Setelah berbincang dengan Presiden Sukarno di Istana, Brigjen Soegih Arto pun mengerti misi yang bakal diembannya. Soegih Arto punya tugas menembus Departemen Luar Negeri Inggris. Di institusi tersebut, dia harus bernegosiasi dengan pejabat berpengaruh untuk menghentikan konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia.
Sebelum pamit undur diri, Soegih Arto secara kelakar mengatakan kepada presiden bahwa dirinya tidak punya uang sebagai bekal berdiplomasi. Mendengar itu, Bung Karno kemudian mengajak Soegih Arto ke kamarnya. Langkah mereka terhenti pada sebuah lemari. Soegih Arto dipersilakan menunggu. Sementara itu, Bung Karno membuka isi lemari yang di dalamnya terdapat brankas uang. Lama sekali Bung Karno menghitung uang sehingga Soegih Arto sampai dapat mendengar dengan jelas suara gepokan uang lembar demi lembar.
“Hati saya sangat gembira. Menghitung begitu lama, tidak bisa berarti lain, kecuali bekal bagi saya akan banyak,” tutur Soegih Arto dalam otobiografinya Sanul Daca: Pengalaman Pribadi Letjen (Pur.) Soegih Arto.
Baca juga:
Kegamangan Sukarno Mengganyang Malaysia
Setelah beberapa saat, Bung Karno akhirnya memberikan satu gulungan uang dalam mata uang dollar Amerika Serikat. Tanpa melihat berapa jumlahnya, Soegih Arto langsung menerimanya dengan sumringah. Soegih Arto kemudian permisi seraya mengucapan terimakasih kepada Bung Karno.
Setelah tiba di emperan Istana Negara, Soegih Arto baru berani melihat uang yang sedaritadi digenggamya. Mata Soegih Arto terbelalak ketika mengetahui berapa jumlah sangu yang diterimanya. Uang dolar itu ternyata semua recehan kecil dan hanya berjumlah $ 250.
Dari Istana, Soegih Arto bergegas ke kantor Departemen Luar Negeri untuk melaporkan tugas yang diberikan presiden. Kepada Menteri Luar Negeri Soebandrio, Soegih Arto mengeluhkan jumlah bekal yang diterima dari Bung Karno. Tanggapan Soebandrio hanya tertawa seraya berkata, “Sudah dikasih masih menggerutu, itu kurang baik, meskipun saya akui itu tidak banyak.”
Baca juga: Ketika Soebandrio Diancam John F. Kennedy
Tidak mempan dihibur begitu, Soegih Arto menimpali, “Kalau Mas Ban tahu itu tidak banyak, tambah dong.” Sambil tersenyum dan menarik nafas panjang, akhirnya Sobandrio menambahi uang saku Soegih Arto sebesar $100.
“Yah, lumayan pikir saya,” kenang Soegih Arto.
Dengan bekal sangu segitu, Soegih Arto diminta mendatangi Ny. Felice Leon Soh, seorang wanita paruh baya warga Singapura. Kepadanyalah segala keperluan Soegih Arto akan diurus, termasuk soal saluran diplomatik. Soegih Arto kemudian berangkat ke London melalui Paris, dimana dirinya akan bertemu dengan Ny. Felice Leon Soh.
Siapa sebenarnya Felice Leon Soh dan bagaimana kelanjutan misi Soegih Arto? Ikuti kelanjutan tulisan ini (Bersambung).