KATEDRAL tua Santo Patricius, New York pada suatu hari di bulan November 1979. Para hadirin, baik kerabat maupun keluarga, begitu khusyuk menjalani upacara pelantikan Don Michael Corleone (diperankan Al Pacino) sebagai penerima gelar anggota kehormatan Ordo Santo Patricius. Sebuah medali penandanya kemudian dikalungkan di lehernya oleh seorang uskup.
Penobatan itu lantas disambung dengan pesta meriah di kediamannya. Namun di tengah pesta itu, Michael diusik perkara yang membelit keponakannya, Vincenzo ‘Vincent’ Mancini-Corleone (Andy García), dengan bos mafia yang baru naik daun, Joey Zasa (Joe Mantegna). Karena tak kunjung damai, rekan senior Michael, Don Altobello (Eli Wallach), berjanji untuk membantunya mendamaikan suasana.
Michael tentu berterimakasih karena ia sedang tak ingin diganggu masalah sang keponakan. Yang lebih penting, Michael berencana membawa organisasi keluarganya keluar dari dunia hitam. Lewat Yayasan Vito Andolini Corleone Foundation yang didirikannya, Michael ingin semua aktivitas keluarganya tak lagi bergulir di luar aturan legal.
Peluang itu hadir setelah Michael mendermakan 100 juta dolar kepada Vatikan melalui Uskup Agung Gilday (Donal Donnelly). Namun, lewat sumbangan itu Michael berharap Uskup Agung Gilday bisa menjembatani dirinya masuk ke gurita bisnis Vatikan yang selama ini dijalankan lewat Bank Vatikan dan Socièta Generale Immobiliare, sebuah perusahaan properti internasional.
Baca juga: Melihat Lebih Dekat Dunia Mafia Lewat The Godfather
Adegan-adegan itu jadi pembuka film pamungkas dari trilogi The Godfather, The Godfather: Part III garapan sineas legendaris Francis Ford Coppola. Selain rumit, kisah Michael sang “Godfather” dari sebuah keluarga mafia itu pun mulai menjamah skala yang lebih besar.
Pada adegan lanjutannya, Michael mencoba bernegosiasi dengan Uskup Agung Gilday. Michael dijanjikan akan menguasai 25 persen saham Vatikan atas perusahaan properti multinasional Immobiliare jika bersedia mengirim deposit 600 juta dolar ke Institutum pro Operibus Religionis (Bank Vatikan).
Sementara di sisi lain, Michael ingin “pamit” dari bisnis judi dan kasino agar bisa fokus memegang saham Vatikan itu jika perjanjiannya diratifikasi Paus Paulus VI. Michael pun mengadakan pertemuan dengan semua tetua mafia. Sialnya, dalam pertemuan itu Joey Zasa membantai semua tetua, kecuali Michael yang melarikan diri berkat aksi heroik Vincent.
Keadaan diperparah lantaran Michael mulai menderita diabetic stroke. Tampuk kepemimpinan keluarga Corleone sementara mesti dipegang adiknya, Constanzia ‘Connie’ Corleone (Talia Shire) dan Vincent, selama Michael dirawat.
Baca juga: The Godfather: Part II dan Seluk-Beluk Organisasi Mafia
Untuk mencari tahu siapa dalang di balik aksi pembantaian oleh Zasa, keluarga Michael “mudik” ke Sisilia untuk minta petuah sahabat mendiang ayahnya, Don Tommasino (Vittorio Duse). Dari Tommasinolah Michael tahu siapa aktor-aktor intelektual yang membawahi Zasa. Sengkarut kian rumit ketika Uskup Agung Gilday ikut terlibat dan menipunya dengan janji manis bisnis Vatikan-nya.
Dari Tommasino, Michael juga menemukan Kardinal Lamberto (Raf Vallone) yang bisa menolongnya untuk membalikkan keadaan. Kelak, Kardinal Lamberto dinobatkan menjadi Paus dengan nama Paus Yohanes Paulus I pasca-mangkatnya Paus Paulus IV.
Mampukah Michael dengan bantuan Vincent, yang akan jadi suksesornya, membenahi benang kusut itu? Baiknya Anda tonton sendiri The Godfather: Part III di aplikasi daring Mola TV dengan kualitas gambar yang masih apik.
Narasi Skandal dan Teori Konspirasi
Seperti dua film sebelumnya, Coppola mengemas epilog dari trilogi The Godfather ini dengan nuansa kultur Sisilia dalam adegan-adegan pesta keluarga Michael di New York, maupun saat menginjakkan kaki di Sisilia lagi. Tone film dan music scoring garapan komposer Carmine Coppola yang notabene ayah sang sutradara pun menambah kental suasana Sisilia itu.
Hanya saja, intrik-intrik dalam sejumlah ceritanya terlampau dibuat rumit oleh Coppola, yang menulis naskahnya dibantu Mario Puzo, penulis novel The Godfather. Kerumitan antara lain tersua dalam adegan plot tipu daya yang dialami Michael dan kisah cinta antara Michael dengan mantan istrinya, Kay (Diane Keaton), serta Vincent dengan Mary (Sofia Coppola), putri Michael.
“Jika Anda berpikir secara rasional, film ini juga membingungkan dan terdapat alur yang terputus-putus. Mustahil Anda bisa mengerti jika tidak lebih dulu menyaksikan film pertama dan sekuelnya (The Godfather dan The Godfather Part: II). Adegan akhir, di mana (sutradara) ingin mengulang adegan kematian Marlon Brando (yang memerankan Vito Corleone), seperti asal-asalan dan sangat aneh,” tulis kritikus ternama Roger Ebert dalam kolomnya yang dimuat suratkabar Chicago Sun-Times, 25 Desember 1990.
Baca juga: Francis Ford Coppola dan Trilogi The Godfather
Adanya beberapa alur cerita yang terputus disebabkan adanya banyak revisi dan penulisan ulang naskahnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah penolakan Robert Duvall (pemeran consigliere Tom Hagen), salah satu aktor kunci di dua film sebelumnya, untuk bermain kembali. Hagen terpaksa digantikan tokoh pengacara lain, BJ Harrison (diperankan George Hamilton). Revisi juga dilakukan pada sosok Anthony Corleone (Franck D’Ambrosio). Mulanya dia perwira Angkatan Laut Amerika dan bekerja untuk CIA, lalu diubah menjadi seorang penyanyi opera.
Dengan sejumlah masalah pra-produksi yang dialami Coppola itu, The Godfather: Part III tak memenangkan satu pun Piala Oscar dan Golden Globe meski mendapat sejumlah nominasi. Kendati begitu, Coppola tetap mengemukakan isu-isu menarik. Dalam film ketiganya ini, Coppola mengangkat isu miring Vatikan dan misteri di balik pembunuhan Paus Yohanes Paulus I pada akhir 1978.
“Filmnya terinspirasi dari skandal korupsi di lingkaran dalam Vatikan. Juga terinspirasi dari kematian mendadak Paus Yohanes Paulus I, serta kematian tidak wajar bankir Vatikan di Jembatan London. Cerita itu yang dikaitkan dengan cerita fiktif Corleone, membuat kita bisa mengintip bagaimana intrik korupsi oknum-oknum Vatikan dari dalam tempat suci mereka bernaung,” imbuh Ebert.
Coppola mengakui dirinya terinspirasi dari skandal yang pernah membelit Vatikan pada akhir 1970-an itu setelah ia sering mengunjungi Charles “Charlie” Bludhorn, salah satu bos Gulf and Western. Gulf and Western merupakan induk dari rumah produksi Paramount Pictures. Dalam Godfather: The Intimate Francis Ford Coppola, Gene D. Phillips mengungkapkan Coppola sudah sering bersua Bludhorn sejak dimulainya produksi The Godfather (1972).
“Satu hal yang saya tahu, Immobiliare juga punya saham di Paramount Pictures. Kadang ketika saya mengunjungi Bludhorn, saya sering melihat sosok misterius yang kelak punya peran besar dalam skandal Bank Vatikan,” terang Coppola, dikutip Phillips.
Sosok misterius yang kerap bolak-balik ke Gulf and Western itu adalah Michele Sindona, bankir yang menjembatani organisasi-organisasi mafia Sisilia dengan Bank Vatikan dan Immobiliare. Sindona juga jadi sosok kunci Immobiliare membeli sejumlah saham Paramount Pictures.
“Justru akhirnya tidak menjadi ironis, meski faktanya Paramount Pictures mengongkosi The Godfather, di mana aliran uangnya juga datang dari mafia yang terkoneksi dengan Sindona. Faktanya juga, Sindona yang kemudian mendukung keputusan Paramount memproduksi The Godfather lantaran ia merasa dikhianati sejumlah organisasi mafia yang jadi mitranya,” sambung Phillips.
Baca juga: Robert De Niro Berkisah tentang The Godfather: Part II
Saat semua operasi Sindona mulai terkuak pada akhir 1970-an, lanjut Phillips, harga saham Immobiliare dan Bank Vatikan ikut ambruk hingga merugi 30 juta dolar. Sindona pun ditahan FBI dengan 65 dakwaan, termasuk penggelapan uang dan pemberian pernyataan palsu. Meski divonis penjara 25 tahun, pemerintah Italia minta ekstradisi untuk menghukumnya lagi atas dakwaan pembunuhan. Sindona lantas diekstradisi dan divonis penjara seumur hidup pada 27 Maret 1984. Akan tetapi, dua tahun berselang ia ditemukan tak bernyawa di dalam selnya di Penjara Voghera setelah bunuh diri menggunakan racun sianida.
“Semua cerita tentang Sindona itu didapat Coppola dengan lebih terang dari Bludhorn. Coppola kemudian menggunakannya sebagai bahan cerita fiksi The Godfather: Part III. Pada closing credit, Coppola mendedikasikan The Godfather: Part III kepada Bludhorn karena dia ‘menginspirasi’ filmnya,” sambung Phillips.
Selain dari Bludhorn, Coppola juga meramu ceritanya dari buku kontroversial karya jurnalis Inggris David Yallop, In God’s Name: An Investigation Into the Murder of Pope John Paul I (1984). Buku ini menguraikan teori konspirasi terkait pembunuhan Paus Yohanes Paulus I yang baru 33 hari bertakhta di Vatikan.
Baca juga: The Two Popes, Dua Paus dalam Sejarah Kelam
Dalam bukunya, Yallop mengklaim bahwa pembunuhan paus melibatkan banyak aktor yang juga terlibat dalam skandal Bank Vatikan dan Immobiliare. Antara lain Uskup Agung Paul Marcinkus (kepala Bank Vatikan), Kardinal Giuseppe Caprio (kepala urusan ekonomi dan finansial Vatikan), dan Roberto Calvi (akuntan Banco Ambrosiano). Kardinal Albino Luciani, ujar Yallop, yang dinobatkan sebagai Paus Yohanes Paulus I, dibunuh dengan racun setelah berencana melakukan reformasi finansial Vatikan. Rencana itu dianggap oknum-oknum tadi sebagai tindakan “pembersihan” yang mengancam mereka.
Hasilnya, Coppola menghadirkan sosok-sosok yang diumbar Yallop itu lewat karakter-karakter fiktif. Karakter Kardinal Lamberto dihadirkan untuk menggambarkan Kardinal Luciani, Uskup Agung Gilday untuk Uskup Agung Marcinkus, dan bankir Frederick Keinszig untuk Roberto Calvi.
Data Film:
Judul: The Godfather: Part III | Sutradara dan Produser: Francis Ford Coppola | Pemain: Al Pacino, Andy García, Talia Shire, Eli Wallach, Joe Mantegna, Bridget Fonda, Sofia Coppola, Raf Vallone, Donal Donnelly, George Hamilton | Produksi: Paramount Pictures, Zoetrope Studios | Distributor: Paramount Pictures | Genre: Fiksi Kriminal | Durasi: 162 menit | Rilis: 20 Desember 1990, Mola TV