf pada Maret 1993. Bedanya, Walsh dan Felderhorf tak mendirikan tambangnya dari nol dengan membuka lahan sebagaimana dalam film.
“Mereka pergi 12 hari ke Kalimantan. Felderhof menyarankan Walsh membeli properti Busang dari Montague Gold NL, Australia. Walsh berhasil mengumpulkan dana saham dan membeli properti Busang dari Montague senilai 80 ribu dolar Australia,” ungkap Bondan.
Hingga Oktober 1995, Bre-X mengklaim bahwa upaya eksplorasi mereka di Busang mengasilkan potensi lebih dari 30 juta ons emas. Beberapa bulan setelahnya Menteri Pertambangan dan Energi Republik Indonesia Ida Bagus Sudjana mulai mendapat informasi potensi itu.
Seiring waktu, nilai saham Bre-X di Bursa Saham Toronto melejit karena Bre-X mengklaim potensi emasnya terus meningkat. Namun surat izin pengeborannya tiba-tiba dicabut pemerintah Indonesia pada Agustus 1966. Upaya Bre-X baru kembali mulus setelah bermitra dengan Sigit Soeharto pada Oktober 1996.
“Bre-X melakukan aliansi strategis dengan PT Panutan Duta, milik Sigit Harjojudanto. Bre-X akan membayar Panutan Duta 1 juta dolar Australia sebulan selama 40 bulan sebagai jasa konsultasi teknis dan administrasi. Panutan Duta juga akan memperoleh saham 10 persen di Busang II dan III,” sambungnya.
Baca juga: Gotti, Mafia Flamboyan yang Dicinta dan Dibenci
Hingga pertengahan 1997, upaya dan proyek Bre-X melibatkan begitu banyak perusahaan asing serta pengusaha dan pejabat tanah air. Selain Placer Dome Inc. asal Kanada, ada PT Freeport-McMoran, PT Indocopper Investama Corporation, PT Askatindo Karya Mineral, dan PT Amsya Lina yang diakuisisi 50 persen sahamnya oleh Bob Hasan.
Skandal Bre-X terungkap pertamakali pada April 1997. Sampel inti bor dari cebakan Busang yang diteliti di tiga laboratorium di Kanada, Australia, dan Indonesia nyatanya tak mengandung emas murni, melainkan emas “asing”. Artinya, sampel Busang yang selama ini diklaim Bre-X mengandung emas, ternyata merupakan butiran emas “asing” yang dicampurkan ke sampelnya lewat metode salting.
Tetapi sebulan sebelum skandal itu terkuak, pada 19 Maret 1997 keluar laporan bahwa geolog Michael de Guzman bunuh diri dengan melompat dari helikopter. Namun, jasadnya tak bisa diperiksa karena diberitakan jadi santapan binatang buas di pedalaman Kalimantan. Kejanggalan itu menjadi pintu masuk Bondan untuk menginvestigasinya. Bondan tak percaya De Guzman bunuh diri.
Sementara itu, Bre-X mulai mendapat gugatan dari semua investornya pada Mei 1997. Walsh yang pindah ke Kepulauan Bahama mengaku tak tahu-menahu soal sampel yang “dicemarkan” De Guzman dengan metode salting. Walsh kemudian dilaporkan meninggal pada 4 Juni 1998 karena pembesaran pembuluh darah otak.
Baca juga: The Mercy, Berlayar dan Tak Kembali
Bre-X akhirnya dinyatakan bangkrut pada 5 November 1997. Felderhof yang diajukan ke pengadilan pada Mei 1999 dinyatakan tak bersalah setelah melakoni serangkaian sidang hingga 31 Juli 2007. Hanya De Guzman yang kemudian dipercaya hilang tanpa jejak.
“Apa yang terjadi pada De Guzman masih kabur dan misterius. Akhir cerita De Guzman dijadikan kambing hitam oleh Felderhof. Keluarganya (De Guzman) dan mereka yang percaya bahwa ia memalsukan kematiannya, mengklaim bahwa otopsi jasadnya tak dilakukan dengan baik. Mereka yakin De Guzman melarikan diri,” tandas Mark Bourrie dalam Flim Flam: Canada’s Greates Frauds, Scams, and Con Artists.
Deskripsi Film:
Judul: Gold | Sutradara: Stephen Gaghan | Pemain: Matthew McConaughey, Édgar Ramírez, Bryce Dallas Howard, Corey Stoll, Rachael Taylor, Stacy Keach, Jirayu Tantrakul, Toby Kebbell | Produser: Matthew McConaughey, Patrick Massett, John Zinman, Teddy Schwarzman, Michael Nozik | Produksi: Boies/Schiller Films, Black Bear Pictures, Highway 61 Films| Distributor: TWC-Dimension | Genre: Drama Kriminal | Durasi: 121 menit | Rilis: 30 Desember 2016, Mola TV